Monday, July 1, 2013

MUJAHIDIN CHECHNYA BERTEMPUR DI SURIAH



Oleh : Ari Subiakto


Dengan dikelilingi oleh sejumlah pejuang bersenjata, Abu Omar al-Chechen duduk bersimpuh di atas karpet menyampaikan pesan kepada seluruh kaum muslimin untuk mendukung jihad melawan Presiden Suriah, Bashar al-Assad, yang didukung oleh pemerintah Rusia pimpinan Vladimir Putin. Militan Islam asal Chechnya ini menjadikan berdirinya sebuah kekhalifahan Islam sebagai tujuan utama perjuangan mereka. Pidato yang diucapkannya dalam bahasa Rusia dan kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Arab oleh para pejuang dari Brigade Muhajirin pimpinannya ini dimaksudkan untuk disebarluaskan ke seluruh dunia Islam.

Kemunculan pertama kali Abu Omar al Chechen dalam sebuah rekaman video yang di-release oleh pihak Kavkaz Center pada tanggal 7 Februari 2013 tersebut menjadi bukti kuat adanya orang-orang Chechen yang terlibat dalam konflik di Suriah yang selama ini selalu disangkal keberadaannya oleh otoritas pemerintah Rusia. Abu Omar yang berjanggut merah pirang tampak berbeda sendiri dari para pejuang berwajah Arab di sekitarnya. Ia bersama sejumlah pejuang Suriah terlihat duduk bersimpuh di depan bendera hitam bertuliskan kalimat syahadat yang selama ini oleh pihak barat diidentikkan sebagai bendera kelompok al Qaeda, padahal bendera tersebut adalah bendera jihad internasional yang dikibarkan oleh semua mujahidin di seluruh dunia.

Abu Omar al-Chechen (duduk kedua dari kiri) dikelilingi oleh sejumlah Mujahidin Suriah.

Berbeda dengan pemberitaan media massa sebelumnya mengenai peran serta para Mujahidin Chechnya dalam berbagai medan jihad dunia, seperti di Irak dan Afghanistan, yang masih simpang siur dan tidak memiliki bukti-bukti yang kuat. Dalam jihad di Suriah kali ini, peran para Mujahidin Chechnya telah jelas terbukti keterlibatannya. “Ini pertama kalinya sejumlah besar pejuang Chechen ambil bagian dalam aksi militer langsung di luar wilayah Chechnya,” ujar Mairbek Vatchagayev, seorang analis konflik di wilayah Kaukasus Utara.

Sebelumnya, indikasi keterlibatan para pejuang Chechnya dalam konflik di Suriah muncul dari kabar terbunuhnya Rustam Gelayev, putra dari Ruslan Gelayev (komandan legendaris pejuang Chechen selama berlangsungnya Perang Chechnya), dalam sebuah pertempuran di wilayah Suriah pada bulan Agustus 2012 lalu. Pada mulanya, pihak otoritas pemerintah Rusia di Chechnya yang diwakili oleh Ramzan Kadyrov, membantah keras adanya keterlibatan para militan Chechen dalam perang menentang rezim Bashar al-Assad. Kadyrov menganggap laporan-laporan yang menyebutkan adanya para pejuang Chechen bertempur di Syria itu sebagai kabar bohong. Bantahannya tersebut merupakan wujud loyalitasnya kepada pemerintah Moskow dan juga untuk mengelak dari ketidakmampuannya dalam mengendalikan dan mengeliminasi unsur-unsur perlawanan di wilayahnya.

Meskipun pihak otoritas pemerintah Rusia sebelumnya membantah keras mengenai adanya keterlibatan para pejuang Chechen yang bertempur bersama para pejuang Suriah, namun bukti-bukti di lapangan justru menunjukkan hal yang sebaliknya. Sejumlah laporan video dengan jelas menunjukkan sejumlah kesuksesan operasi militer para pejuang Chechen di Suriah, dimana para pejuang Chechen ternyata memang terlibat aktif dalam konflik bersenjata di Suriah untuk menentang rezim Bashar al-Assad yang merupakan sekutu Rusia di wilayah Timur Tengah. Keberadaan para pejuang dari wilayah Kaukasia yang turut memerangi rezim Assad ini pun menjadi satu coreng memalukan tersendiri bagi pemerintahan Presiden Putin.

