Thursday, September 11, 2014
KRIEGSMARINE BATTLESHIPS
Bicara tentang pertempuran laut adalah bicara tentang keberanian, kehormatan dan kebanggaan. Banyak kisah pertempuran laut yang terjadi di dunia menampilkan sisi kepahlawanan para pelaut dalam berjuang mempertahankan kapal perang mereka. Karena sesuai dengan tradisi angkatan laut yang unik, kapal perang bukanlah hanya sekedar senjata peperangan yang digunakan dalam sebuah konfrontasi, seperti halnya tank atau pesawat tempur, tetapi lebih dari itu. Kapal perang adalah representasi atau perwujudan dari tanah air atau wilayah teritorial suatu negara yang harus selalu tetap dipertahankan hingga titik darah penghabisan. Tidaklah mengherankan apabila setiap pelaut merasa bangga dengan kapal perang dimana mereka ditugaskan hingga banyak dari pelaut atau kapten kapal itu sendiri yang lebih memilih untuk tetap tinggal dan mati tenggelam bersama kapal perangnya.
Dalam Perang Dunia II (1939-1945) banyak terjadi kisah pertempuran laut yang menarik, baik itu yang terjadi di front Atlantik maupun Pasifik. Di front Pasifik, pertempuran laut terjadi antara armada AL Amerika dan Jepang, dimana keduanya yang termasuk tiga negara teratas pemilik kekuatan laut terbesar dan terkuat di dunia saling mengerahkan armada kapal-kapal induk mereka. Sementara pertempuran laut yang terjadi di front Atlantik lebih didominasi oleh konflik antara AL Inggris (Royal Navy) dengan AL Jerman (Kriegsmarine), dimana AL Jerman berusaha memblokade daratan Inggris secara ekonomi dengan menghancurkan kapal-kapal dagangnya untuk melemahkan kemampuan berperang Inggris.
Nasib tragis dan ironis dialami oleh kapal tempur Bismarck dan Tirpitz. Bismarck tamat riwayatnya ketika baru menjalani pelayaran perdananya. Setelah sebelumnya menenggelamkan kapal penjelajah tempur Inggris HMS Hood dalam Battle of Denmark Strait, Bismarck pun akhirnya tenggelam setelah dikeroyok kapal-kapal perang AL Inggris, sedangkan Tirpitz jauh lebih ironis lagi, kapal tempur ini tidak pernah terlibat dalam pertempuran. Selain karena pihak AL Jerman belum siap untuk kembali kehilangan kapal tempur besarnya, memasuki tahun 1943, Jerman mulai mengalami krisis bahan bakar. Tirpitz pun akhirnya dibom dan ditenggelamkan oleh serangan udara bomber-bomber Inggris.
Sebagai bangsa bahari, sudah seharusnya masyarakat Indonesia mencintai dan akrab dengan kisah-kisah pelayaran para pelaut dan penjelajahan samudera, termasuk kisah-kisah pertempuran laut yang sarat dengan nilai-nilai kepahlawanan. Untuk itu, buku berjudul “Kriegsmarine Battleships” ini diharapkan dapat menginspirasi para pembaca, terutama generasi muda dan peminat sejarah pertempuran laut, untuk lebih mencintai dunia bahari sebagai salah satu ciri dan kebanggaan dari bangsa Indonesia. Semoga dengan ditulisnya buku ini dapat menambah wawasan pengetahuan kita akan sejarah maritim dunia, dan pada semua pihak yang telah berperan hingga terwujudnya buku ini, penulis mengucapkan banyak terima kasih.
Saturday, March 22, 2014
Vimana dan Mesin Terbang Nabi Sulaiman
Oleh : Ari Subiakto
Jika kita
berbicara dengan kaca mata teknologi penerbangan yang ada saat ini memang
sangatlah mustahil untuk bisa menciptakan pesawat semacam UFO dengan
menggunakan teknologi zaman sekarang. Itulah sebabnya mengapa sebagian orang
menolak hipotesis jika pesawat UFO itu sebenarnya adalah pesawat eksperimen rahasia
Amerika. Hal ini sangatlah wajar, mengingat teknologi pesawat bermesin jet atau
roket tidak akan mampu untuk menyamai pesawat UFO dalam hal kecepatan dan
karakteristik manuvernya. Namun akan lain ceritanya, jika teknologi penerbangan
yang dimaksud adalah teknologi propulsi anti-gravitasi, maka teknologi pesawat
UFO dengan segala karakteristiknya yang fantastis itu bukanlah suatu hal yang mengherankan.
Teknologi tersebut bahkan ternyata telah ditemukan ribuan tahun yang lalu oleh
peradaban kuno umat manusia di bumi ini sendiri, dan bukan berasal dari alien,
karena Nabi Sulaiman a.s. sendiri telah memiliki dan menggunakan teknologi
mesin terbang anti-gravitasi ini.
Lalu dari
manakah kita dapat mengetahui bahwa Nabi Sulaiman a.s. telah memiliki dan
menggunakan teknologi mesin terbang anti-gravitasi ini? Jawabannya tentu saja
ada dalam Al-Qur’an. Mari kita simak surat Saba’ ayat 12 berikut ini:
“Dan Kami (tundukkan) angin
bagi Sulaiman, yang perjalanannya di waktu pagi sama dengan perjalanan sebulan
dan perjalanannya di waktu sore sama dengan perjalanan sebulan (pula) dan Kami
alirkan cairan tembaga baginya.” (QS. Saba’ (34): 12)
Para ulama dan ahli tafsir
sepakat bahwa ayat tersebut di atas menyebutkan atau mengisyaratkan tentang
kendaraan terbang Nabi Sulaiman a.s. atau kemampuan Nabi Sulaiman untuk
mengudara atau mengangkasa dengan bantuan angin, sehingga beliau dapat bergerak
dengan kecepatan tinggi atau menempuh perjalanan yang jauh dalam waktu yang
relatif singkat. Petunjuk serupa juga dapat ditemui dalam surat Al Anbiyaa’
ayat 81 dan Shaad ayat 36 berikut ini:
“Dan (telah Kami tundukkan)
untuk Sulaiman angin yang sangat kencang tiupannya yang berhembus dengan
perintahnya ke negeri yang Kami telah memberkatinya. Dan adalah Kami Maha
Mengetahui segala sesuatu.” (QS. Al Anbiyaa’ (21): 81)
“Kemudian Kami tundukkan
kepadanya angin yang berhembus dengan baik menurut ke mana saja yang dikehendakinya.” (QS. Shaad (38): 36)
Dalam tafsir Ibnu Katsir
disebutkan bahwa kendaraan atau yang membawa Nabi Sulaiman terbang adalah
sebuah permadani, dimana dengan bantuan angin yang berhembus di bawahnya dapat
mengangkat dan membawa permadani Nabi Sulaiman tersebut terbang ke udara dan
pergi menuju ke mana pun yang dikehendakinya. Angin itu membawa permadani Nabi
Sulaiman terbang dengan kecepatan perjalanannya di waktu pagi sebanding dengan
perjalanan darat sebulan, dan begitu pula perjalanannya di waktu sore juga
sebanding dengan perjalanan darat selama satu bulan. Disebutkan pula dalam
perjalanan tersebut, kawanan burung-burung menaungi dan menjaga Nabi Sulaiman
dari panas terik matahari sambil tetap terus mengiringi ke mana pun beliau
pergi.
