Saturday, April 22, 2017

Seri Biografi Komandan Mujahidin

Seri 01 Biografi Komandan Mujahidin
Dokka Umarov – Amir Mujahidin Emirat Kaukasus



Jalan jihad untuk menegakkan syariat Islam adalah jalan hidup yang teramat berat. Tidak banyak manusia yang lahir ke muka bumi ini yang mau memilih jalan ini sebagai jalan hidupnya. Hanya manusia-manusia terpilih, yang memiliki keyakinan yang benar dan lurus, juga keberanian dan ketabahan yang tinggi yang bersedia untuk terjun menapaki jalan ini. Dokka Umarov, pemimpin pejuang Chechnya, adalah salah satu dari manusia pilihan tersebut. Beliau memilih jalan jihad sebagai jalan hidupnya, meskipun itu harus dilaluinya dengan berat dan penuh penderitaan. Dengan berani dan lantang, meski tidak didukung oleh jumlah dan kekuatan yang besar, beliau memproklamasikan berdirinya Negara Islam Emirat Kaukasus dan menyerukan seruan jihad global untuk membela dan melindungi umat Islam yang tertindas di seluruh penjuru dunia.

Buku berjudul “Dokka Umarov: Amir Mujahidin Emirat Kaukasus” ini adalah buku pertama di Indonesia, bahkan mungkin di dunia, yang secara khusus mengangkat biografi Dokka Umarov, salah seorang tokoh pejuang Chechnya yang paling ditakuti oleh pemerintah Rusia. Meskipun diulas secara ringkas dan sederhana, namun perjalanan jihad Dokka Umarov yang terangkum dalam buku ini diharapkan dapat menjadi keteladanan yang menginspirasi kita semua, juga menambah informasi dan wawasan pengetahuan kita mengenai sejarah Islam di wilayah Kaukasia.



Tebal: 134 halaman
Ukuran: 21x14,5 cm
Sampul: softcover
Cetakan: Februari 2017
Harga: Rp. 50.000,- (belum termasuk ongkir)

Hanya dapat dipesan langsung, tidak tersedia di toko buku manapun. Bagi yang berminat bisa langsung menghubungi WA: 0817-6977-031


***

Mujahidin Chechen di Suriah

ABDUL HAKIM AL-SHISHANI
Amir Mujahidin Ajnad Al-Kavkaz

Oleh : Ari Subiakto



Informasi tentang komandan Mujahidin etnis Chechen yang satu ini memang sangat terbatas. Awal kiprahnya di Suriah pun sedikit sekali mendapat perhatian atau pemberitaan media. Namun kini, kelompok Mujahidin yang dipimpinnya merupakan kelompok Mujahidin Chechnya terbesar di Suriah dan termasuk salah satu kelompok Mujahidin asing yang diperhitungkan keberadaannya dalam jihad Suriah. Semua tak lepas dari kerja keras dan sosoknya yang pernah ditempa oleh pahit-getirnya medan perang Chechnya yang memang terkenal ganas dan brutal. Dia adalah Abdul Hakim al-Shishani, Mujahidin Chechnya generasi kedua yang menghabiskan hampir seluruh hidupnya di medan perang dan kini menjadi komandan Ajnad al-Kavkaz, kelompok Mujahidin yang sebagian besar anggotanya berasal dari wilayah Kaukasus Utara dan bermarkas di wilayah pegunungan Latakia, Suriah.


Abdul Hakim al-Shishani komandan Mujahidin Ajnad al-Kavkaz.

