Oleh : Ari Subiakto
Jika kita
berbicara dengan kaca mata teknologi penerbangan yang ada saat ini memang
sangatlah mustahil untuk bisa menciptakan pesawat semacam UFO dengan
menggunakan teknologi zaman sekarang. Itulah sebabnya mengapa sebagian orang
menolak hipotesis jika pesawat UFO itu sebenarnya adalah pesawat eksperimen rahasia
Amerika. Hal ini sangatlah wajar, mengingat teknologi pesawat bermesin jet atau
roket tidak akan mampu untuk menyamai pesawat UFO dalam hal kecepatan dan
karakteristik manuvernya. Namun akan lain ceritanya, jika teknologi penerbangan
yang dimaksud adalah teknologi propulsi anti-gravitasi, maka teknologi pesawat
UFO dengan segala karakteristiknya yang fantastis itu bukanlah suatu hal yang mengherankan.
Teknologi tersebut bahkan ternyata telah ditemukan ribuan tahun yang lalu oleh
peradaban kuno umat manusia di bumi ini sendiri, dan bukan berasal dari alien,
karena Nabi Sulaiman a.s. sendiri telah memiliki dan menggunakan teknologi
mesin terbang anti-gravitasi ini.
Lalu dari
manakah kita dapat mengetahui bahwa Nabi Sulaiman a.s. telah memiliki dan
menggunakan teknologi mesin terbang anti-gravitasi ini? Jawabannya tentu saja
ada dalam Al-Qur’an. Mari kita simak surat Saba’ ayat 12 berikut ini:
“Dan Kami (tundukkan) angin
bagi Sulaiman, yang perjalanannya di waktu pagi sama dengan perjalanan sebulan
dan perjalanannya di waktu sore sama dengan perjalanan sebulan (pula) dan Kami
alirkan cairan tembaga baginya.” (QS. Saba’ (34): 12)
Para ulama dan ahli tafsir
sepakat bahwa ayat tersebut di atas menyebutkan atau mengisyaratkan tentang
kendaraan terbang Nabi Sulaiman a.s. atau kemampuan Nabi Sulaiman untuk
mengudara atau mengangkasa dengan bantuan angin, sehingga beliau dapat bergerak
dengan kecepatan tinggi atau menempuh perjalanan yang jauh dalam waktu yang
relatif singkat. Petunjuk serupa juga dapat ditemui dalam surat Al Anbiyaa’
ayat 81 dan Shaad ayat 36 berikut ini:
“Dan (telah Kami tundukkan)
untuk Sulaiman angin yang sangat kencang tiupannya yang berhembus dengan
perintahnya ke negeri yang Kami telah memberkatinya. Dan adalah Kami Maha
Mengetahui segala sesuatu.” (QS. Al Anbiyaa’ (21): 81)
“Kemudian Kami tundukkan
kepadanya angin yang berhembus dengan baik menurut ke mana saja yang dikehendakinya.” (QS. Shaad (38): 36)
Dalam tafsir Ibnu Katsir
disebutkan bahwa kendaraan atau yang membawa Nabi Sulaiman terbang adalah
sebuah permadani, dimana dengan bantuan angin yang berhembus di bawahnya dapat
mengangkat dan membawa permadani Nabi Sulaiman tersebut terbang ke udara dan
pergi menuju ke mana pun yang dikehendakinya. Angin itu membawa permadani Nabi
Sulaiman terbang dengan kecepatan perjalanannya di waktu pagi sebanding dengan
perjalanan darat sebulan, dan begitu pula perjalanannya di waktu sore juga
sebanding dengan perjalanan darat selama satu bulan. Disebutkan pula dalam
perjalanan tersebut, kawanan burung-burung menaungi dan menjaga Nabi Sulaiman
dari panas terik matahari sambil tetap terus mengiringi ke mana pun beliau
pergi.