Terus terang saja,
penafsiran bahwa kendaraan Nabi Sulaiman adalah sebuah permadani yang dapat
terbang karena hembusan angin adalah tafsir yang sebenarnya memang dikehendaki
oleh kaum Yahudi untuk diyakini oleh umat Islam. Tujuannya adalah agar umat
Islam tidak mengetahui rahasia yang sebenarnya tentang teknologi kendaraan
terbang Nabi Sulaiman ini. Sehingga setiap kali umat Islam membaca ayat
tersebut di atas yang dibayangkannya adalah sosok Nabi Sulaiman yang tidak jauh
berbeda dengan Aladin yang mengendarai permadani terbang. Itulah yang memang
diinginkan oleh orang-orang Yahudi, yaitu paradigma berpikir kita saat membaca
Al-Qur’an diupayakan sama seperti paradigma berpikir kita saat membaca
buku-buku cerita dongeng, sehingga kita tidak memperoleh ilmu apa-apa saat
membaca ayat-ayat Al-Qur’an. Sementara orang-orang Yahudi sendiri, yang
diam-diam begitu menyakini kebenaran Al-Qur’an, membaca kitab suci umat Islam
tersebut dengan paradigma atau sudut pandang yang amat jauh berbeda. Mereka
membacanya dari sudut pandang sains dan teknologi, sehingga mereka memperoleh
banyak manfaat dan rahasia ilmu pengetahuan tingkat tinggi yang tersimpan dalam
Al-Qur’an.
Sementara umat Islam terjebak dalam perangkap yang
secara tidak langsung telah menyamakan sosok Nabi Sulaiman dengan Aladin. Kita
mungkin tidak sadar bahwa film kartun Aladin yang dibuat oleh Disney telah
meracuni pemikiran kita dan anak-anak kita. Sosok tokoh Aladin dalam film
kartun Disney itu sebenarnya adalah bentuk olok-olok kaum Yahudi terhadap sosok
Nabi Sulaiman yang diyakini dalam sudut pandang/paradigma berpikir umat Islam.
Perhatikanlah tokoh-tokoh dalam film kartun Aladin buatan Disney tersebut, ada
permadani terbang, ada jin, ada burung beo yang bisa berbicara (burung
hud-hud?), juga monyet yang memakai rompi dan peci yang mungkin merupakan
representasi orang Islam menurut sudut pandang mereka. Ini semuanya adalah
dongeng Yahudi yang sengaja dihembuskan untuk menyesatkan paradigma berpikir
umat Islam, karena yang sebenarnya tidaklah demikian.
Teknologi pesawat atau kendaraan terbang
sebenarnya sudah dikenal oleh peradaban umat manusia di masa lampau. Namun
fakta ini selalu ditutup-tutupi dan diabaikan oleh para ilmuwan dan sejarawan.
Ayat-ayat Al-Qur’an yang menyebutkan tentang kendaraan terbang Nabi Sulaiman
tersebut di atas adalah salah satu bukti yang mengisyaratkan akan fakta ini.
Selain isyarat petunjuk dari Al-Qur’an, terdapat pula sejumlah referensi
mengenai teknologi kendaraan terbang yang telah ditemukan oleh peradaban umat
manusia di masa lampau. Salah satunya ialah kendaraan terbang bangsa India kuno
yang dikenal dengan nama Vimana.
Referensi mengenai kendaraan terbang bernama
Vimana ini memang banyak dan umum dijumpai dalam teks-teks India kuno. Umumnya,
Vimana dikenal sebagai mesin terbang kendaraan para dewa yang banyak terdapat
dalam mitologi-mitologi India kuno, seperti dalam cerita Mahabharata, Ramayana,
atau Mahavira. Tak hanya
dideskripsikan sebagai sebuah kendaraan atau sarana transportasi udara, Vimana
juga sering disebut-sebut digunakan oleh para “dewa” sebagai senjata dalam
peperangan. Dalam buku “Ancient Vimana Aircraft” yang
ditulis oleh John Burrows berdasarkan sejumlah teks kuno berbahasa Sansekerta,
disebutkan bahwa banyak teks kuno dari India yang dipenuhi dengan referensi
kisah mengenai para dewa yang berperang di udara dengan menggunakan Vimana yang
bahkan telah diperlengkapi dengan senjata-senjata rahasia mematikan yang
terdengar sangat modern.
Dalam kisah Mahabharata,
sebuah sajak India kuno yang luar biasa sangat panjang, disebutkan tentang
konflik yang terjadi di antara para dewa yang kemudian memutuskan untuk
menyelesaikan perselisihan tersebut lewat jalan peperangan dan menggunakan
sejumlah senjata mematikan. Sajak-sajak India kuno tersebut mencatat adanya
sejumlah penggunaan senjata yang amat mematikan, seperti contohnya kisah
tentang seorang tokoh bernama Krishna yang memburu musuhnya, Salva, dengan
mengendarai Vimana. Saat tengah kejar-kejaran di udara, Vimana yang dikendarai
Salva, yaitu Saubha, tiba-tiba
menghilang dari pandangan (invisible),
Krishna pun kemudian segera menembakkan sejenis senjata khusus, berupa sebuah
“panah” yang mampu mencari sasarannya sendiri dengan cara mendeteksi suara.
Tapi tidak seperti yang sering dideskripsikan,
dimana kisah Mahabharata dan Ramayana melukiskan kendaraan Vimana
lebih sebagai kereta perang terbang (flying
chariots) yang dikendarai oleh para dewa di medan pertempuran, sedikitnya
terdapat 2 naskah kuno India berbahasa Sansekerta yang mendeskripsikan
kendaraan terbang Vimana ini secara lebih detil dan teknis sebagai sebuah mesin
terbang hasil rekayasa atau rancang bangun kemajuan teknologi bangsa India kuno
yang menjelaskan mulai dari bentuk konstruksinya, kemampuan terbang atau
karakteristik manuvernya, cara pengoperasian atau petunjuk menerbangkannya,
komponen-komponen apa saja yang dibutuhkan untuk membuatnya, hingga rahasia
mengenai cara kerja mesin dan tenaga penggeraknya. Kedua naskah kuno itu ialah
kitab “Samarangana Sutradhara” yang ditulis oleh Raja Bhoja (1000 –
1055 M) dan kitab “Vaimanika Shastra” yang ditulis oleh Mahareshi Bharadwaaja pada
abad ke-4 SM.
Raja Bhoja adalah seorang raja dari India
sekaligus seorang filsuf yang cerdas di abad pertengahan. Ia menulis sebuah
karya ensiklopedi mengenai teknologi yang berhasil dicapai oleh bangsa India
kuno yang diberi judul Samarangana
Sutradhara atau yang artinya “Sang Pengatur Medan Pertempuran”. Dalam
karyanya tersebut, Raja Bhoja menyebutkan berbagai macam mesin atau yang dalam
bahasa Sansekerta-nya disebut dengan “yantra”.
Di dalam salah satu babnya, sang raja mendiskusikan tentang Vimana, dimana di
antaranya dikatakan: “Kuat dan tahan lama
adalah syarat untuk membuat badan Vimana, seperti sebuah burung raksasa yang
terbuat dari bahan yang ringan.... Dengan sebuah ketel pemanas besi di
bawahnya... seseorang yang duduk di dalamnya memungkinkan menempuh perjalanan
yang sangat jauh ke langit. Vimana tersebut mampu bergerak naik secara
vertikal, turun secara vertikal, dan bergerak miring ke depan dan ke belakang.
Dengan bantuan mesin ini, umat manusia dapat terbang ke udara dan penghuni
langit dapat turun ke bumi.”
Sementara kitab Vaimanika Shastra atau “Science
of Aeronautics” adalah teks kuno yang berumur jauh lebih tua dari Samarangana Sutradhara. Dalam membahas
tentang pesawat Vimana, kitab ini pun jauh lebih teliti dan sangat cermat
sekali dalam mendeskripsikan secara detil sebuah kendaraan Vimana dari setiap
aspek teknisnya. Manuskrip kuno yang ditulis oleh Mahareshi Bharadwaja pada
abad ke-4 SM ini ditemukan pada tahun 1875 di sebuah kuil tua di India, dan
diduga bersumber dari naskah-naskah kuno (kitab Veda) yang berumur jauh lebih
tua lagi. Manuskrip ini terdiri dari 8 bab dengan judul antara lain seperti; “Rahasia membuat pesawat yang tidak akan
remuk, tidak dapat terbelah, tidak akan terbakar dan tidak dapat dihancurkan”
(Bab 1), “Rahasia membuat pesawat
menghilang” (Bab 3), dan “Rahasia
menghancurkan pesawat musuh.” (Bab 8).