Para pejuang Chechen atau para militan Islam bersenjata yang berasal dari wilayah Kaukasus dan sejumlah wilayah lainnya di selatan Rusia, selama beberapa bulan sejak pertengahan tahun 2012 memang telah kerap kali terlihat di medan pertempuran Suriah. Pada bulan Oktober 2012 lalu, satu grup “imigran Chechen” diketahui telah turut bertempur bersama dengan satu elemen dari unit Tentara Pembebasan Suriah (Free Syrian Army) yang berada di bawah komando Front Al Nusrah, untuk mengambil alih kendali atas satu posisi kunci sistem pertahanan udara dan pangkalan misil Scud milik pihak militer Suriah di Aleppo. Pihak The Long war Journal saat itu berspekulasi bahwa grup tersebut adalah militan Islam dari negara Emirat Kaukasus pimpinan Doku Umarov.

Menurut pihak Kavkaz Center, Brigade Muhajirin pimpinan Abu Omar al Chechen "adalah salah satu dari unit Mujahidin paling aktif yang bertempur di Suriah melawan rezim Alawit Assad dan tentara bayaran Iran rafidhah."

Para pejuang Chechen yang kemudian tergabung ke dalam Brigade Muhajirin tersebut diketahui turut berpartisipasi dan memainkan peranan penting dalam sejumlah serangan terhadap pangkalan dan instalasi militer pemerintah Suriah pada bulan Oktober 2012 di wilayah Aleppo. Selanjutnya, pada pertengahan Desember, Brigade Muhajirin bekerja sama dengan Front Al Nusrah melakukan penyerbuan ke pangkalan Sheikh Suleiman atau yang dikenal pula sebagai “Base 111” yang berada di sebelah barat Aleppo. Para pejuang Arab dan Asia Tengah (Tajikistan) dilaporkan juga turut berpartisipasi dalam pertempuran ini. Berikutnya, di pertengahan Februari 2013, Front Al Nusrah bersama Brigade Tauhid dan Brigade Muhajirin, menyerbu markas militer Resimen Ke-80 Suriah yang berada di dekat bandara utama kota Aleppo di sebelah timur Suriah.

Tentara pemerintah Suriah dan para analis memperkirakan jumlah militan Islam asal wilayah Kaukasus Utara yang bertempur di Suriah adalah antara puluhan hingga 100 orang. Namun menurut laporan Kavkaz Center jumlah mereka adalah sekitar 150 orang dan tersebar ke dalam empat brigade, salah satu dari brigade tersebut bahkan berasal dari wilayah Kabrdino-Balkaria (salah satu wilayah tetangga Chechnya). Tujuan mereka bertempur di Suriah sama seperti saudara-saudara mereka yang bertempur di wilayah asalnya, yaitu untuk mendirikan satu negara Islam atau kekhalifahan Islam, dan sama-sama memerangi rezim pemerintahan sekuler yang didukung oleh Rusia. Selain itu, konflik di Suriah juga merupakan medan pertempuran sesungguhnya dimana mereka dapat memperoleh pengalaman dan pelatihan, mempraktekkan dan mengasah kemampuan (skill) bertempur, sekaligus membina hubungan dan menciptakan jaringan internasional antar para mujahidin dari berbagai negara.

Meskipun para analis berpendapat bahwa orang-orang Chechen yang bertempur di Suriah merupakan warga Chechnya yang mengungsi keluar dari wilayah Chechnya sejak pecah Perang Chechnya I (1994-1995) dan kemudian tersebar di sejumlah negara Eropa. Namun fakta di lapangan menunjukkan bahwa para pejuang Chechen yang bertempur di Suriah ini ternyata memperlihatkan skill dan kemampuan tempur yang sangat baik. Mereka sepertinya telah terlatih dan banyak memiliki pengalaman di medan tempur. Orang-orang Chechen itu terlihat lebih matang, bertubuh lebih tinggi, besar, dan lebih kuat. Mereka mengenakan seragam tempur bukan pakaian sipil, dan menenteng persenjataan mereka dengan penuh percaya diri. Mereka juga sepertinya tidak mengenal lelah. Bergerak dengan sesamanya seperti sebuah unit pasukan khusus. Seorang jurnalis Koran Inggris, The Guardian, menulis di bulan September 2012 bahwa orang-orang Chechen bertempur di Suriah dengan “sangat terorganisasi baik dan memperlihatkan keberanian yang tinggi”. Kemampuan dan kelebihan ini menjadikan mereka sangat disegani dan dihormati oleh para pejuang lokal Suriah. Hal ini tidaklah mengherankan bagi kita mengingat reputasi para pejuang Chechen selama ini telah begitu dikenal dunia sebagai "the best of the jihadist fighters."