Terus terang saja,
penafsiran bahwa kendaraan Nabi Sulaiman adalah sebuah permadani yang dapat
terbang karena hembusan angin adalah tafsir yang sebenarnya memang dikehendaki
oleh kaum Yahudi untuk diyakini oleh umat Islam. Tujuannya adalah agar umat
Islam tidak mengetahui rahasia yang sebenarnya tentang teknologi kendaraan
terbang Nabi Sulaiman ini. Sehingga setiap kali umat Islam membaca ayat
tersebut di atas yang dibayangkannya adalah sosok Nabi Sulaiman yang tidak jauh
berbeda dengan Aladin yang mengendarai permadani terbang. Itulah yang memang
diinginkan oleh orang-orang Yahudi, yaitu paradigma berpikir kita saat membaca
Al-Qur’an diupayakan sama seperti paradigma berpikir kita saat membaca
buku-buku cerita dongeng, sehingga kita tidak memperoleh ilmu apa-apa saat
membaca ayat-ayat Al-Qur’an. Sementara orang-orang Yahudi sendiri, yang
diam-diam begitu menyakini kebenaran Al-Qur’an, membaca kitab suci umat Islam
tersebut dengan paradigma atau sudut pandang yang amat jauh berbeda. Mereka
membacanya dari sudut pandang sains dan teknologi, sehingga mereka memperoleh
banyak manfaat dan rahasia ilmu pengetahuan tingkat tinggi yang tersimpan dalam
Al-Qur’an.
Sementara umat Islam terjebak dalam perangkap yang
secara tidak langsung telah menyamakan sosok Nabi Sulaiman dengan Aladin. Kita
mungkin tidak sadar bahwa film kartun Aladin yang dibuat oleh Disney telah
meracuni pemikiran kita dan anak-anak kita. Sosok tokoh Aladin dalam film
kartun Disney itu sebenarnya adalah bentuk olok-olok kaum Yahudi terhadap sosok
Nabi Sulaiman yang diyakini dalam sudut pandang/paradigma berpikir umat Islam.
Perhatikanlah tokoh-tokoh dalam film kartun Aladin buatan Disney tersebut, ada
permadani terbang, ada jin, ada burung beo yang bisa berbicara (burung
hud-hud?), juga monyet yang memakai rompi dan peci yang mungkin merupakan
representasi orang Islam menurut sudut pandang mereka. Ini semuanya adalah
dongeng Yahudi yang sengaja dihembuskan untuk menyesatkan paradigma berpikir
umat Islam, karena yang sebenarnya tidaklah demikian.
Teknologi pesawat atau kendaraan terbang
sebenarnya sudah dikenal oleh peradaban umat manusia di masa lampau. Namun
fakta ini selalu ditutup-tutupi dan diabaikan oleh para ilmuwan dan sejarawan.
Ayat-ayat Al-Qur’an yang menyebutkan tentang kendaraan terbang Nabi Sulaiman
tersebut di atas adalah salah satu bukti yang mengisyaratkan akan fakta ini.
Selain isyarat petunjuk dari Al-Qur’an, terdapat pula sejumlah referensi
mengenai teknologi kendaraan terbang yang telah ditemukan oleh peradaban umat
manusia di masa lampau. Salah satunya ialah kendaraan terbang bangsa India kuno
yang dikenal dengan nama Vimana.
Referensi mengenai kendaraan terbang bernama
Vimana ini memang banyak dan umum dijumpai dalam teks-teks India kuno. Umumnya,
Vimana dikenal sebagai mesin terbang kendaraan para dewa yang banyak terdapat
dalam mitologi-mitologi India kuno, seperti dalam cerita Mahabharata, Ramayana,
atau Mahavira. Tak hanya
dideskripsikan sebagai sebuah kendaraan atau sarana transportasi udara, Vimana
juga sering disebut-sebut digunakan oleh para “dewa” sebagai senjata dalam
peperangan. Dalam buku “Ancient Vimana Aircraft” yang
ditulis oleh John Burrows berdasarkan sejumlah teks kuno berbahasa Sansekerta,
disebutkan bahwa banyak teks kuno dari India yang dipenuhi dengan referensi
kisah mengenai para dewa yang berperang di udara dengan menggunakan Vimana yang
bahkan telah diperlengkapi dengan senjata-senjata rahasia mematikan yang
terdengar sangat modern.