Kitab Vaimanika
Shastra ini telah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris dan diterbitkan
dengan judul “Vymaanidashaastra Aeronautics” oleh Mr. G.R. Josyer pada tahun
1979. Mr. G.R. Josyer adalah direktur Akademi Internasional Investigasi
Sansekerta yang berada di kota Mysore, India. Vaimanika Shastra saat ini menjadi rujukan bagi sejumlah buku dan
artikel yang membicarakan tentang mesin-mesin terbang bangsa India kuno. Salah
seorang peneliti UFO asal India, Kaniskh Nathan, menulis bahwa Vaimanika-sastra adalah sebuah teks kuno
berbahasa Sansekerta yang “mendeskripsikan sebuah teknologi yang jauh di luar
jangkauan ilmu pengetahuan sekarang, tapi mungkin secara konseptual bagi ilmu
pengetahuan bangsa India kuno, termasuk konsep tentang energi matahari dan juga
fotografi.” Kitab ini berisi banyak ide menarik mengenai teknologi penerbangan
bangsa India kuno di masa lampau. Padahal kitab ini ditemukan ditulis di atas
daun lontar sekitar lebih dari 20 abad yang lampau.
Secara umum kitab Vaimanika Shastra berisi 32 “rahasia” yang berhubungan dengan
segala sesuatu mengenai Vimana. Dari mulai petunjuk pembuatan, bagaimana cara
pengoperasian, kelengkapan dan kemampuan Vimana, bahkan hingga makanan dan
pakaian yang tepat bagi para pilot Vimana. Dalam pembuatannya disebutkan ada 31
komponen utama dari pesawat Vimana yang dibutuhkan dan menjadi syarat utama
untuk membuatnya. Disebutkan pula bahwa unsur metal yang utama digunakan untuk
mengkonstruksi Vimana ada 3 macam, yaitu somala,
soundaalika, dan mourthwika. Apabila ketiganya digabungkan dengan proporsi yang
tepat, maka akan menghasilkan 16 macam metal yang dapat mengabsorpsi atau
menyerap panas dan cahaya, dengan nama-nama seperti ushnambhara, ushnapaa, raajaamlatrit, dsb., yang tidak dapat
diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris karena campuran logam ini tidak diketahui
unsur dan komposisinya.
Tetapi selain deskripsi mengenai pembuatan dan
pengoperasian Vimana, yang menjadi benang merah yang menghubungkan antara fakta
tentang kendaraan terbang Nabi Sulaiman dalam Al-Qur’an dengan Vimana, adalah
deskripsi mengenai “bahan bakar” yang digunakan untuk menggerakkan mesin terbang
ini. Dalam Samarangana Sutradhara
ataupun Vaimanika Shastra, disebutkan
bahwa mesin propulsi Vimana ini menggunakan “Raksa” yang dipanaskan dengan tenaga matahari. “Raksa” atau air raksa ialah nama lain
dari logam cair mercury. Fakta ini ternyata sangat cocok dengan apa yang
disebutkan Al-Qur’an dalam surat Saba’ ayat 12 tentang kendaraan terbang Nabi
Sulaiman, “...dan Kami alirkan cairan tembaga (Qithr) baginya.” Dalam kitab tafsir Ibnu Katsir, lafazh “Qithr”
memang diartikan sebagai “tembaga yang meleleh”, tetapi sebenarnya bisa pula
diartikan sebagai “logam cair”, dimana unsur logam di alam yang selalu dalam
keadaan cair pada suhu kamar adalah Mercury yang memiliki nama latin hydrargyrum (Hg) alias “liquid silver” atau “perak cair”.
Para penafsir Al-Qur’an pada umumnya mengaitkan
tafsir tentang “Qithr” di dalam surat
Saba’ ayat 12 ini dengan kemampuan Nabi Sulaiman dalam menambang dan mengolah
logam tembaga. Padahal sesungguhnya fakta tentang “Qithr” ini masih sangat berkaitan erat dengan kendaraan terbang
Nabi Sulaiman. Bahkan merupakan kunci rahasia dari mesin anti-gravitasi itu
sendiri. Karena ada sebuah fakta menarik mengenai eksperimen anti-gravitasi
bernama “Nazi-Bell” yang dilakukan
oleh pihak Nazi semasa perang. Eksperimen ini menggunakan zat bernama “Xerum 525”, yang ternyata adalah unsur
yang dikenal pula sebagai Mercury Merah dan memiliki warna seperti tembaga.
Informasi lebih lanjut mengenai eksperimen anti-gravitasi Nazi-Bell yang menggunakan logam cair mercury bernama Xerum 525 ini dapat ditemui dalam buku “The
Hunt for Zero Point” (2001) yang ditulis oleh Nick Cook.
Salah satu alasan dipilihnya unsur mercury ini
adalah karena saat didinginkan pada suhu yang cukup rendah, unsur ini akan
menjadi superconductivity (kemampuan
menghantarkan listrik dengan hambatan nol) yang amat berhubungan dengan konsep
elektro-magnetik-gravitasi dalam persamaan Teori Penyatuan Medan (Unified Field Theory). Dari fakta ini dapat kita tangkap sebuah petunjuk bahwa kendaraan terbang
Nabi Sulaiman dan Vimana ternyata adalah kendaraan yang memiliki prinsip kerja
yang sama karena sama-sama memakai logam cair Mercury sebagai tenaga propulsi
bagi mesin anti-gravitasinya.
Dalam buku “Chariots of the Gods”, Erich von
Daniken sendiri mengatakan, “... Vimana
dikendalikan dan digerakkan dengan bantuan air raksa (quicksilver) dan propulsi aliran angin yang sangat
kuat.” Sementara dalam serial buku “Lost Science Series” karya David
Hatcher Childress, dikatakan bahwa Vimana itu terbang dengan “kecepatan secepat
angin”, dan ketika terbang mengeluarkan bunyi seperti “siulan angin”. Deskripsi
ini tentu saja memiliki kesesuaian dengan apa yang disebutkan Al-Qur’an dalam
surat Saba’: 12, Shaad: 36, dan Al-Anbiyaa: 81.
Desain dasar untuk membuat mesin anti-gravitasi
Vimana juga diceritakan lebih lanjut secara lebih detil dalam kitab Samarangana Sutradhara. Teks kuno ini
menyatakan bahwa unsur Mercury atau raksa adalah merupakan komponen paling
penting dalam mesin anti-gravitasi. Seorang insiyur yang telah menghabiskan
banyak waktunya untuk melakukan riset tentang mesin anti-gravitasi bangsa India
kuno ini adalah Bill Cladenon. Dengan pengetahuannya yang luas sebagai seorang
insiyur di bidang aeronautika dan elektronika, Cladenon menuliskan sebuah
deskripsi detil dari desain mesin vortex mercury Vimana berdasarkan keterangan
dari terjemahan kitab Samarangana
Sutradhara.
Kitab Samarangana
Sutradhara sendiri menyebutkan bahwa; “Dalam
bingkai udara berbentuk sirkular, ditempatkan mesin raksa dengan ketel pemanas
bertenaga matahari yang berada di tengah-tengah badan pesawat. Dengan
membangkitkan tenaga yang terpendam dalam pemanas raksa yang telah diatur untuk
mengendalikan gerakan aliran atau pusaran angin, maka seseorang yang berada di
dalamnya dapat bergerak menempuh perjalanan yang sangat jauh dalam waktu yang
sangat singkat. Empat buah tabung raksa yang kuat harus dibuat di bagian dalam
struktur pesawat. Ketika tabung berisi raksa ini dipanaskan dengan api yang
berasal dari panas matahari atau sumber energi lainnya, maka pesawat Vimana ini
akan menghasilkan kekuatan petir di seluruh tabung raksa yang ada.”