Abdul Hakim al-Shishani memiliki nama asli Rustam Azhiev. Ketika pecah perang Chechnya yang pertama pada tahun 1994, usianya baru genap 12 tahun. “Saya menyaksikan semuanya,” kenang Azhiev dalam sebuah wawancara di suatu tempat rahasia di kota Istanbul, Turki, pada musim gugur tahun 2015. “Saya menyaksikan bagaimana bangsa kami dibantai, dan bukan karena kami teroris. Dalam perang yang pertama, belum ada istilah yang namanya teroris. Saya menyaksikan pesawat-pesawat mengebomi desa-desa, membunuh laki-laki dan perempuan.”
Ketika perang Chechnya yang pertama berakhir di bulan Agustus 1996 yang ditandai dengan kesepakatan perundingan damai Khasav-Yurt, Chechnya menjadi negara yang merdeka secara de facto. Kondisi yang berlaku di masyarakat pun relatif tenang. Meski ada sejumlah kasus pembunuhan dan penculikan, namun setidaknya tidak ada perang yang terjadi saat itu. Azhiev yang ketika itu mulai beranjak remaja, bersama keluarganya tinggal di daerah pinggiran kota. Seperti umumnya anak-anak seusianya saat itu, Azhiev sangat menyukai olahraga, terutama olahraga seni bela diri. Bahkan adik laki-laki Azhiev sendiri, Anzor Azhiev, saat ini dikenal sebagai atlit seni bela diri (martial art) yang paling terkenal di Polandia.
Pada tahun 1999, ketika Perang Chechnya II pecah, Azhiev dan semua teman sekolahnya pergi ke medan perang. Selama lebih dari dua bulan lamanya (Desember 1999 – Januari 2000), mereka turut bertempur mempertahankan ibukota Grozny dari gempuran masif mesin-mesin perang tentara penjajah Rusia, hingga akhirnya ibukota Chechnya tersebut berubah menjadi puing-puing dan reruntuhan yang kehancurannya belum pernah ada yang menandingi sejak Perang Dunia II. Pada awal bulan Februari 2000 itu, pasukan pejuang Chechnya mundur dan melakukan evakuasi besar-besaran dari ibukota Grozny untuk mengungsi ke wilayah pegunungan di selatan Chechnya. Azhiev termasuk salah satu yang mengungsi bersama mereka.
Dua tahun kemudian, tepatnya di bulan Februari 2002, Shamsuddin Salavatov, seorang militan Chechen yang tergabung dalam kelompok Mujahidin yang dipimpin Komandan Khattab, membentuk kelompok jihadnya sendiri dari sejumlah warga desa Prigorodnoye yang terletak di salah satu distrik kota Grozny. Termasuk mereka yang direkrut olehnya adalah Rustam Basayev, Dzhambulat Sadayev, dan Rustam Azhiev. Shamsuddin Salavatov sendiri sebelumnya tergabung dalam unit yang dipimpin oleh seorang Mujahidin Arab asal Yordania bernama Abu Yakub yang menurut informsi pihak Rusia adalah komandan unit sabotase dan ahli bahan peledak dalam pasukan Mujahidin pimpinan Komandan Khattab. Namun Abu Yakub kemudian dilaporkan terbunuh di bulan Oktober 2001. Salavatov bersama unit yang dibentuknya kemudian bergabung dengan pasukan Mujahidin Arab lainnya yang dipimpin Abu Tariq yang kemudian akhirnya juga dilaporkan terbunuh di Chechnya pada tanggal 27 Desember 2002 setelah baru saja diangkat sebagai salah seorang deputi Abu al-Walid (pengganti Komandan Khattab yang syahid diracun bulan Maret 2002). Shamsuddin Salavatov sendiri akhirnya ditangkap oleh otoritas pemerintah Rusia pada tahun 2004 dan diadili oleh Pengadilan Tinggi Chechnya pada bulan Februari 2005 atas tuduhan serangkaian serangan teroris.
Dengan ditangkapnya Salavatov, posisi pimpinan kelompok Mujahidin yang dibentuknya lalu digantikan oleh Rustam (Abubakar) Basayev dan sebagai wakilnya adalah Rustam Azhiev. Pada bulan Juni 2006, di bawah pimpinan Rustam Basayev yang ternyata masih saudara sepupu dengan Shamil Basayev, unit Mujahidin dimana Azhiev bergabung diberi kepercayaan oleh Amir Mujahidin ChRI (Chechen Republic of Ichkeria) yang baru, Emir Dokka Umarov, untuk bertanggung jawab atas wilayah Front Chechnya Pusat. Tapi sayangnya, masa kepemimpinan Rustam Basayev sendiri tidak lama karena ia gugur terbunuh di tahun 2007, sehingga otomatis jabatan sebagai komandan pun langsung digantikan oleh Rustam Azhiev. Pada tahun 2007 tersebut, teman-teman masa kecil Azhiev yang masih hidup juga hanya tinggal tersisa satu atau dua orang saja, selebihnya telah tewas terbunuh oleh kekejaman pasukan Rusia dan kaki tangannya.