Dalam kisah Mahabharata,
sebuah sajak India kuno yang luar biasa sangat panjang, disebutkan tentang
konflik yang terjadi di antara para dewa yang kemudian memutuskan untuk
menyelesaikan perselisihan tersebut lewat jalan peperangan dan menggunakan
sejumlah senjata mematikan. Sajak-sajak India kuno tersebut mencatat adanya
sejumlah penggunaan senjata yang amat mematikan, seperti contohnya kisah
tentang seorang tokoh bernama Krishna yang memburu musuhnya, Salva, dengan
mengendarai Vimana. Saat tengah kejar-kejaran di udara, Vimana yang dikendarai
Salva, yaitu Saubha, tiba-tiba
menghilang dari pandangan (invisible),
Krishna pun kemudian segera menembakkan sejenis senjata khusus, berupa sebuah
“panah” yang mampu mencari sasarannya sendiri dengan cara mendeteksi suara.
Tapi tidak seperti yang sering dideskripsikan,
dimana kisah Mahabharata dan Ramayana melukiskan kendaraan Vimana
lebih sebagai kereta perang terbang (flying
chariots) yang dikendarai oleh para dewa di medan pertempuran, sedikitnya
terdapat 2 naskah kuno India berbahasa Sansekerta yang mendeskripsikan
kendaraan terbang Vimana ini secara lebih detil dan teknis sebagai sebuah mesin
terbang hasil rekayasa atau rancang bangun kemajuan teknologi bangsa India kuno
yang menjelaskan mulai dari bentuk konstruksinya, kemampuan terbang atau
karakteristik manuvernya, cara pengoperasian atau petunjuk menerbangkannya,
komponen-komponen apa saja yang dibutuhkan untuk membuatnya, hingga rahasia
mengenai cara kerja mesin dan tenaga penggeraknya. Kedua naskah kuno itu ialah
kitab “Samarangana Sutradhara” yang ditulis oleh Raja Bhoja (1000 –
1055 M) dan kitab “Vaimanika Shastra” yang ditulis oleh Mahareshi Bharadwaaja pada
abad ke-4 SM.
Raja Bhoja adalah seorang raja dari India
sekaligus seorang filsuf yang cerdas di abad pertengahan. Ia menulis sebuah
karya ensiklopedi mengenai teknologi yang berhasil dicapai oleh bangsa India
kuno yang diberi judul Samarangana
Sutradhara atau yang artinya “Sang Pengatur Medan Pertempuran”. Dalam
karyanya tersebut, Raja Bhoja menyebutkan berbagai macam mesin atau yang dalam
bahasa Sansekerta-nya disebut dengan “yantra”.
Di dalam salah satu babnya, sang raja mendiskusikan tentang Vimana, dimana di
antaranya dikatakan: “Kuat dan tahan lama
adalah syarat untuk membuat badan Vimana, seperti sebuah burung raksasa yang
terbuat dari bahan yang ringan.... Dengan sebuah ketel pemanas besi di
bawahnya... seseorang yang duduk di dalamnya memungkinkan menempuh perjalanan
yang sangat jauh ke langit. Vimana tersebut mampu bergerak naik secara
vertikal, turun secara vertikal, dan bergerak miring ke depan dan ke belakang.
Dengan bantuan mesin ini, umat manusia dapat terbang ke udara dan penghuni
langit dapat turun ke bumi.”
Sementara kitab Vaimanika Shastra atau “Science
of Aeronautics” adalah teks kuno yang berumur jauh lebih tua dari Samarangana Sutradhara. Dalam membahas
tentang pesawat Vimana, kitab ini pun jauh lebih teliti dan sangat cermat
sekali dalam mendeskripsikan secara detil sebuah kendaraan Vimana dari setiap
aspek teknisnya. Manuskrip kuno yang ditulis oleh Mahareshi Bharadwaja pada
abad ke-4 SM ini ditemukan pada tahun 1875 di sebuah kuil tua di India, dan
diduga bersumber dari naskah-naskah kuno (kitab Veda) yang berumur jauh lebih
tua lagi. Manuskrip ini terdiri dari 8 bab dengan judul antara lain seperti; “Rahasia membuat pesawat yang tidak akan
remuk, tidak dapat terbelah, tidak akan terbakar dan tidak dapat dihancurkan”
(Bab 1), “Rahasia membuat pesawat
menghilang” (Bab 3), dan “Rahasia
menghancurkan pesawat musuh.” (Bab 8).