Tidak disangsikan lagi bahwa para pejuang Chechnya yang bertempur di Suriah adalah para veteran Perang Chechnya I (1994-1996) atau II (1999-2000). Mereka kemungkinan berasal dari wilayah Pankisi Gorge, suatu wilayah di perbatasan Chechnya-Georgia yang banyak dihuni oleh penduduk beretnis Chechen yang dikenal sebagai kaum Kists. Hal ini terbukti bahwa dua orang komandan pejuang Chechen di Suriah, yaitu Abu Omar al-Chechen dan Emir Saifullah adalah orang Chechen yang berasal dari Pankisi Gorge.

Salah seorang pejuang Chechen lainnya yang berasal dari wilayah Pankisi Gorge adalah Abu Hamza. Ia mengatakan kepada seorang jurnalis barat bahwa yang memotivasi dirinya untuk pergi Suriah dan bergabung dengan pasukan pemberontak adalah sebuah video yang disaksikannya di internet yang memperlihatkan pasukan pemerintah Suriah membantai wanita dan anak-anak yang tidak bersalah. Perbatasan Rusia-Georgia yang dikontrol secara ketat membuat jauh lebih mudah bagi Abu Hamza dan orang-orang Kists yang tinggal di Pankisi untuk menyeberang ke wilayah Suriah daripada masuk ke wilayah Chechnya untuk bergabung dengan para mujahidin di wilayah Kaukasus Utara.

Wilayah Pankisi Gorge selama ini memang dikenal sebagai wilayah basis bagi para pejuang Chechnya yang terdesak mundur oleh pasukan Rusia untuk membangun kembali kekuatan mereka. Pasca Perang Chechnya II, dua tokoh utama komandan pejuang Chechnya, yaitu Ruslan Gelayev dan Dokka Umarov, dilaporkan pernah membangun kembali kekuatan pasukan mereka yang telah porak-poranda di wilayah ini, sebelum kemudian kembali masuk ke wilayah Chechnya untuk memerangi tentara-tentara Rusia. Karena itulah wilayah perbatasan tersebut kini dijaga ketat oleh otoritas pemerintah Rusia.

Namun selain orang-orang Kists dari wilayah Pankisi Gorge, tidak menutup kemungkinan pula bahwa orang-orang Chechen yang berjihad di Suriah ini merupakan warga Chechnya yang mengungsi atau terusir dari negerinya saat berlangsungnya Perang Chechnya dan kemudian tersebar di sejumlah negara, atau para pemuda pelajar Chechen yang belajar di sejumlah sekolah agama di luar wilayah Rusia, terutama di negara-negara Arab. Hal ini sesuai dengan keterangan Abu Hamza sendiri yang mengatakan bahwa hampir sebagian besar orang-orang Chechen yang ditemuinya selama beberapa bulan di Suriah berasal dari kategori ini.

Sebagai contoh, menurut keterangan sejumlah dinas intelejen barat, salah satunya dinas intelejen Inggris, pada tanggal 23 Desember 2012 lalu dilaporkan bahwa sebanyak 39 orang warga Chechen yang tinggal di Inggris, telah meninggalkan bandara internasional Heathrow di London untuk terbang menuju ke Istanbul, Turki, dimana selanjutnya mereka pergi ke Suriah melalui perbatasan Turki dan bergabung dengan para milisi jihad di sana.

Orang-orang Chechen yang bertempur di Suriah ini, terutama para pemuda pelajar dari sejumlah Universitas Islam, bertempur dengan motivasi dan cita-cita yang sama dengan perjuangan saudara-saudara mereka di Kaukasus Utara, yaitu untuk menegakkan syariat Islam dan mendirikan satu kekhalifahan Islam. Mereka lebih memilih bergabung dan bertempur dengan mujahidin di Suriah yang menentang rezim Assad, bukan karena mereka berseberangan atau berselisih paham dengan para mujahidin di Kaukasus, tetapi lebih disebabkan karena mereka tidak dapat pulang kembali ke tanah air mereka. Mengingat pasca Perang Chechnya, para warga Chechen yang mengungsi ke luar negaranya telah dihalang-halangi oleh pemerintah Rusia sehingga tidak bisa kembali ke tanah airnya. Pemerintah Rusia khawatir mereka akan berpotensi memberi tenaga baru bagi perlawanan mujahidin di wilayah Kaukasus.