Cladenon kemudian memperjelas deskripsi di atas
dengan mengatakan bahwa mesin mercury anti-gravitasi yang menggerakkan Vimana
tersebut terdiri dari sebuah bingkai atau cangkang saluran udara berbentuk
sirkular seperti piring terbang yang merupakan komponen utama dari sebuah mesin
anti-gravitasi. Bingkai itu merupakan sebuah “kumparan” tenaga medan
elektromagnetik yang sangat kuat, yang mengalir dengan deras atau berdenyut (pulsating) menghasilkan semacam arus.
Kumparan medan elektromagnet itu dibuat dari satu
unit kondensor pemanas sirkuit tertutup (closed
circuit heat exchange/condensor unit) yang berisi mercury. Kuparan
diposisikan secara vertikal di tengah badan pesawat. Kemudian dimasukkan ke
dalam sebuah cincin konduktor yang merupakan sebuah silinder metal berukuran
besar dengan 3 buah gyroscope yang
dipasang sejajar. Ketika kumparan medan (field
coil) dihidupkan, maka cincin konduktor tersebut secara otomatis akan
terlempar ke udara, mengangkat badan pesawat ke udara. Prinsipnya ialah medan
elektromagnetik digunakan untuk menghasilkan sebuah efek anti-gravitasi. Dengan
mempergunakan sistem komputer untuk mengendalikan arus listrik, maka pesawat
itu bisa mengudara atau mengambang diam di udara dengan mudah, juga bisa
bergerak naik-turun secara vertikal dengan kecepatan yang sangat tinggi.
Propulsi lebih lanjut berasal dari semacam sistem
propulsi pompa udara (air-breathing
turbo-pump propulsion system) yang memanfaatkan hembusan, aliran, atau
pusaran angin yang sangat kuat untuk mengarahkan arah terbang pesawat. Adanya
efek anti-gravitasi menyebabkan pesawat berada dalam keadaan tanpa bobot, maka
pesawat ini pun dapat terbang dengan kecepatan yang sangat fantastis meski
memiliki ukuran yang besar dan memiliki bentuk yang tidak aerodinamis.
Ilustrasi salah satu
bentuk kendaraan terbang Vimana berdasarkan manuskrip berbahasa Sansekerta
milik bangsa India
kuno.
Menariknya, ada teks kuno lain berbahasa
Sansekerta tentang astronomi yang berjudul “Surya-siddhanta”
yang menyebutkan pula tentang sebuah mesin mercury yang digunakan untuk
menggerakkan gerak rotasi sebuah gola-yantra
atau semacam model mekanis sistem peredaran planet-planet (planetary) – mungkin semacam mesin “Antikythera”. Fakta ini menunjukkan bahwa sedikitnya ada satu
contoh mengenai penggunaan mesin mercury yang dipakai untuk menghasilkan tenaga
rotasi. Naskah kuno itu juga menyebutkan bahwa desain mesin mercury tersebut
tetap dirahasiakan. Ini adalah suatu hal yang wajar di zaman dahulu, dimana
pengetahuan teknis biasanya hanya diturunkan oleh seorang guru pada muridnya
yang paling dipercaya, sehingga konsekuensinya pengetahuan tersebut lambat-laun
akan menghilang manakala tradisi pengetahuan yang diwariskan dari mulut ke
mulut itu kemudian terputus. Maka tidak menutup kemungkinan banyak ilmu
pengetahuan dan penemuan yang telah berhasil dicapai di masa silam hilang
begitu saja tanpa jejak karena tradisi ini.
Selain itu, banyak perpustakaan kuno, seperti
perpustakaan di Alexandria dan sejumlah perpustakaan di Cina yang telah
dihancurkan oleh bangsa barbar beberapa abad yang lalu. Banyak dari warisan
ilmu pengetahuan di masa silam yang tercatat dan tersimpan dalam
perpustakaan-perpustakaan tersebut musnah dan hilang begitu saja. Namun
untungnya tidak semua naskah atau teks-teks kuno warisan masa lampau yang
berharga itu lenyap. Sebagian lagi masih ada yang tersisa, seperti halnya kitab
Samarangana Sutradhara dan Vaimanika Shastra, yang tersimpan dalam
ruangan-ruangan gelap dan berdebu milik kuil-kuil dan biara-biara kuno yang ada
di sejumlah tempat terpencil di wilayah India dan Tibet.
Konon keberhasilan pihak Nazi Jerman dalam
mengembangkan dan membuat sejumlah pesawat piring terbang menjelang Perang
Dunia II berakhir adalah karena ketertarikan mereka terhadap rahasia teknologi
tinggi yang tersimpan dalam teks-teks atau manuskrip-manuskrip kuno tersebut.
Hitler bersama para pengikutnya yang telah lama tertarik dengan wilayah India
dan Tibet kemungkinan besar telah menemukan kembali bukti-bukti tentang
kemajuan teknologi yang pernah dicapai bangsa India kuno. Dari teks-teks kuno
berbahasa Sansekerta yang mereka dapatkan dari wilayah India dan Tibet inilah,
pihak Nazi kemudian bisa memperoleh banyak informasi ilmu pengetahuan rahasia
dan teknologi tingkat tinggi yang telah lama hilang itu.
Tidak hanya pihak Nazi yang mempelajari teks-teks
India kuno berbahasa Sansekerta yang mereka temukan di wilayah Tibet, beberapa
tahun yang lalu, pihak pemerintah Cina mengaku telah menemukan sejumlah teks
manuskrip tua berbahasa Sansekerta di kota Lhasa, Tibet. Karena tidak mengerti
isinya, mereka mengirimkan manuskrip-manuskrip itu ke Universitas Chandrigarh
di India untuk diterjemahkan. Dr. Ruth Reyna, seorang ahli bahasa Sansekerta
dari universitas tersebut kemudian mengatakan bahwa manuskrip-manuskrip tua
tersebut berisi petunjuk untuk membuat semacam pesawat luar angkasa (interstellar spaceships)!
Dr. Reyna mengatakan bahwa pesawat antariksa kuno
ini disebut “Astra” oleh manuskrip
tua tersebut. Metode propulsinya menggunakan mesin anti-gravitasi, yaitu “sebuah
kekuatan sentrifugal yang cukup kuat untuk dapat menolak gaya gravitasi”.
Dengan kendaraan bernama Astra ini,
dikatakan pula bahwa bangsa India kuno dapat mengirim sejumlah orang pergi ke
planet lain. Manuskrip kuno ini juga mengatakan tentang sejumlah rahasia yang
dimiliki oleh kapal angkasa tersebut, salah satunya adalah kemampuan yang
disebut “antima”, yaitu kemampuan
untuk manghilang atau tidak terlihat (invisibility),
dan “garima” atau kemampuan bagaimana
menjadi sangat berat hingga seberat sebuah gunung. Kemampuan ini mungkin
berhubungan dengan kecepatan cahaya, karena dalam Teori Relativitas dikatakan
bahwa semakin suatu benda bergerak mendekati kecepatan cahaya, maka beratnya pun
akan jadi semakin tak terhingga.
Para ilmuwan India sendiri tidak begitu serius
menanggapi isi teks kuno ini, karena bagi mereka, kisah tentang kendaraan
terbang semacam ini memang umum dikisahkan dalam mitologi-mitologi kuno atau
dongeng-dongeng bangsa India, dan mereka menganggap semua itu hanyalah bagian
dari imajinasi atau khayalan nenek moyang mereka. Tetapi tidak bagi pemerintah
Cina, mereka segera menyadari begitu berharganya informasi yang terkandung
dalam manuskrip-manuskrip kuno tersebut untuk dipelajari lebih lanjut, terutama
dalam mendukung program ruang angkasa dan riset mengenai masalah
anti-gravitasi. Lalu adakah hubungan antara semuanya ini dengan fenomena UFO?