Kitab Vaimanika
Shastra ini telah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris dan diterbitkan
dengan judul “Vymaanidashaastra Aeronautics” oleh Mr. G.R. Josyer pada tahun
1979. Mr. G.R. Josyer adalah direktur Akademi Internasional Investigasi
Sansekerta yang berada di kota Mysore, India. Vaimanika Shastra saat ini menjadi rujukan bagi sejumlah buku dan
artikel yang membicarakan tentang mesin-mesin terbang bangsa India kuno. Salah
seorang peneliti UFO asal India, Kaniskh Nathan, menulis bahwa Vaimanika-sastra adalah sebuah teks kuno
berbahasa Sansekerta yang “mendeskripsikan sebuah teknologi yang jauh di luar
jangkauan ilmu pengetahuan sekarang, tapi mungkin secara konseptual bagi ilmu
pengetahuan bangsa India kuno, termasuk konsep tentang energi matahari dan juga
fotografi.” Kitab ini berisi banyak ide menarik mengenai teknologi penerbangan
bangsa India kuno di masa lampau. Padahal kitab ini ditemukan ditulis di atas
daun lontar sekitar lebih dari 20 abad yang lampau.
Secara umum kitab Vaimanika Shastra berisi 32 “rahasia” yang berhubungan dengan
segala sesuatu mengenai Vimana. Dari mulai petunjuk pembuatan, bagaimana cara
pengoperasian, kelengkapan dan kemampuan Vimana, bahkan hingga makanan dan
pakaian yang tepat bagi para pilot Vimana. Dalam pembuatannya disebutkan ada 31
komponen utama dari pesawat Vimana yang dibutuhkan dan menjadi syarat utama
untuk membuatnya. Disebutkan pula bahwa unsur metal yang utama digunakan untuk
mengkonstruksi Vimana ada 3 macam, yaitu somala,
soundaalika, dan mourthwika. Apabila ketiganya digabungkan dengan proporsi yang
tepat, maka akan menghasilkan 16 macam metal yang dapat mengabsorpsi atau
menyerap panas dan cahaya, dengan nama-nama seperti ushnambhara, ushnapaa, raajaamlatrit, dsb., yang tidak dapat
diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris karena campuran logam ini tidak diketahui
unsur dan komposisinya.
Tetapi selain deskripsi mengenai pembuatan dan
pengoperasian Vimana, yang menjadi benang merah yang menghubungkan antara fakta
tentang kendaraan terbang Nabi Sulaiman dalam Al-Qur’an dengan Vimana, adalah
deskripsi mengenai “bahan bakar” yang digunakan untuk menggerakkan mesin terbang
ini. Dalam Samarangana Sutradhara
ataupun Vaimanika Shastra, disebutkan
bahwa mesin propulsi Vimana ini menggunakan “Raksa” yang dipanaskan dengan tenaga matahari. “Raksa” atau air raksa ialah nama lain
dari logam cair mercury. Fakta ini ternyata sangat cocok dengan apa yang
disebutkan Al-Qur’an dalam surat Saba’ ayat 12 tentang kendaraan terbang Nabi
Sulaiman, “...dan Kami alirkan cairan tembaga (Qithr) baginya.” Dalam kitab tafsir Ibnu Katsir, lafazh “Qithr”
memang diartikan sebagai “tembaga yang meleleh”, tetapi sebenarnya bisa pula
diartikan sebagai “logam cair”, dimana unsur logam di alam yang selalu dalam
keadaan cair pada suhu kamar adalah Mercury yang memiliki nama latin hydrargyrum (Hg) alias “liquid silver” atau “perak cair”.