Rustam Azhiyev (kiri) berfoto bersama Abubakar Basayev yang mengindikasikan ia bergabung dengan unit Mujahidin Chechen Front Tengah sepanjang tahun 2006 - 2007.


Rustam Azhiev (kiri) saat masih berjihad di Chechnya dan sebelum terjadinya insiden ledakan detonator bom yang mencederai tangan dan matanya.

Pada bulan Agustus 2009, para pejuang Chechen dari Front Tengah Chechnya tengah mempersiapkan sebuah operasi militer untuk menghabisi seorang pengkhianat, saat ledakan sebuah detonator bom menyebabkan tangan kanan Azhiev terluka parah hingga kehilangan tiga jarinya dan sempat mengalami kerusakan pengelihatan pada salah satu matanya. Azhiev pun segera dilarikan ke Istanbul, Turki, untuk menjalani perawatan medis. Di sanalah ia kemudian “terperangkap” karena tidak bisa kembali lagi ke wilayah Kaukasus mengingat pemerintah Rusia pasti tidak akan membiarkan orang seperti dirinya kembali masuk ke wilayah Chechnya. Azhiev akhirnya terpaksa harus tinggal di Turki selama beberapa tahun sebelum kemudian memutuskan untuk pergi berjihad ke Suriah pada tahun 2012.
Di Suriah, Rustam Azhiev kemudian lebih dikenal dengan nama Abdul Hakim al-Shishani. Ia bersama seorang rekannya yang sama-sama dirawat di Turki, Khamza al-Shishani, kemudian membentuk satu kelompok jihad kecil di wilayah Latakia yang anggotanya ketika itu baru beberapa orang saja, yang diberi nama Khalifat Jamaat. Karena hanya kelompok jihad kecil, jamaah yang dipimpin Abdul Hakim pun belum banyak terdengar kiprahnya sepanjang tahun 2013 – 2014. Meski turut ambil bagian dalam sejumlah operasi ofensif yang digelar oleh faksi-faksi besar Mujahidin Suriah dan terlibat dalam sejumlah pertempuran, termasuk dalam ofensif untuk merebut kota Kessab di tahun 2014, namun keberadaanya masih baru hanya sekedar sebagai “anak bawang” yang ikut meramaikan kancah jihad di Suriah. Untuk turut ambil bagian dalam sejumlah operasi ofensif, Khalifat Jamaat pun harus menginduk ke sejumlah faksi yang lebih besar, seperti faksi Ansar al-Sham pimpinan Abu Musa al-Shishani (mantan deputi Abu Umar al-Shishani di JMA), atau bersama-sama sejumlah faksi kecil lainnya membentuk sebuah koalisi jamaah, seperti koalisi Jamaah Ahadun Ahad pimpinan Amir Al-Bara al-Shishani.
Pada bulan November 2014, jamaat Jund al-Qawqaz yang berbasis di Qunaitra dan Latakia, dimana anggotanya terdiri dari orang-orang etnis Circassia dan Abkhazia yang telah lama tinggal dan menjadi penduduk Suriah, memutuskan untuk bergabung dengan Khalifat Jamaat, sehingga menjadikan kekuatan personil kelompok pimpinan Abdul Hakim ini pun semakin bertambah.