UFO dan Teknologi
Nabi Sulaiman
UFO (Unidentified
Flying Objects) alias Benda-benda Terbang Tak Dikenal yang selama ini
selalu dianggap atau diidentikkan sebagai kendaraan mahluk-mahluk luar angkasa
yang datang dari planet lain, tidak lain dan tidak bukan adalah pesawat dengan
teknologi yang sama dengan kendaraan terbang Nabi Sulaiman a.s. Teknologi mesin
terbang anti-gravitasi ini telah berhasil ditemukan kembali dan dikembangkan
oleh pemerintah Amerika usai Perang Dunia II dengan merampasnya dari pihak Nazi
Jerman. Mereka mendapatkan teknologi tersebut lewat Operation Paperclip dengan meringkus ilmuwan-ilmuwan Nazi dan
menjarah dokumen-dokumen hasil penelitian dan pengembangan senjata rahasia yang
berhasil dilakukan oleh pihak Nazi semasa perang. Salah satunya tak menutup
kemungkinan adalah pengembangan lebih lanjut dari eksperimen anti-gravitasi Nazi-Bell untuk menciptakan mesin
terbang.
Untuk menutup-nutupi apa yang telah berhasil
mereka capai dan kembangkan, serta untuk mengelabui publik dunia akan
keberadaan pesawat-pesawat eksperimen anti-gravitasi ciptaan mereka yang banyak
berseliweran di langit, di seluruh penjuru dunia, maka dihembuskanlah isu dan
propaganda tentang adanya mahluk-mahluk luar angkasa atau alien yang datang ke
bumi dengan mengendarai pesawat-pesawat piring terbang. Sebagian besar dari
kasus-kasus pemunculan UFO atau piring-piring terbang tersebut bahkan memang
disengaja atau direkayasa sendiri oleh pemerintah Amerika, lengkap dengan
pemunculan mahluk-mahluk alien yang beraneka rupa dengan tujuan untuk menteror
umat manusia dan menyesatkan opini publik.
Jika UFO atau mesin terbang anti-gravitasi yang dikembangkan
oleh Amerika itu sebenarnya adalah teknologi Nabi Sulaiman yang dipelajari
kembali oleh pihak Nazi dari manuskrip-manuskrip kuno berbahasa sansekerta di
wilayah India dan Tibet, lalu bagaimana teknologi tersebut bisa sampai terbawa
ke sana? Bukankah wilayah
kerajaan Nabi Sulaiman a.s berada di wilayah Palestina?
Menarik untuk ditelusuri kembali bahwa ada sebuah
fakta ketika kerajaan Nabi Sulaiman runtuh dan berakhir pada sekitar abad ke-10
SM, kedua belas kabilah bangsa Bani Israel tercerai-berai dan pergi mengungsi
ke berbagai penjuru dunia. Ada yang diperbudak oleh bangsa Babylonia, ada yang
tetap tinggal di Palestina, dan ada yang mengungsi ke anak benua India serta
dataran tinggi wilayah Tibet atau Kashmir. Tidak menutup kemungkinan kabilah
Bani Israel yang mengungsi ke India dan Tibet tersebut adalah kabilah Yahudi keturunan
Ashaf bin Barkhiya, orang kepercayaan Nabi Sulaiman a.s. yang bertanggung jawab
dalam menjaga rahasia warisan teknologi tingkat tinggi Nabi Sulaiman a.s., termasuk
diantaranya adalah teknologi teleportasi yang digunakan untuk memindahkan
singgasana Ratu Balqis dan mesin terbang anti-gravitasi.
Bangsa Yahudi yang kini berkumpul dalam negara
Israel di wilayah Palestina dan diketahui telah lama mencoba menelusuri kembali
kabilah-kabilah mereka yang hilang (termasuk memburu warisan teknologi Nabi
Sulaiman), kini tampaknya telah menemukan kembali dan tengah berupaya untuk
menguasai teknologi tingkat tinggi tersebut. Semua itu demi merintis dan
mewujudkan kembali cita-cita besar mereka, yaitu membangkitkan kembali kejayaan
bangsa Bani Israel untuk yang kedua kalinya dengan membangun kembali Kuil
Sulaiman dan mendirikan satu negara Israel Raya seperti pada zaman keemasan
Nabi Sulaiman dulu, tetapi kali ini dengan menjadikan Dajjal sebagai pemimpin
mereka. Wallahu’alam. (***)
Daftar Pustaka
Childress, David. 1985. The Anti-Gravity Handbook. Adventures
Unlimited Press.
. 2000. Technology of the Gods: The Incredible Sciences of the Ancients.
Adventures
Unlimited Press.
Sunday, February 23, 2014
SEJARAH ARMADA KAPAL SELAM INDONESIA
Oleh : Ari Subiakto
Angkatan Laut Indonesia
tercatat memiliki sejarah yang cukup panjang dalam hal pengoperasian kapal
selam. Pembangunan kekuatan armada kapal selam telah mulai dilakukan oleh
pemerintah Indonesia
sejak tahun 1959, ketika tiba dua unit kapal selam buatan Uni Soviet di
pelabuhan Surabaya
pada tanggal 7 September 1959. Kedua kapal selam kelas Whiskey yang memiliki kecepatan maksimum 18,3 knot dan
dipersenjatai 12 torpedo tersebut secara resmi masuk ke dalam jajaran kekuatan ALRI (Angkatan Laut Republik Indonesia)
pada tanggal 12 September 1959 dengan nama KRI Tjakra (S-01) dan KRI Nanggala
(S-02).
Dua tahun kemudian, menyusul pengiriman tahap kedua setelah
pemerintah Indonesia
kembali memesan kapal selam dengan kelas yang sama dari Uni Soviet sebanyak 10
unit. Pemesanan tahap kedua ini dikirimkan dalam dua gelombang. Gelombang
pertama dikirim sebanyak 4 kapal selam yang tiba pada bulan Desember 1961 yang
kemudian masing-masing diberi nama; KRI Nagabanda,
KRI Trisula, KRI Nagarangsang, dan KRI Tjandrasa.
Pengiriman gelombang kedua bersamaan dengan digelarnya kampanye operasi militer
Trikora untuk merebut Irian Barat. Sebanyak 6 kapal selam tiba pada bulan
Desember 1962 yang kemudian diberi nama; KRI Widjajadanu, KRI Hendradjala,
KRI Bramasta, KRI Pasopati, KRI Tjundamani, dan KRI Alugoro.
Keenam kapal selam ini telah dilengkapi dengan torpedo jenis
SEAT-50, yaitu tipe torpedo fire-and-forget berdaya jangkau 4-8
kilometer yang merupakan torpedo tercanggih pada zamannya dimana hanya pihak
Uni Soviet dan Indonesia
saja yang memiliki torpedo jenis ini.
Dengan mengoperasikan total sebanyak 12 kapal selam, Indonesia
pun menjadi negara dengan kekuatan maritim terbesar yang mengoperasikan kapal
selam di kawasan Asia-Pasifik pada dekade tahun 1960-an hingga 1970-an. Sebagai
perbandingan, pada tahun 1967, AL Australia sendiri tercatat hanya memiliki 6
kapal selam saja (dari kelas Oberon).
Selama berlangsungnya Operasi Trikora sendiri, kehadiran kapal-kapal selam
kelas Whiskey buatan Uni Soviet ini
sangat berperan penting dalam menggetarkan nyali pihak lawan. Dari mulai
dikerahkan untuk melakukan blokade laut terhadap perairan Irian Barat, hingga
digunakan untuk mendukung operasi pengintaian dan menyusupkan pasukan komando
ke daratan. Bahkan pada masa-masa itu, kapal-kapal selam Indonesia
dengan mudah dapat melakukan penyusupan dan pengintaian di perairan utara Australia
atau masuk dan berkeliaran di perairan pelabuhan Singapura, tanpa terdeteksi.