Para penafsir Al-Qur’an pada umumnya mengaitkan
tafsir tentang “Qithr” di dalam surat
Saba’ ayat 12 ini dengan kemampuan Nabi Sulaiman dalam menambang dan mengolah
logam tembaga. Padahal sesungguhnya fakta tentang “Qithr” ini masih sangat berkaitan erat dengan kendaraan terbang
Nabi Sulaiman. Bahkan merupakan kunci rahasia dari mesin anti-gravitasi itu
sendiri. Karena ada sebuah fakta menarik mengenai eksperimen anti-gravitasi
bernama “Nazi-Bell” yang dilakukan
oleh pihak Nazi semasa perang. Eksperimen ini menggunakan zat bernama “Xerum 525”, yang ternyata adalah unsur
yang dikenal pula sebagai Mercury Merah dan memiliki warna seperti tembaga.
Informasi lebih lanjut mengenai eksperimen anti-gravitasi Nazi-Bell yang menggunakan logam cair mercury bernama Xerum 525 ini dapat ditemui dalam buku “The
Hunt for Zero Point” (2001) yang ditulis oleh Nick Cook.
Salah satu alasan dipilihnya unsur mercury ini
adalah karena saat didinginkan pada suhu yang cukup rendah, unsur ini akan
menjadi superconductivity (kemampuan
menghantarkan listrik dengan hambatan nol) yang amat berhubungan dengan konsep
elektro-magnetik-gravitasi dalam persamaan Teori Penyatuan Medan (Unified Field Theory). Dari fakta ini dapat kita tangkap sebuah petunjuk bahwa kendaraan terbang
Nabi Sulaiman dan Vimana ternyata adalah kendaraan yang memiliki prinsip kerja
yang sama karena sama-sama memakai logam cair Mercury sebagai tenaga propulsi
bagi mesin anti-gravitasinya.
Dalam buku “Chariots of the Gods”, Erich von
Daniken sendiri mengatakan, “... Vimana
dikendalikan dan digerakkan dengan bantuan air raksa (quicksilver) dan propulsi aliran angin yang sangat
kuat.” Sementara dalam serial buku “Lost Science Series” karya David
Hatcher Childress, dikatakan bahwa Vimana itu terbang dengan “kecepatan secepat
angin”, dan ketika terbang mengeluarkan bunyi seperti “siulan angin”. Deskripsi
ini tentu saja memiliki kesesuaian dengan apa yang disebutkan Al-Qur’an dalam
surat Saba’: 12, Shaad: 36, dan Al-Anbiyaa: 81.
Desain dasar untuk membuat mesin anti-gravitasi
Vimana juga diceritakan lebih lanjut secara lebih detil dalam kitab Samarangana Sutradhara. Teks kuno ini
menyatakan bahwa unsur Mercury atau raksa adalah merupakan komponen paling
penting dalam mesin anti-gravitasi. Seorang insiyur yang telah menghabiskan
banyak waktunya untuk melakukan riset tentang mesin anti-gravitasi bangsa India
kuno ini adalah Bill Cladenon. Dengan pengetahuannya yang luas sebagai seorang
insiyur di bidang aeronautika dan elektronika, Cladenon menuliskan sebuah
deskripsi detil dari desain mesin vortex mercury Vimana berdasarkan keterangan
dari terjemahan kitab Samarangana
Sutradhara.
Kitab Samarangana
Sutradhara sendiri menyebutkan bahwa; “Dalam
bingkai udara berbentuk sirkular, ditempatkan mesin raksa dengan ketel pemanas
bertenaga matahari yang berada di tengah-tengah badan pesawat. Dengan
membangkitkan tenaga yang terpendam dalam pemanas raksa yang telah diatur untuk
mengendalikan gerakan aliran atau pusaran angin, maka seseorang yang berada di
dalamnya dapat bergerak menempuh perjalanan yang sangat jauh dalam waktu yang
sangat singkat. Empat buah tabung raksa yang kuat harus dibuat di bagian dalam
struktur pesawat. Ketika tabung berisi raksa ini dipanaskan dengan api yang
berasal dari panas matahari atau sumber energi lainnya, maka pesawat Vimana ini
akan menghasilkan kekuatan petir di seluruh tabung raksa yang ada.”