Meskipun tidak berjihad di tanah air mereka sendiri, namun orang-orang Chechen ini memiliki tujuan perjuangan yang jelas. Seperti yang ditegaskan oleh Emir Saifullah bahwa, "Kami datang kemari untuk menegakkan hukum Allah… Kami memiliki satu tujuan, yaitu untuk menegakkan syariah, hukum Allah." Saifullah juga mengatakan bahwa tidak ada perbedaan atau diskriminasi wilayah dalam berjihad menegakkan hukum Allah. Meskipun dirinya berasal dari wilayah Kaukasus, tetapi jihad yang dilakukannya tidak harus dilakukan di wilayah Kaukasus, karena sama saja antara berjihad di wilayah Kaukasus maupun di Suriah selama tujuannya adalah satu, yaitu untuk menegakkan syariat Islam dan memerangi musuh-musuh Allah. “Bagi kami, tidak ada perbedaan antara Suriah, Mesir, Irak, Afghanistan, Chechnya, wilayah Kaukasus, atau tempat lainnya," ujarnya.

Lebih lanjut, para mujahidin Chechen ini justru malah melebur dan menyatu dengan kekuatan mujahidin Suriah. Berita terakhir menyebutkan bahwa Abu Omar al Chechen mengumumkan pembentukan Jaish al-Muhajireen wal Ansar atau Tentara Muhajirin dan Anshar yang terintegrasi langsung dengan sejumlah unit tempur pasukan pejuang Suriah. Pembentukan Tentara Muhajirin dan Anshar ini pertama kali diberitakan pada tanggal 26 Maret 2013 oleh pihak KavkazCenter, pusat informasi utama para pejuang Kaukasus. Dalam pemberitaan tersebut pihak KavkazCenter menyebutkan bahwa satu unit Mujahidin bernama Kataeb al Muhajireen atau Brigade Muhajirin di bawah pimpinan Abu Omar al Chechen telah bergabung dengan sejumlah brigade Mujahidin Suriah, antara lain seperti Kataeb Khattab (Brigade Khattab) dan Jaish Muhammad (Tentara Muhammad). Hasil dari penggabungan sejumlah kelompok Mujahidin ini adalah terbentuknya Jaish al Muhajireen wal Ansar atau Tentara Muhajirin dan Anshar. Pihak Kavkaz Center menyebutkan bahwa Tentara Muhajirin dan Anshar ini berkekuatan total lebih dari 1.000 mujahidin dan daerah operasional utama mereka adalah di Propinsi Aleppo. Keberadaan mereka kini telah diperhitungkan sebagai salah satu grup tempur yang paling menonjol dalam jihad di Suriah.

"Kehadiran mereka (orang-orang Chechen) sangat signifikan, di sejumlah area mereka memimpin jalannya pertempuran dan sebagian dari mereka bahkan adalah para komandan brigade. Mereka adalah pejuang yang sangat berpengalaman dan juga bertempur berdasarkan ideologi yang kuat, sehingga mereka tidak mengenal kata mundur," ujar salah seorang sumber yang berhubungan dekat dengan para pejuang Suriah. Menurut sumber Suriah lainnya menyebutkan bahwa orang-orang Chechen merupakan pasukan asing terbesar kedua yang bergabung dengan para pejuang Suriah setelah para pejuang asal Libya.

Tapi ada satu hal yang menarik, yaitu meskipun orang-orang Chechen yang berjihad di Suriah secara resmi berada dalam kesatuan Brigade Muhajirin yang kemudian melebur menjadi Tentara Muhajirin dan Anshar, namun ada sejumlah batalyon mujahidin Suriah lainnya yang memberi nama kesatuan mereka dengan nama “Jokhar Dudaev” (presiden pertama Chechnya). Selain itu ada pula batalyon mujahidin Suriah yang diberi nama batalyon “Shamil Basaev” dan “Emir Khattab”. Nama-nama tersebut tidak berarti bahwa anggota kesatuan tersebut terdiri dari orang-orang Chechen, malahan anggota batalyon-batalyon tersebut justru terdiri dari warga Suriah asli dan tak ada satu pun orang Chechen yang tergabung di dalamnya. Hal ini menunjukkan bahwa perjuangan masyarakat Chechen berjihad melawan penjajah kafir Rusia ternyata sudah begitu terkenal ke seantero dunia, terutama di kalangan para jihadis, sampai-sampai orang Suriah dengan bangga memberi nama batalyon pasukan mereka dengan nama para pahlawan Chechnya.