Namun
memasuki dekade tahun 1970-an, kapal-kapal selam buatan Uni Soviet ini mulai
dibesituakan (scrapped) karena
ketiadaan suku cadang akibat renggangnya hubungan RI-Uni Soviet, tanpa diikuti oleh program
pengadaan kapal selam pengganti yang baru secara cepat dan memadai. Akibatnya,
kekuatan armada bawah air Indonesia pun secara
perlahan mulai melorot jumlahnya. Satu-satunya kapal selam terakhir beroperasi
dari kelas Whiskey yang masih
tersisa, yaitu KRI Pasopati (410),
akhirnya dipensiunkan pada tanggal 25 Januari 1990, dan kemudian dijadikan
sebagai sebuah museum kapal selam di kota Surabaya.
Museum Kapal Selam KRI Pasopati di Surabya. (Sumber
foto: widyarezpect.files.wordpress.com)
Mulai awal dekade tahun 1990-an, Indonesia
tercatat hanya tinggal mengoperasikan dua unit kapal selam saja, yaitu KRI Cakra (401) dan KRI Nanggala (402). Kedua kapal selam ini meskipun memiliki nama yang
sama dengan dua kapal selam pertama Indonesia,
namun keduanya adalah kapal selam dengan kelas yang berbeda, yaitu kapal selam
Tipe 209/1300 (1.390 ton) buatan Jerman. Kedua kapal selam ini dibangun di
galangan kapal Howaldtswerke, di pelabuhan Kiel, Jerman Barat. KRI Cakra selesai dibangun dan tiba di Indonesia pada tanggal 27 Juli
1981, sedangkan KRI Nanggala menyusul
tiba pada tanggal 9 November 1981. Keduanya pun langsung masuk ke dalam jajaran
operasional TNI-AL pada tahun itu juga. Meskipun hanya mengoperasikan dua kapal
selam, namun sampai dekade awal tahun 1990-an, hanya Indonesia
satu-satunya negara di kawasan Asia Tenggara yang mengoperasikan kapal selam.
Dengan hanya mengoperasikan dua unit kapal selam untuk tugas
menjaga perairan Indonesia yang begitu
luas, tentu saja jauh dari kata memadai. Selain begitu luasnya wilayah patroli
yang harus dikover, pengoperasian hanya dua unit kapal selam membuat jam layar
KRI Cakra dan KRI Nanggala sangat tinggi dibandingkan
kapal-kapal perang permukaan TNI-AL lainnya. Hal ini tentu menuntut perawatan
dan perbaikan yang maksimal pada kedua kapal selam tersebut. Terlebih tujuh
tahun setelah perbaikan terakhirnya di tahun 1997, kemampuan kapal selam KRI Cakra semakin menurun, sehingga
diperlukan program perbaikan secara menyeluruh, termasuk dengan melakukan
modernisasi, mengingat selama lebih dari 20 tahun tidak ada penambahan kapal
selam baru di jajaran TNI-AL, sementara perkembangan teknologi persenjataan
kapal selam dunia telah berkembang dengan demikian pesat.
KRI Cakra (401).
KRI Nanggala (402).
KRI Cakra dan KRI Nanggala kemudian menjalani proses
peremajaan dengan di-upgrade
kemampuannya di galangan kapal Daewoo,
Korea Selatan.
Galangan kapal Daewoo Shipbuilding and Marine Engineering (DSME) sendiri adalah
sebuah industri pembuatan kapal Korea Selatan di kota Ockpo yang memegang lisensi dari pihak
Howaldt Deutsche Werke (HDW) untuk pembangunan kapal selam Tipe 209/1300 di
luar Jerman. Proses modernisasi ini mulai dilakukan antara tahun 2004-2006 dan
selesai antara tahun 2009-2012. Modernisasi pada kedua kapal selam Indonesia
ini meliputi sistem propulsi, sistem deteksi dan navigasi, serta sistem tempur
dan pengendali tembakan (fire control).
Menurut Kastaf TNI-AL
saat itu, Laksamana Slamet Soebijanto, perbaikan dan modernisasi KRI Cakra dan KRI Nanggala telah mengembalikan performa kedua kapal selam tersebut
sebesar 80% dari kemampuan maksimalnya.
Secara spesifikasi, KRI Cakra
dan KRI Nanggala masing-masing
diawaki oleh 34 orang
pelaut. Ditenagai oleh empat mesin diesel elektrik yang mampu menghasilkan
kecepatan maksimum 21,5 knot di dalam air dan 8 knot di permukaan, dengan daya
jelajah mencapai sejauh 740 kilometer pada kecepatan 4 knot. Dalam hal
persenjataan, kedua kapal selam yang digolongkan ke dalam kelas Cakra ini masing-masing mampu membawa 14
torpedo, baik torpedo konvensional maupun torpedo jenis SUT (Surface and Undersurface Torpedo) yang
lebih canggih. KRI Cakra dan KRI Nanggala saat ini ditempatkan untuk
memperkuat jajaran Komando Armada Timur Indonesia
yang berpangkalan di Surabaya. (***)
Sumber:
Pramono, Agung. 2013. The
History of the Indonesian Submarine Squadron. Undersea Warfare Issue No. 50
Spring 2013. hal 7.
http://garudamiliter.blogspot.com
Thursday, January 30, 2014
JIHAD SURIAH DAN MASA DEPAN EMIRAT KAUKASUS
Oleh : Ari
Subiakto
Saat tersiar kabar tentang adanya
para mujahidin asal Chechnya
dan wilayah Kaukasus Utara
yang berjihad di Suriah untuk melawan rezim Bassar al-Assad, banyak pihak yang
merasa heran dan bertanya-tanya. Kenapa mereka justru berjihad di Suriah,
padahal wilayah Kaukasus sendiri yang merupakan tanah air mereka masih terjajah
dan tertindas oleh Rusia? Kenapa mereka tidak memilih bergabung dengan Dokka
Umarov, Amir Emirat Kaukasus, untuk bersama-sama berjuang membebaskan wilayah
Kaukasus dari penjajahan Rusia? Banyak pengamat menilai fakta ini sebagai
sebuah ironi.
Dokka Umarov sendiri pada mulanya
merasa keberatan dan kecewa dengan kenyataan
adanya warga Chechnya
dan wilayah Kaukasus Utara
yang berjihad dan bertempur di Suriah. Umarov bahkan menegaskan bahwa mereka
tidak berada di bawah komando dan tanggung jawab negara Emirat Kaukasus
pimpinannya. Mereka berjuang secara independen
dan berangkat atas keinginan pribadi tanpa koordinasi ataupun perintah dari
Umarov. Apakah ini pertanda bahwa jihad di wilayah Kaukasus Utara
melawan penjajah Rusia sudah tidak lagi memiliki prospek ke depan?
Dokka Umarov, Amir negara Islam
Emirat Kaukasus.
Dalam tulisan sebelumnya (“Mujahidin Chechnya Bertempur di Suriah”)
telah diungkapkan bahwa banyaknya warga asal Chechnya dan Kaukasus
Utara yang berjihad di Suriah bukan
dikarenakan jihad di wilayah Kaukasus melawan Rusia sudah tidak lagi memiliki
prospek atau karena adanya perpecahan internal di kalangan mujahidin Emirat
Kaukasus pimpinan Dokka Umarov, melainkan lebih dikarenakan oleh kondisi di
lapangan yang tidak memungkinkan bagi mereka untuk bergabung dengan Dokka
Umarov.