Cladenon kemudian memperjelas deskripsi di atas
dengan mengatakan bahwa mesin mercury anti-gravitasi yang menggerakkan Vimana
tersebut terdiri dari sebuah bingkai atau cangkang saluran udara berbentuk
sirkular seperti piring terbang yang merupakan komponen utama dari sebuah mesin
anti-gravitasi. Bingkai itu merupakan sebuah “kumparan” tenaga medan
elektromagnetik yang sangat kuat, yang mengalir dengan deras atau berdenyut (pulsating) menghasilkan semacam arus.
Kumparan medan elektromagnet itu dibuat dari satu
unit kondensor pemanas sirkuit tertutup (closed
circuit heat exchange/condensor unit) yang berisi mercury. Kuparan
diposisikan secara vertikal di tengah badan pesawat. Kemudian dimasukkan ke
dalam sebuah cincin konduktor yang merupakan sebuah silinder metal berukuran
besar dengan 3 buah gyroscope yang
dipasang sejajar. Ketika kumparan medan (field
coil) dihidupkan, maka cincin konduktor tersebut secara otomatis akan
terlempar ke udara, mengangkat badan pesawat ke udara. Prinsipnya ialah medan
elektromagnetik digunakan untuk menghasilkan sebuah efek anti-gravitasi. Dengan
mempergunakan sistem komputer untuk mengendalikan arus listrik, maka pesawat
itu bisa mengudara atau mengambang diam di udara dengan mudah, juga bisa
bergerak naik-turun secara vertikal dengan kecepatan yang sangat tinggi.
Propulsi lebih lanjut berasal dari semacam sistem
propulsi pompa udara (air-breathing
turbo-pump propulsion system) yang memanfaatkan hembusan, aliran, atau
pusaran angin yang sangat kuat untuk mengarahkan arah terbang pesawat. Adanya
efek anti-gravitasi menyebabkan pesawat berada dalam keadaan tanpa bobot, maka
pesawat ini pun dapat terbang dengan kecepatan yang sangat fantastis meski
memiliki ukuran yang besar dan memiliki bentuk yang tidak aerodinamis.
Ilustrasi salah satu
bentuk kendaraan terbang Vimana berdasarkan manuskrip berbahasa Sansekerta
milik bangsa India
kuno.
Menariknya, ada teks kuno lain berbahasa
Sansekerta tentang astronomi yang berjudul “Surya-siddhanta”
yang menyebutkan pula tentang sebuah mesin mercury yang digunakan untuk
menggerakkan gerak rotasi sebuah gola-yantra
atau semacam model mekanis sistem peredaran planet-planet (planetary) – mungkin semacam mesin “Antikythera”. Fakta ini menunjukkan bahwa sedikitnya ada satu
contoh mengenai penggunaan mesin mercury yang dipakai untuk menghasilkan tenaga
rotasi. Naskah kuno itu juga menyebutkan bahwa desain mesin mercury tersebut
tetap dirahasiakan. Ini adalah suatu hal yang wajar di zaman dahulu, dimana
pengetahuan teknis biasanya hanya diturunkan oleh seorang guru pada muridnya
yang paling dipercaya, sehingga konsekuensinya pengetahuan tersebut lambat-laun
akan menghilang manakala tradisi pengetahuan yang diwariskan dari mulut ke
mulut itu kemudian terputus. Maka tidak menutup kemungkinan banyak ilmu
pengetahuan dan penemuan yang telah berhasil dicapai di masa silam hilang
begitu saja tanpa jejak karena tradisi ini.
Selain itu, banyak perpustakaan kuno, seperti
perpustakaan di Alexandria dan sejumlah perpustakaan di Cina yang telah
dihancurkan oleh bangsa barbar beberapa abad yang lalu. Banyak dari warisan
ilmu pengetahuan di masa silam yang tercatat dan tersimpan dalam
perpustakaan-perpustakaan tersebut musnah dan hilang begitu saja. Namun
untungnya tidak semua naskah atau teks-teks kuno warisan masa lampau yang
berharga itu lenyap. Sebagian lagi masih ada yang tersisa, seperti halnya kitab
Samarangana Sutradhara dan Vaimanika Shastra, yang tersimpan dalam
ruangan-ruangan gelap dan berdebu milik kuil-kuil dan biara-biara kuno yang ada
di sejumlah tempat terpencil di wilayah India dan Tibet.