Serangan ke Kota Idlib (2015)
Seiring dengan semakin bertambahnya jumlah anggota yang turut bergabung, memasuki tahun 2015, nama Khalifat Jamaat diganti dengan Ajnad al-Kavkaz yang artinya “Tentara Kaukasus” atau kelompok jihad yang anggotanya adalah representasi atau terdiri dari para Mujahidin yang beretnis Kaukasus. Bersama dengan faksi Jabhat al-Nusrah dan sejumlah kelompok jihad lainnya yang berada di Idlib, para Mujahidin Ajnad al-Kavkaz melakukan penyerbuan ke kota Idlib pada bulan Maret 2015. Dalam sebuah video yang diunggah pada akhir bulan Maret tersebut dinarasikan bagaimana mereka berhasil melancarkan serangan memasuki kota Idlib dan membuat pasukan pemerintah Suriah kocar-kacir.
Kota itu [Idlib] hampir sepenuhnya terkepung kecuali jalan utama menuju ke Latakia. Operasi ini, terlaksana berkat rahmat dan pertolongan dari Allah, juga organisasi dan koordinasi dari semua jamaah yang ikut ambil bagian dalam serangan (Ahrar al-Sham, Jabhat al-Nusra, Jund al-Aqsa dan kelompok-kelompok jihad lainnya).
Di salah satu area kami juga ikut berpartisipasi, para pejuang asing yang terlibat lebih dari 50 orang Mujahidin. Jamaat Ajnad al-Kavkaz, amir Abdul Hakim dan juga satu kelompok dari jamaat Tarkhan, pimpinan amir Umar al-Shishani. Para pejuang asing berdatangan bersama kelompok-kelompok serbu yang dipimpin oleh Amir Abdul Kasvar dari jamaat Ajnad al-Kavkaz.
Tanggal 24 Maret: Operasi kami dimulai dengan bombardir yang intensif terhadap posisi-posisi Assadiyah [tentara pemerintah Suriah]. Di hari pertama pejuang Ansar melakukan dua operasi bom bunuh diri dengan menggunakan dua kendaraan lapis baja BMP yang penuh bermuatan bahan peledak. Kemudian infantri mulai bergerak menyerbu dengan senjata-senjata kaliber besar.
Tanggal 25 Maret: Jamaat kami bergerak ke pinggiran kota siang ini. Satu serangan ke posisi-posisi kaum kafir [tentara pemerintah Suriah] dilakukan di bawah perlindungan sebuah tank. Menjelang malam pertempuran mulai surut. Kami menghabiskan malam di garis depan.
Tanggal 26 Maret: Di pagi hari tentara pemerintah Suriah mencoba melancarkan satu penyerbuan ke posisi-posisi kami. Segala puji bagi Allah, usai tembakan balasan yang gencar dari senapan mesin dan granat peluncur roket, mereka berhasil dipukul mundur dengan menderita sejumlah kerugian. Sepanjang siang hari pesawat-pesawat musuh dan helikopter-helikopter dan artileri melakukan pengeboman. Namun senjata-senjata tak berhenti membalas, “meriam-meriam neraka”, mortir-mortir dan peluncur-peluncur roket. Menjelang malam terjadi satu serbuan kedua dan para pejuang Ansar merangsek maju dengan berani sambil meminta para pejuang asing untuk melindungi mereka. Pasukan pemerintah Suriah pun mundur.
Tanggal 28 Maret: Di pagi hari kami memulai ofensif. Dengan kemurahan Allah, hari itu berawan. Kadang-kadang hujan gerimis turun, sehingga artileri dan pesawat [tentara pemerintah Suriah], yang terus bekerja sepanjang hari sejak dimulainya operasi, tidak lagi berguna. Dengan mengendalikan sepenuhnya aksi antar kelompok, para Mujahidin bergerak dari blok ke blok. Para sniper musuh berupaya untuk menghentikan serangan, namun upaya itu tidak dapat menghentikan para Mujahidin. Ketika para Mujahidin datang mendekati posisi-posisi [tentara pemerintah Suriah] mereka lari tunggang-langgang. Allah telah menebarkan teror ke dalam hati mereka. Sejumlah prajurit Suriah pun berusaha untuk bersembunyi di dalam rumah-rumah untuk menyamar sebagai warga sipil.
Usai terlibat selama 5 hari pertempuran menaklukkan kota Idlib, pada tanggal 2 April 2015, para Mujahidin Ajnad al-Kavkaz kembali bergerak melanjutkan aksinya dengan ikut ambil bagian dalam satu operasi penyerbuan ke distrik al-Mastoum yang berada di bagian selatan kota Idlib. Sasaran penyerbuan kali ini adalah sebuah kamp militer pasukan pemerintah Suriah. Namun sayangnya, serangan ini berhasil dipukul mundur kembali.

