Monday, May 9, 2016

GERHANA MATAHARI DAN HARI KIAMAT


Oleh: Ari Subiakto

Kajian ini berawal dari sebuah pertanyaan sederhana yang muncul di dalam benak penulis, yaitu mengapa pada saat terjadinya gerhana, kita selaku umat Islam sangat dianjurkan (sunnah muakad), bahkan sebagian ada yang berpendapat diwajibkan, untuk melaksanakan shalat gerhana? Ada apa dengan peristiwa gerhana? Bukankah peristiwa itu hanyalah fenomena alam biasa? Jawabannya ternyata penulis temukan secara tidak sengaja, ketika penulis “iseng-iseng” membuka dan membaca terjemahan ayat-ayat Al-Qur’an yang menyebutkan kata “bulan” sambil menunggu pelaksanaan shalat gerhana berjamaah pada tanggal 9 Maret 2016 di Masjid Al-Hikmah, Bandar Lampung. Penulis menemukan jawaban tersebut dalam Surat Al-Qiyamah (75) ayat 6-9.

Dia bertanya, “Kapankah hari kiamat itu?” Maka apabila mata terbelalak (ketakutan), dan bulan pun telah hilang cahayanya, lalu matahari dan bulan dikumpulkan.” (QS. Al-Qiyamah (75): 6-9)

Saat membaca ayat-ayat tersebut di atas, seketika penulis langsung menyadari bahwa ayat-ayat tersebut bercerita tentang peristiwa gerhana matahari total, dan peristiwa itu ternyata terjadi pada saat hari kiamat. Perhatikan dua isyarat yang disebutkan dalam ayat 8 dan 9. Di ayat 8, dikatakan; “bulan telah hilang cahayanya”. Seperti yang kita ketahui dalam peristiwa gerhana matahari total, bulan hanya tampak sebagai sebuah lingkaran atau bulatan hitam yang gelap yang tidak memancarkan atau memantulkan cahaya sama sekali atau dengan kata lain bulan telah kehilangan cahayanya. Sementara pada ayat 9 disebutkan; “lalu matahari dan bulan dikumpulkan”, ayat ini tentu saja melukiskan tentang puncak peristiwa gerhana matahari total, dimana posisi bayangan bulan menyatu persis dengan matahari, sehingga menutupi secara total cahaya matahari. Inilah yang dimaksud ayat ini dengan kata wajumia’ atau “dikumpulkan”. Dan semua itu dikatakan terjadi pada saat hari kiamat, karena ayat 8 dan 9 tersebut merupakan jawaban dari pertanyaan pada ayat 6, yaitu “Kapankah hari kiamat itu?


Dalam peristiwa gerhana matahari total terlihat matahari dan bulan “dikumpulkan”.

Selaras dengan Surat Al-Qiyamah ayat 8 dan 9 di atas adalah tafsir Surat At-Takwir ayat 1 yang berbunyi; “Apabila matahari digulung.” Mengapa dalam ayat pertama Surat At-Takwir tersebut Allah melukiskan peristiwa gerhana matahari tersebut dengan kata-kata “matahari digulung”? Seolah-olah matahari itu adalah seperti selembar kertas atau karpet saja. Ternyata ini adalah sebuah perumpamaan. Sekarang lihatlah pada peristiwa gerhana matahari, maka kita akan menyaksikan bagaimana cahaya matahari digulung oleh bayangan bulan dari tepinya sedikit demi sedikit. Bukankah saat kita menggulung lembaran kertas atau karpet juga dari tepinya sedikit demi sedikit? Inilah tafsir yang dimaksud dengan “matahari digulung” tersebut, yaitu peristiwa gerhana matahari total.


Matahari terlihat seperti “digulung” oleh bayangan bulan.

Jadi, dari ayat-ayat tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa hari kiamat terjadi bertepatan dengan saat berlangsungnya peristiwa gerhana matahari total, dan bukan sebagai tanda-tanda akan terjadinya hari kiamat seperti anggapan kita selama ini. Subhanallah! Inilah sebabnya kenapa Rasulullah SAW merasakan bahwa peristiwa gerhana matahari sebagai sebuah peristiwa yang sangat menakutkan atau mencekam sebagaimana hadist yang diriwayatkan oleh Abu Musa Al-Asyari r.a. berikut ini; “Tatkala terjadi gerhana matahari pada masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Nabi lantas berdiri terkejut, takut karena khawatir akan terjadi hari kiamat, sehingga beliau pun mendatangi masjid kemudian beliau mengerjakan shalat dengan berdiri, ruku’ dan sujud yang lama. Aku belum pernah melihat beliau melakukan shalat sedemikian rupa….” (HR. Muslim).

Rasa takut Nabi ini dikarenakan beliau mengetahui bahwa hari kiamat terjadi saat berlangsung peristiwa gerhana matahari, namun karena beliau tidak mengetahui kapan tepatnya hari kiamat tersebut (karena hanya Allah yang tahu), maka beliau kemudian mengajak atau menyuruh umatnya untuk melaksanakan shalat, berdoa, berdzikir, dan bersedekah (beramal saleh) saat terjadinya peristiwa gerhana matahari, mengingat tidak ada yang tahu gerhana matahari yang mana yang waktunya berbarengan dengan hari kiamat.

Rasulullah SAW bersabda; “Sesungguhnya matahari dan bulan adalah bukti tanda-tanda kekuasaan Allah. Sesungguhnya keduanya tidak mengalami gerhana karena kematian seseorang, dan tidak pula karena kelahiran seseorang. Oleh karena itu, bila kalian melihatnya, maka berdoalah kepada Allah, bertakbirlah, shalat dan bersedekah….” (HR. Bukhari dan Muslim). Dengan kita sedang melakukan amal saleh, apakah itu dengan shalat, berdzikir, atau bersedekah saat terjadinya peristiwa gerhana matahari, maka diharapkan jika gerhana tersebut memang terjadi bertepatan dengan datangnya hari kiamat, maka pada saat itu kita sedang berbuat kebajikan atau sedang melakukan perbuatan amal saleh, sehingga hidup kita akan berakhir secara khusnul khatimah.

Ternyata inilah jawaban dari pertanyaan sederhana penulis yang ternyata bukanlah suatu perkara yang sederhana. Oleh sebab itu, peristiwa gerhana matahari adalah momentum yang tepat bagi umat manusia, khususnya orang-orang yang beriman (umat Islam) untuk mengingat kembali tentang bagaimana dahsyat dan mencekamnya detik-detik saat terjadinya hari kiamat. Maka sangatlah wajar jika Rasulullah SAW dan orang-orang yang beriman merasa takut dengan terjadinya peristiwa gerhana matahari karena fenomena alam tersebut mengingatkan mereka akan datangnya hari kehancuran bumi dan seisinya.

Lalu bagaimana dengan orang-orang yang menyambut peristiwa datangnya gerhana matahari dengan tidak berdzikir (mengingat Allah), atau beristighfar (memohon ampunan Allah), atau bersedekah (beramal saleh)? Malahan mereka menyambutnya dengan suka cita dan tanpa ada rasa takut sama sekali. Mereka itulah golongan orang-orang yang tidak tahu (bodoh) dan bisa jadi mereka itulah golongan orang-orang yang ketakutannya datang belakangan seperti yang disebutkan ciri-cirinya pada ayat ke-7 Surat Al-Qiyamah di atas, dimana mata mereka terbelalak karena ketakutan, dan saat itu tentu saja semuanya sudah terlambat. Wallahu’alam.