Konon keberhasilan pihak Nazi Jerman dalam
mengembangkan dan membuat sejumlah pesawat piring terbang menjelang Perang
Dunia II berakhir adalah karena ketertarikan mereka terhadap rahasia teknologi
tinggi yang tersimpan dalam teks-teks atau manuskrip-manuskrip kuno tersebut.
Hitler bersama para pengikutnya yang telah lama tertarik dengan wilayah India
dan Tibet kemungkinan besar telah menemukan kembali bukti-bukti tentang
kemajuan teknologi yang pernah dicapai bangsa India kuno. Dari teks-teks kuno
berbahasa Sansekerta yang mereka dapatkan dari wilayah India dan Tibet inilah,
pihak Nazi kemudian bisa memperoleh banyak informasi ilmu pengetahuan rahasia
dan teknologi tingkat tinggi yang telah lama hilang itu.
Tidak hanya pihak Nazi yang mempelajari teks-teks
India kuno berbahasa Sansekerta yang mereka temukan di wilayah Tibet, beberapa
tahun yang lalu, pihak pemerintah Cina mengaku telah menemukan sejumlah teks
manuskrip tua berbahasa Sansekerta di kota Lhasa, Tibet. Karena tidak mengerti
isinya, mereka mengirimkan manuskrip-manuskrip itu ke Universitas Chandrigarh
di India untuk diterjemahkan. Dr. Ruth Reyna, seorang ahli bahasa Sansekerta
dari universitas tersebut kemudian mengatakan bahwa manuskrip-manuskrip tua
tersebut berisi petunjuk untuk membuat semacam pesawat luar angkasa (interstellar spaceships)!
Dr. Reyna mengatakan bahwa pesawat antariksa kuno
ini disebut “Astra” oleh manuskrip
tua tersebut. Metode propulsinya menggunakan mesin anti-gravitasi, yaitu “sebuah
kekuatan sentrifugal yang cukup kuat untuk dapat menolak gaya gravitasi”.
Dengan kendaraan bernama Astra ini,
dikatakan pula bahwa bangsa India kuno dapat mengirim sejumlah orang pergi ke
planet lain. Manuskrip kuno ini juga mengatakan tentang sejumlah rahasia yang
dimiliki oleh kapal angkasa tersebut, salah satunya adalah kemampuan yang
disebut “antima”, yaitu kemampuan
untuk manghilang atau tidak terlihat (invisibility),
dan “garima” atau kemampuan bagaimana
menjadi sangat berat hingga seberat sebuah gunung. Kemampuan ini mungkin
berhubungan dengan kecepatan cahaya, karena dalam Teori Relativitas dikatakan
bahwa semakin suatu benda bergerak mendekati kecepatan cahaya, maka beratnya pun
akan jadi semakin tak terhingga.
Para ilmuwan India sendiri tidak begitu serius
menanggapi isi teks kuno ini, karena bagi mereka, kisah tentang kendaraan
terbang semacam ini memang umum dikisahkan dalam mitologi-mitologi kuno atau
dongeng-dongeng bangsa India, dan mereka menganggap semua itu hanyalah bagian
dari imajinasi atau khayalan nenek moyang mereka. Tetapi tidak bagi pemerintah
Cina, mereka segera menyadari begitu berharganya informasi yang terkandung
dalam manuskrip-manuskrip kuno tersebut untuk dipelajari lebih lanjut, terutama
dalam mendukung program ruang angkasa dan riset mengenai masalah
anti-gravitasi. Lalu adakah hubungan antara semuanya ini dengan fenomena UFO?