Sementara menanggapi konflik yang terjadi di Suriah, Dokka Umarov sebagai Amir negara Islam Emirat Kaukasus, memuji dan mendukung perjuangan para mujahidin Suriah. Umarov menyatakan bahwa rezim Assad adalah salah satu musuh Islam yang harus diperangi dan para mujahidin Kaukasus Utara berdoa untuk para mujahidin Suriah agar diberikan kemenangan. Pada bulan November 2012, Umarov juga mengeluarkan pernyataannya di website Kavkaz Center mengenai jihad di Suriah. "Saya menyerukan kepada saudara-saudara kami, dan saya ingin menekankan bahwa kami, Mujahidin Kaukasus, mendoakan kalian semua, memohon kepada Allah untuk menolong kalian dengan menurunkan malaikat-malaikatnya, dan Allah akan menolong kalian dalam segala hal.

Dalam pernyataannya tersebut, Umarov memperingatkan kepada para mujahidin Suriah untuk tidak “mengganti rezim Bashar al-Assad dengan menerima bantuan dari Turki, atau Arab Saudi, atau Mesir, atau Amerika, atau Inggris, yang hanya akan menempatkan boneka mereka dengan dalih demokrasi." Umarov menekankan bahwa ia tidak mendukung mereka yang ingin mengganti rezim Assad dengan tokoh boneka yang dikendalikan oleh barat.

Menurut Umarov, jihad di wilayah Kaukasus Utara jauh labih brutal daripada di Suriah. Karena itu, Umarov menyatakan bahwa para mujahidin Chechen yang bertempur di Suriah tidak berada di bawah komando atau kendali dirinya. Mereka berjuang secara independen dan bukan atas nama negara Emirat Kaukasus. Diketahui bahwa orang-orang Chechen dan sejumlah pejuang dari wilayah Kaukasus Utara lainnya yang bertempur di Suriah, memilih untuk berjihad di Suriah atas keinginan mereka sendiri dan bukan karena mereka bertentangan atau berseberangan dengan perjuangan Dokka Umarov di wilayah Kaukasus Utara. Alasan mereka lebih disebabkan karena mereka melihat rezim Assad telah membantai kaum muslimin yang tidak mau mengikuti ajaran Alawit. Doktrin ajaran Alawit sendiri adalah merupakan versi ekstrim dari ajaran Syiah yang telah jauh menyimpang dari ajaran agama Islam yang sebenarnya. Alasan ini merupakan hal yang sangat mendasar bagi kaum mujahidin, terutama bagi para pejuang Chechen, karena perlu diingat bahwa tidak ada seorang pejuang Chechen pun yang bertempur di Irak untuk melawan Saddam Hussein atau bertempur melawan Muammar Qaddafi di Libya, karena meskipun judulnya sama-sama berperang melawan rezim diktator, tetapi berbeda dengan rezim Assad, Saddam Hussein dan Khadafi adalah Islam Sunni dan keduanya adalah musuh Amerika-Israel.

Sementara di Suriah, rezim Assad beraliran Syiah dan sangat memusuhi Islam Sunni yang dianut oleh sebagian besar kaum Mujahidin. Meskipun rezim Assad didukung oleh negara Syiah seperti Iran dan juga Hizbullah yang bermusuhan dengan Amerika-Israel, namun perlu untuk dikritisi bahwa perseteruan antara Iran dengan Amerika-Israel ini bisa dibilang hanyalah perseteruan “pura-pura”. Fakta dan sejarah membuktikan bahwa orang-orang Syiah jauh lebih suka bekerja sama dengan kaum Yahudi-Israel untuk memerangi orang-orang Islam Sunni, daripada harus bersatu dan bekerja sama dengan orang-orang Islam Sunni untuk memerangi Amerika-Israel. Itulah sebabnya kenapa konflik di Suriah cenderung dibiarkan berlarut-larut oleh pihak barat (Amerika-Israel). Tidak seperti kaum oposisi penentang rezim Khadafi di Libya yang dibantu oleh tentara Amerika, di Suriah kaum mujahidin penentang rezim Assad tidak dibantu oleh pihak barat (Amerika-Israel), karena baik kaum oposisi Suriah (para mujahidin) dan rezim Assad (Syiah Iran) adalah sama-sama musuh bagi Amerika-Israel. Jadi keduanya dibiarkan saja terus-menerus saling berperang hingga berlarut-larut untuk melemahkan kekuatan keduanya, sehingga pada saat keduanya telah lemah, Amerika-Israel dapat mendatangkan pasukan PBB untuk memasang boneka mereka di Suriah. Jika sudah begitu, ancaman dari kaum mujahidin pun lenyap, dan rezim Syiah Assad yang merupakan pion terdepan Iran untuk menghadapi Isreal pun hilang dari peta. Dengan begitu, keuntungan gratis dapat diperoleh Amerika-Israel tanpa harus bersusah-payah memihak salah satu dari mereka.