Impian dan Harapan Abdul Hakim al-Shishani
Hal yang paling jadi kendala bagi Abdul Hakim al-Shishani untuk menghidupi kelompok jihad yang dipimpinnya adalah masalah pendanaan. Itulah sebabnya Abdul Hakim terkadang harus pergi ke Istanbul, meninggalkan garis depan pasukannya di Suriah untuk memecahkan masalah-masalah mereka yang terkait dengan pendanaan. Sebagai pemimpin, Abdul Hakim sangat menyadari bahwa pasukannya di Suriah harus diberi makan, mereka membutuhkan senjata dan amunisi, juga harus menolong anggota keluarga mereka yang tewas dan terluka. Abdul Hakim bertanggung jawab terhadap nasib mereka yang bertempur, begitu pula dengan mereka yang tertangkap dan ditahan oleh otoritas pemerintah Turki di wilayah perbatasan dengan Suriah. Terlebih lagi setelah Rusia ikut terjun ke dalam konflik di Suriah dan adanya serangan teroris di Istanbul, Ankara, dan sejumlah kota lainnya, membuat semakin sulit bagi para Mujahidin asal Kaukasus untuk mencari pendanaan di Turki. Karena semakin banyak polisi Turki yang berkeliaran di jalan-jalan kota.
Meskipun kurang dalam hal persenjataan, terutama senjata pertahanan udara, Abdul Hakim sendiri tidak begitu merasa takut ataupun khawatir dalam menghadapi serangan udara Rusia atau menjadi target sasaran orang-orang Rusia, baik di Suriah maupun di Turki. Hanya saja yang ia merasa heran adalah mengapa faksi jihad kecil seperti Ajnad al-Kavkaz dituduh dan diberi label sebagai kelompok teroris oleh dunia internasional. Padahal Mujahidin Chechen pimpinannya tidak membunuh para wanita, anak-anak, ataupun orang tua. Militer Rusia dan pemerintah Suriah-lah yang justru melakukannya. Para Mujahidin Ajnad al-Kavkaz hanya bertempur melawan tentara Assad yang dzholim. “Kami hanya ingin menggulingkan tirani,” ujar Abdul Hakim. “Hanya itu saja.”
Meskipun saat ini tengah berjihad di Suriah, namun cita-cita dan impian Abdul Hakim yang sebenarnya adalah membebaskan Chechnya dari belenggu penjajahan bangsa kafir Rusia. Kelak nantinya, Abdul Hakim ingin agar orang-orang Chechen di Suriah kembali pulang ke Kaukasus Utara untuk bersatu kembali membangkitkan dan mengobarkan jihad melawan Rusia. Impian tersebut memang sulit diwujudkan karena saat ini pihak Rusia mengendalikan sepenuhnya wilayah perbatasan. Meninggalkan wilayah Kaukasus memang tidaklah sulit, namun pihak Rusia tidak akan membiarkan orang-orang yang dicurigai sebagai militan untuk bisa pulang kembali. Eksodus para Mujahidin dari wilayah Kaukasus ke Suriah sebenarnya secara tak langsung justru malah telah menguntungkan bagi pihak otoritas pemerintah Rusia dan kaki tangannya karena sejak dimulainya perang sipil di Suriah, terutama sejak diproklamasikannya Daulah Islamiyah (ISIS), aktivitas militan di wilayah Kaukasus pun berkurang hampir separuhnya. Tak pelak lagi, kondisi ini jadi pukulan berat bagi pihak Emirat Kaukasus yang didirikan oleh Dokka Umarov untuk dapat menyatukan perlawanan umat Islam Kaukasus Utara terhadap hegemoni penjajah Rusia.
Tetapi di lain pihak, bagi orang-orang Chechen yang memutuskan untuk pergi ke Suriah, berjihad di Suriah memiliki tujuan yang jelas, yaitu untuk memerangi sekutu terkuat Rusia di wilayah Timur Tengah (rezim syiah Bashar al-Assad). Dengan memerangi sekutu Rusia, maka secara tidak langsung berarti telah memerangi Rusia sendiri. Apalagi sejak bulan September 2015, pihak militer Rusia telah terjun secara langsung dalam konflik di Suriah dengan menurunkan sejumlah personil dan mesin-mesin perangnya untuk membantu pasukan Bashar al-Assad.
Melihat kondisi ini, Abdul Hakim sendiri percaya bahwa cepat atau lambat, akan ada sebuah perang global dengan Rusia, dan konflik tersebut akan memberi satu kesempatan baginya untuk pulang kembali ke tanah airnya. Abdul Hakim mengutip perkataan presiden pertama Chechnya, Dzhokhar Dudayev, yang pada pertengahan tahun 1990-an memperingatkan dunia bahwa orang-orang Rusia tidak hanya akan berhenti di wilayah Kaukasus saja, namun saat itu tidak seorang pun yang mendengar ucapannya. “Orang-orang Georgia mengira bahwa mereka (orang-orang Rusia) tidak akan datang…. Orang-orang Ukraina mengira mereka tidak akan datang. Orang-orang Eropa sekarang mulai berpikir kemungkinan ini,” ujar Abdul Hakim. “Kami berharap orang-orang Rusia akan datang kepada anda juga. Kami akan senang jika mereka melakukan itu. Tapi saat itu terjadi, semuanya sudah sangat terlambat. Lalu anda akan mulai melihat kami, dan kami akan berkata kapada anda; “tidak ada lagi masyarakat Kaukasus, yang ada hanyalah teroris internasional.” (***)