Seperti yang diketahui bahwa
para Mujahidin Chechen yang berjihad di Suriah bukanlah warga Chechnya yang tinggal di wilayah Chechnya
yang tergabung atau tengah berjihad bersama Dokka Umarov, melainkan adalah
warga etnis Chechen yang tinggal di luar wilayah Chechnya. Baik itu yang
tinggal di Georgia (Pankisi Gorge), suatu wilayah pegunungan di perbatasan Georgia-Chechnya
yang banyak dihuni orang-orang
etnis Chechen yang dikenal sebagai kaum Kists,
atau yang tinggal dan tersebar (diaspora)
di berbagai negara-negara Eropa, seperti Turki, yang menjadi tempat tujuan
mengungsi atau mencari suaka selama pecahnya Perang Chechnya. Orang-orang
Chechen tersebut kesulitan untuk dapat pulang kembali ke tanah airnya karena
pemerintah Rusia menghalang-halangi mereka, dimana wilayah perbatasan menuju ke
Chechnya
kini dijaga sangat ketat oleh pemerintah Rusia. Kondisi ini membuat orang-orang Chechen yang berada di luar tanah airnya tidak
bisa bergabung bersama saudara-saudaranya di Chechnya, dan akhirnya lebih
memilih untuk berjihad di luar tanah airnya. Namun apakah kondisi ini telah
membuat orang-orang Chechen melupakan perjuangan mereka untuk meraih
kemerdekaan dan penegakan syariat Islam di tanah airnya? Tentu saja tidak.
Karena semua ini ternyata hanyalah bagian dari skenario besar Allah untuk
menolong Mujahidin Kaukasus.
Meski perjuangan di wilayah Kaukasus Utara
dalam melawan penjajah Rusia dan kaki tangannya masih tetap terus berlangsung,
namun saat ini perang gerilya di pegunungan yang dilakukan oleh para Mujahidin
Kaukasus pimpinan Dokka Umarov terasa semakin sulit dan berat. Selain banyaknya
tokoh pejuang Kaukasus yang gugur oleh operasi-operasi pasukan khusus Rusia,
para Mujahidin Kaukasus juga tengah menghadapi masalah logistik dan pelatihan. Para pemuda yang berminat dan datang dari berbagai
penjuru wilayah Kaukasus untuk bergabung dengan pasukan Mujahidin Emirat
Kaukasus sebenarnya memang berjumlah sangat banyak, tapi Dokka Umarov tidak
dapat mempersenjatai dan melatih mereka semua.
Selain itu, di wilayah Chechnya
sekarang ini sudah tidak ada lagi kamp-kamp pelatihan mujahidin seperti yang
pernah didirikan oleh Khattab dan Shamil Basayev. Para
pemuda yang ingin berjihad pun harus menunggu lama untuk dapat bergabung dengan
para mujahidin yang hidup di wilayah pegunungan. Setelah bergabung, para pemuda
yang belum memiliki pengalaman tempur itu harus hidup berpindah-pindah,
naik-turun gunung dalam kondisi medan
yang berat, yang semuanya itu akan sangat menguras tenaga dan kesabaran. Mereka
mungkin akan bosan atau tewas lebih dulu sebelum sempat terlibat dalam satu
operasi militer. Itulah sebabnya mengapa Dokka Umarov lebih memprioritaskan
operasi militernya dengan melancarkan serangan-serangan pemboman yang bersifat individual di wilayah teritorial
Rusia. Meskipun hal tersebut dianggap oleh banyak pihak sebagai aksi terorisme,
namun untuk saat ini hanya operasi semacam itulah yang bisa dilakukan secara
efektif untuk memerangi pemerintah Rusia.
Kondisi di wilayah kaukasus
tersebut sangat jauh berbeda dengan kondisi medan jihad di Suriah. Wilayah perbatasan
Suriah relatif terbuka dan tidak seketat atau sesulit perbatasan Chechnya
yang bergunung-gunung, sehingga memungkinkan bagi para mujahidin dari berbagai
penjuru dunia untuk keluar-masuk ke wilayah negara tersebut untuk melakukan
aktifitasnya. Di sana
juga terdapat kamp-kamp pelatihan militer dan banyak terbentuk kelompok-kelompok
jihad yang muncul bak jamur tumbuh di musim hujan. Karena itu, Suriah adalah
tempat yang subur dan tepat bagi para mujahidin untuk berlatih dan menimba
pengalaman bertempur. Tidak terkecuali bagi para pemuda etnis Chechen atau dari
wilayah Kaukasus lainnya yang selama ini hidup dan tinggal di negeri orang.
Di Suriah, mereka yang belum
terlatih akan ditempa oleh medan pertempuran
yang sebenarnya, terutama medan pertempuran kota (urban combat). Jika terseleksi, maka dapat dipastikan mereka akan
menjadi unit-unit mujahidin yang tangguh dan profesional dalam memerangi orang-orang kafir. Ketika mereka pulang kembali ke tanah
airnya di Chechnya
atau wilayah Kaukasus Utara
lainnya, mereka telah benar-benar siap tempur untuk menghadapi Rusia. Pihak
Emirat Kaukasus pun tidak perlu lagi repot-repot untuk mempersenjatai dan
melatih mereka. Dengan pengalaman dan hubungan baik yang terjalin antar
mujahidin di Suriah, tidak menutup kemungkinan orang-orang Chechen yang berjihad di Suriah
akan mampu menciptakan jaringan dan membuka jalan untuk memasok persenjataan
dan mendatangkan para militan Islam dari luar untuk berjihad di Kaukasus. Jika
ini sampai terjadi, maka habislah Rusia. Prediksi inilah yang kemudian sangat
ditakuti oleh pemerintah Rusia.
Namun terlepas
dari apa pun upaya yang mungkin dilakukan oleh Rusia untuk mencegah masuknya
para mujahidin veteran perang Suriah ke wilayahnya, itu semua hanyalah masalah
waktu. Cepat ataupun lambat mereka pasti akan kembali. Orang-orang Chechen itu
memang pergi terusir sebagai pengungsi, namun mereka akan kembali lagi ke tanah
airnya sebagai pejuang-pejuang yang terlatih. Para
komandan mujahidin asal Chechnya
di Suriah selalu mewanti-wanti para pemuda etnis Chechen yang berjihad di
Suriah untuk tidak melupakan perjuangan di tanah airnya. Seperti yang dikatakan
oleh Abu
Isa al-Shishani, salah seorang pejuang Chechnya
yang turut berjihad di Suriah, “Untuk mereka (para pemuda Chechnya)
yang telah berada di Suriah, nasehat saya adalah jangan bermalas-malasan untuk
terus mendapatkan lebih banyak pengalaman di semua medan
pertempuran dan terus mencari kemungkinan untuk pulang kembali ke Kaukasus
untuk melanjutkan jihad di sana.
Jadilah orang yang tabah dan sabar di segala hal, … Hindari isu dan bicara
hal-hal yang tak berguna yang hanya akan melemahkan diri kita. Jangan
membuang-buang waktu di satu basis militer jika sedang tidak ada misi tempur.” Selanjutnya Abu Isa juga mengatakan, “Sejauh yang bisa saya katakan, Jihad di Suriah, sama seperti Jihad di
Kaukasus, adalah pertanda dari kebangkitan Islam dunia.”
“Hari ini di Suriah, para pemuda dari wilayah
Kaukasus bisa mendapatkan pelatihan militer, juga dapat membentuk pribadi
mereka sebagai seorang muslim dan memperkuat diri mereka sebagai seorang
mujahidin, sehingga mereka kelak akan dapat melakukan penetrasi ke dalam
wilayah pendudukan Rusia melalui jalur-jalur “resmi” dan menyerang wilayah
Rusia tanpa dikomando, dan cepat atau lambat semua itu akan mengantarkan kepada
kejatuhan imperium Rusia yang akan kami paksa untuk mundur dari wilayah
Kaukasus seperti halnya mereka mundur dari Afghanistan dan Eropa Timur.”
“Jadi bagi mereka yang ingin berjihad di
wilayah Rusia setelah usai jihad di Suriah harus memiliki satu rencana yang
jelas dan bertindak sesuai dengan rencana tersebut, ada baiknya pula mereka
perlu menyembunyikan apa yang mereka lakukan di Suriah, jadi jangan sampai
mereka tertangkap oleh video atau kamera (yang akan membuat identitas
mereka terungkap atau teridentifikasi oleh pihak Rusia, sehingga akibatnya kelak
akan sulit bagi mereka untuk dapat masuk ke wilayah Rusia tanpa dikenali).”