Sementara itu, untuk lebih melemahkan kaum mujahidin agar mereka terlibat peperangan dengan sesama umat Islam Sunni, pihak Amerika-Israel cukup dengan menghembuskan isu bahwa kaum Mujahidin telah mereka bantu selama memerangi rezim Assad seperti halnya mereka telah membantu kaum oposisi Libya. Tujuannya adalah untuk mengadu domba agar umat Islam Palestina (Sunni) membenci dan memerangi kaum mujahidin karena mereka telah memerangi sekutu Iran yang selama ini telah berkoar-koar menentang keberadaan Israel di Timur Tengah.

Namun terlepas dari semua itu, keterlibatan para pejuang Chechen dalam konflik di Suriah pada akhirnya kembali memberikan gambaran nyata kepada kita mengenai persaudaraan dalam Islam yang tidak mengenal batas suku, bangsa, etnis, bahasa, maupun wilayah teritorial. Jika dahulu ada Sheikh Abdullah Azzam, warga Palestina yang berjihad bersama Mujahidin Afghanistan, lalu ada Sheikh Abdul Aziz Barbaros warga Arab yang berjihad di Bosnia, juga Komandan Khattab yang berjihad di Chechnya, dan Osama bin Laden yang berjihad bersama Taliban, maka kini ada Abu Omar al-Chechen, mujahidin asal Chechnya yang membantu saudara-saudara sesama muslim di Suriah. Mereka semua telah dipersatukan oleh satu keimanan dan satu keyakinan Islam yang merupakan unsur pemersatu umat manusia yang paling hakiki, sehingga tidak ada lagi penghalang yang membatasi mereka. Kerja sama antar para mujahidin dari berbagai penjuru dunia, terutama dalam membantu dan menolong sesama kaum muslimin yang tertindas dan teraniaya dalam berjihad di jalan Allah, demi tegaknya hukum syariat Islam di muka bumi, menjadi contoh keteladanan yang tidak akan pernah mati dan usai, meski musuh-musuh Islam dan kaum kafir berusaha keras untuk memadamkannya. (***)

Sumber:

Roggio, Bill. 2013. Chechen commander forms 'Army of Emigrants,' integrates Syrian groups. http://www.longwarjournal.org

Roggio, Bill. 2013. Chechen commander leads Muhajireen Brigade in Syria. http://www.longwarjournal.org

Vatchagaev, Mairbek. Chechens Are Among Foreigners Fighting to Overthrow Bashar al-Assad. Eurasia Daily Monitor Volume: 9 Issue: 219, November 30, 2012. http://www.jamestown.org

Vatchagaev, Mairbek. Russian Muslim Militants Are Joining the Ranks of Rebel Fighters in Syria. Eurasia Daily Monitor Volume: 10 Issue: 117, June 20, 2013. The Jamestown Foundation

6 comments:

  1. sangat3x menarik.....

    ReplyDelete
  2. sangat menarik, sedikit kritik perang suriah bukan perang sesama islam, perang saudara melainkan perang islam vs syiah( hisbullah) dan khawarij ( isis, isil, al shabab). tks

    ReplyDelete
  3. sangat membantu saya,, dan menambah pengetahuan

    ReplyDelete
  4. Kerajaan malaysia mengharamkan rakyatnya pergi ke syiria dgn alasan perjuang menentang bashar asad adalah haram... Memang sial kerajaan bn dibawah perdana menteri najib!

    ReplyDelete
  5. pejuang checen banyak bergabung dengan ISIS

    ReplyDelete
  6. Good information..semoga kaum Sunni tidak patah semangat..kamu di sini sll berdoa dalam sujud akhir kami buat kalian, wahai ahlul sunnah wal jamaah..inshaa Allah kalian menang dgn bantuan Allah SWT. Amiiiiin

    ReplyDelete