Sumber:

Mamon, Marcin. 2016. In Turkey, A Chechen Commander Makes Plans for War in Syria. https://theintercept.com/2016/09/03/in-turkey-a-chechen-commander-makes-plans-for-war-in-syria/

***

DOKKA UMAROV: AMIR MUJAHIDIN EMIRAT KAUKASUS

Jalan jihad untuk menegakkan syariat Islam adalah jalan hidup yang teramat berat. Tidak banyak manusia yang lahir ke muka bumi ini yang mau memilih jalan ini sebagai jalan hidupnya. Hanya manusia-manusia terpilih, yang memiliki keyakinan yang benar dan lurus, juga keberanian dan ketabahan yang tinggi yang bersedia untuk terjun menapaki jalan ini. Dokka Umarov, pemimpin pejuang Chechnya, adalah salah satu dari manusia pilihan tersebut. Beliau memilih jalan jihad sebagai jalan hidupnya, meskipun itu harus dilaluinya dengan berat dan penuh penderitaan. Dengan berani dan lantang, meski tidak didukung oleh jumlah dan kekuatan yang besar, beliau memproklamasikan berdirinya Negara Islam Emirat Kaukasus dan menyerukan seruan jihad global untuk membela dan melindungi umat Islam yang tertindas di seluruh penjuru dunia.

Buku berjudul “Dokka Umarov: Amir Mujahidin Emirat Kaukasus” ini adalah buku pertama di Indonesia, bahkan mungkin di dunia, yang secara khusus mengangkat biografi Dokka Umarov, salah seorang tokoh pejuang Chechnya yang paling ditakuti oleh pemerintah Rusia. Meskipun diulas secara ringkas dan sederhana, namun perjalanan jihad Dokka Umarov yang terangkum dalam buku ini diharapkan dapat menjadi keteladanan yang menginspirasi kita semua, juga menambah informasi dan wawasan pengetahuan kita mengenai sejarah Islam di wilayah Kaukasia.

Seri 01 Biografi Komandan Mujahidin
Dokka Umarov - Amir Mujahidin Emirat Kaukasus




Tebal: 134 halaman
Ukuran: 21x14,5 cm
Sampul: softcover
Cetakan: Februari 2017
Harga: Rp. 50.000,- (belum termasuk ongkir)

Hanya dapat dipesan langsung, tidak tersedia di toko buku manapun. Bagi yang berminat bisa langsung menghubungi WA: 0817-6977-031