Apa yang dikatakan oleh Abu Isa
tersebut bukanlah hanya sekedar gertak sambal, apalagi menurut klaim pemerintah
Suriah sendiri, seperti yang dilansir oleh pihak EA World View, bahwa sampai awal Desember 2013, ada sekitar 1.700 pejuang
muslim Chechnya
di Suriah yang ikut bertempur bersama-sama dengan kelompok-kelompok jihad
lokal. Mengetahui klaim laporan dari Damaskus ini, pemerintah Rusia tentu saja
sangat kaget. Dengan cemas mereka bertanya-tanya, apakah estimasi ini terlalu
dibesar-besarkan ataukah memang merupakan suatu fakta di lapangan? Pemerintah
Rusia sama sekali tidak menyangka jumlahnya akan sebesar itu. Meski banyak
analis, seperti Mairbek Vatchagaev,
seorang sejarawan Chechnya
dan analis politik di Kaukasus Utara, yang berpendapat bahwa jumlah pejuang
Chechen yang bertempur di Suriah kemungkinan hanya berada dalam kisaran puluhan
hingga paling banyak 100 orang.
Namun terlepas
dari berapa jumlah mereka yang sebenarnya, fakta adanya orang-orang Chechen
yang berjihad di Suriah ini akan menjadi ancaman tersendiri yang akan membuat
para pejabat pemerintah Rusia dan kaki tangannya tidak dapat tidur nyenyak.
Seperti yang diungkapkan oleh Sergei Smirnov, selaku Wakil Direktur Dinas Keamanan
Federal Rusia (FSB) yang menyatakan keprihatinan sekaligus wujud ekspresi
ketakutan pemerintah Rusia. Ia tak henti-hentinya mengatakan bahwa pejuang Chechnya
yang berada di Suriah adalah ancaman, ancaman, dan ancaman serius bagi Rusia. “Mereka
akan datang kembali kesini, dan pasti menimbulkan ancaman besar,” ujar Sergei
Smirnov.
Selain sebagai ajang untuk melatih diri
dan menimba pengalaman bertempur di medan
perang yang sebenarnya, tujuan para Mujahidin Chechen dan Kaukasus berjihad di
Suriah adalah untuk memberikan pukulan terhadap sekutu utama Rusia di wilayah
Timur Tengah, sehingga perjuangan mereka melawan rezim Bassar al-Assad di
Suriah sama saja dengan memberikan pukulan secara tidak langsung terhadap
pemerintah Rusia. Pukulan ini memang tidak memberikan dampak secara langsung
yang bisa terlihat, namun akan sangat terasa pengaruhnya bagi Rusia di masa
yang akan datang, dimana sedikit-banyaknya pihak Rusia dipastikan akan
mengeluarkan anggaran lebih atau tenaga dan upaya ekstra untuk membantu
sekutunya di wilayah Timur Tengah tersebut.
Dari informasi yang dikeluarkan oleh
pihak Kavkaz Center, diketahui sebuah fakta yang
menarik, bahwa di Suriah, Mujahidin Chechnya ternyata juga bertempur melawan
musuh yang sama seperti di negeri asalnya, yaitu tentara penjajah Rusia. Fakta mengenai
hal ini pertama kali diungkap oleh Kavkaz Center
pada pertengahan bulan November 2013 lalu, yang menampilkan sejumlah foto
personil tentara bayaran (mercenaries)
asal Rusia yang bertempur untuk membantu rezim Alawiyah Nushairiyyah Bashar al-Assad.
Tentara bayaran asal Rusia ini menyebut
diri mereka sebagai “Korps Slavia”. Sejumlah sumber menyebutkan bahwa mereka
adalah para purnawirawaan pasukan khusus (Spetsnaz)
atau dari unit tentara AU Rusia (paratroopers),
anggota polisi unit khusus, polisi anti huru-hara, dan gerombolan bersenjata
yang diberhentikan dari unit kesatuannya (desertir). Tidak menutup kemungkinan
bahwa mereka itu adalah para veteran Perang Chechnya
yang telah banyak melakukan tindak kejahatan perang dan kemanusiaan selama
bertugas di wilayah Chechnya.
Korps Slavia, tentara bayaran (mercenaries) asal Rusia yang bertempur membantu rezim Bashar
al-Assad di Suriah.
Informasi dari Kavkaz Center
ini kemudian mendorong pihak surat
kabar Petersburg Fontanka melakukan
investigasi sendiri atas dugaan keterlibatan tentara bayaran Rusia dalam
konflik di Suriah. Pihak Fontanka berhasil
mewawancarai sekelompok tentara bayaran Rusia dan mendapatkan informasi terkait
mengenai beberapa rincian partisipasi mereka dalam konflik di Suriah. Dari
informasi tersebut dapat diketahui bahwa pihak militer Suriah menempatkan
batalyon tentara bayaran Rusia ke dalam pasukan cadangan. Di bulan Oktober
2013, jumlah kekuatan “Korps Slavia” ini adalah sebesar 267 personil yang
terbagi ke dalam 2 kompi. Mereka selain diperlengkapi dengan senapan serbu seri
AK, juga dilengkapi dengan senapan mesin berat dan pelontar granat. Sementara
untuk senjata anti-pesawat dan mortar yang mereka pakai boleh dibilang dari
model yang sudah usang
dan merupakan sisa-sisa peninggalan Perang Dunia II antara tahun 1939 – 1943.
Batalyon tentara bayaran Rusia ini dilengkapi pula dengan empat tank tempur
T-72 dan beberapa ranpur lapis baja seri BMP untuk mobilitasnya.
Untuk menghadapi kekuatan perlawanan
para Mujahidin, pihak militer Suriah ternyata tidak hanya menyewa tentara
bayaran asal Rusia, namun juga dari Iran dan milisi Hizbullah yang
merupakan sekutu Syiah mereka. Jumlah tentara bayaran tersebut bahkan mencapai
hingga ribuan. Padahal selama ini rezim Bashar al-Assad selalu gencar
melontarkan tuduhan bahwa kaum pemberontak Suriah didukung oleh para teroris
asing dan bukan dari rakyatnya sendiri. Meskipun lucunya, Assad yang Syiah itu mengklaim
dirinya masih tetap didukung oleh rakyat Suriah yang mayoritas warga Sunni dan
menentang ajaran Alawiyah.
Faktor penyebab mengapa pemerintah
Suriah sampai menyewa begitu banyak tentara bayaran juga terungkap dari
keterangan Abu Isa al-Shishani yang mengatakan bahwa, “… tentara Assad mengalami demoralisasi dan kehilangan motivasi untuk
bertempur. Terlepas adanya dukungan yang kuat dari Rusia, Iran, dan Cina.
Tentara Assad sebenarnya mengalami intimidasi internal yang membuat mereka terpaksa
untuk berperang. Hanya tentara bayaran dari Iran
dan Lebanon
(milisi Hizbullah) yang semangat
untuk berperang, namun itu pun demi uang yang banyak.”
Kondisi yang diungkapkan oleh Abu Isa
tersebut secara tidak langsung juga turut dibenarkan oleh pidato Sekjen
Hezbollah sendiri, Hassan Nasrullah, yang mengungkapkan bahwa tanpa dukungan
sekutu-sekutunya, rezim Bashar al-Assad dapat dipastikan sudah jatuh sejak
dulu. Rezim Assad benar-benar sangat tergantung kepada sekutu-sekutunya,
terutama dari Rusia, Iran, dan milisi Syiah Hezbollah di
Lebanon, untuk dapat tetap melanggengkan kekuasaannya. (***)
Sumber Website:
http://www.kavkazcenter.com
http://www.eaworldview.com
http://www.shoutussalam.com
Subscribe to:
Posts (Atom)