UFO dan Teknologi
Nabi Sulaiman
UFO (Unidentified
Flying Objects) alias Benda-benda Terbang Tak Dikenal yang selama ini
selalu dianggap atau diidentikkan sebagai kendaraan mahluk-mahluk luar angkasa
yang datang dari planet lain, tidak lain dan tidak bukan adalah pesawat dengan
teknologi yang sama dengan kendaraan terbang Nabi Sulaiman a.s. Teknologi mesin
terbang anti-gravitasi ini telah berhasil ditemukan kembali dan dikembangkan
oleh pemerintah Amerika usai Perang Dunia II dengan merampasnya dari pihak Nazi
Jerman. Mereka mendapatkan teknologi tersebut lewat Operation Paperclip dengan meringkus ilmuwan-ilmuwan Nazi dan
menjarah dokumen-dokumen hasil penelitian dan pengembangan senjata rahasia yang
berhasil dilakukan oleh pihak Nazi semasa perang. Salah satunya tak menutup
kemungkinan adalah pengembangan lebih lanjut dari eksperimen anti-gravitasi Nazi-Bell untuk menciptakan mesin
terbang.
Untuk menutup-nutupi apa yang telah berhasil
mereka capai dan kembangkan, serta untuk mengelabui publik dunia akan
keberadaan pesawat-pesawat eksperimen anti-gravitasi ciptaan mereka yang banyak
berseliweran di langit, di seluruh penjuru dunia, maka dihembuskanlah isu dan
propaganda tentang adanya mahluk-mahluk luar angkasa atau alien yang datang ke
bumi dengan mengendarai pesawat-pesawat piring terbang. Sebagian besar dari
kasus-kasus pemunculan UFO atau piring-piring terbang tersebut bahkan memang
disengaja atau direkayasa sendiri oleh pemerintah Amerika, lengkap dengan
pemunculan mahluk-mahluk alien yang beraneka rupa dengan tujuan untuk menteror
umat manusia dan menyesatkan opini publik.
Jika UFO atau mesin terbang anti-gravitasi yang dikembangkan
oleh Amerika itu sebenarnya adalah teknologi Nabi Sulaiman yang dipelajari
kembali oleh pihak Nazi dari manuskrip-manuskrip kuno berbahasa sansekerta di
wilayah India dan Tibet, lalu bagaimana teknologi tersebut bisa sampai terbawa
ke sana? Bukankah wilayah
kerajaan Nabi Sulaiman a.s berada di wilayah Palestina?
Menarik untuk ditelusuri kembali bahwa ada sebuah
fakta ketika kerajaan Nabi Sulaiman runtuh dan berakhir pada sekitar abad ke-10
SM, kedua belas kabilah bangsa Bani Israel tercerai-berai dan pergi mengungsi
ke berbagai penjuru dunia. Ada yang diperbudak oleh bangsa Babylonia, ada yang
tetap tinggal di Palestina, dan ada yang mengungsi ke anak benua India serta
dataran tinggi wilayah Tibet atau Kashmir. Tidak menutup kemungkinan kabilah
Bani Israel yang mengungsi ke India dan Tibet tersebut adalah kabilah Yahudi keturunan
Ashaf bin Barkhiya, orang kepercayaan Nabi Sulaiman a.s. yang bertanggung jawab
dalam menjaga rahasia warisan teknologi tingkat tinggi Nabi Sulaiman a.s., termasuk
diantaranya adalah teknologi teleportasi yang digunakan untuk memindahkan
singgasana Ratu Balqis dan mesin terbang anti-gravitasi.
Bangsa Yahudi yang kini berkumpul dalam negara
Israel di wilayah Palestina dan diketahui telah lama mencoba menelusuri kembali
kabilah-kabilah mereka yang hilang (termasuk memburu warisan teknologi Nabi
Sulaiman), kini tampaknya telah menemukan kembali dan tengah berupaya untuk
menguasai teknologi tingkat tinggi tersebut. Semua itu demi merintis dan
mewujudkan kembali cita-cita besar mereka, yaitu membangkitkan kembali kejayaan
bangsa Bani Israel untuk yang kedua kalinya dengan membangun kembali Kuil
Sulaiman dan mendirikan satu negara Israel Raya seperti pada zaman keemasan
Nabi Sulaiman dulu, tetapi kali ini dengan menjadikan Dajjal sebagai pemimpin
mereka. Wallahu’alam. (***)
Daftar Pustaka
Childress, David. 1985. The Anti-Gravity Handbook. Adventures
Unlimited Press.
. 2000. Technology of the Gods: The Incredible Sciences of the Ancients.
Adventures
Unlimited Press.