Monday, December 24, 2012

Monumen Bawah Air Yonaguni



Oleh : Ari Subiakto


Struktur yang satu ini seringkali dijuluki sebagai Piramida Bawah Air”, dan merupakan salah satu bukti penting mengenai dugaan adanya suatu peradaban maju yang telah eksis pada zaman es (Ice Age). Monumen batu misterius ini berada di dasar laut, sekitar 300 mil dari Okinawa, tepatnya di wilayah perairan selatan pulau Yonaguni-Jima, Jepang. Penemuan situs ini berawal pada tahun 1985, ketika seorang penyelam lokal dari Jepang bernama Kihachiro Aratake, melakukan penyelaman di perairan ujung selatan pulau Yonaguni, dan menemukan sesuatu yang tidak lazim di dasar laut, yaitu berupa sebuah formasi batuan bawah air yang terdiri dari teras-teras yang menyerupai anak tangga. Dari pengamatannya, struktur tersebut terlihat seperti hasil buatan manusia. Percaya bahwa dirinya telah menemukan sebuah kota yang tenggelam, Aratake segera melaporkan temuannya, namun sayangnya tidak mendapat cukup perhatian.

Sepuluh tahun kemudian, tepatnya di tahun 1996, sekelompok ilmuwan yang dipimpin oleh Prof. Masaaki Kimura, seorang pakar geologi kelautan dari Universitas Ryukyu, Jepang, memutuskan untuk mulai melakukan survei terhadap struktur bawah air yang ditemukan oleh Aratake tersebut. Meski pada mulanya banyak peneliti yang beranggapan bahwa struktur tersebut hanyalah merupakan fenomena geologi alami, namun dari hasil survei yang dilakukan, Prof. Kimura berkesimpulan dan menyakini bahwa struktur monumen batu bawah air Yonaguni itu adalah hasil buatan manusia (man-made), sekaligus juga merupakan bukti peninggalan adanya sebuah peradaban maju tak dikenal di zaman pra sejarah yang kemungkinan berpusat di daratan utama Asia. Kimura sendiri kemudian dikenal sebagai pembela paling gigih pandangan yang menyatakan bahwa struktur monumen bawah air Yonaguni adalah struktur artifisial (buatan manusia).

Monumen batu Yonaguni dibentuk dari satu formasi batu raksasa. Puncaknya berjarak sekitar 5 meter di bawah permukaan air laut, dan dari dasarnya berjarak 25 meter. Konstruksinya terdiri dari batuan megalitik raksasa yang memiliki panjang 50 meter dari timur ke barat, dan lebar lebih dari 20 meter dari utara ke selatan. Meski sepintas bentuknya terlihat tidak beraturan karena strukturnya yang asimetris, namun sebagian sisi-sisinya ternyata memiliki sudut-sudut yang sangat presisi dan geometris. Menurut Prof. Kimura, bentuk-bentuk tersebut mengindikasikan bahwa formasi batu Yonaguni pada mulanya adalah sebuah struktur geologi alami yang telah mengalami modifikasi.

Sebagian dari superstruktur monumen Yonaguni yang berukuran sangat besar ini juga memperlihatkan adanya sebuah platform yang menyerupai tipe step-pyramid, yaitu tipe struktur piramida yang tersusun atas undak-undakan anak tangga yang mengerucut. Undak-undakan tangga batu pada monumen Yonaguni terlihat sangat geometris dengan ketinggian yang bervariasi, yaitu mulai hanya kurang dari 0,5 meter hingga setinggi beberapa meter.

Undak-undakan tangga batu pada monumen Yonaguni yang terbentuk secara sangat lurus dan geometris.

Kimura beralasan jika lima lapis lantai undak-undakan pada situs Yonaguni tersebut terbentuk oleh proses alam, tentunya akan ditemukan bekas-bekas reruntuhan hasil erosi di sekitar dasar struktur formasi batuan tersebut. Tapi kenyataannya sama sekali tidak ada fragmen-fragmen batuan yang ditemukan di sekitar dasar struktur monumen batu Yonaguni. Selain itu, Kimura juga menambahkan bahwa pada struktur monumen Yonaguni terlihat adanya sebuah jalan yang melingkari situs tersebut, juga sejumlah lubang yang terlihat sejajar yang kesemuanya dengan jelas mengindikasikan adanya bekas-bekas aktifitas manusia. Kimura percaya bahwa struktur formasi batuan tersebut merupakan monumen hasil dari pencapaian teknologi tingkat tinggi. Bahkan mungkin dibangun dengan menggunakan mesin-mesin berat.

Lantas mengapa situs Yonaguni saat ini berada di dalam air? Ada beberapa kemungkinan skenario yang diyakini oleh para peneliti. Pertama, situs ini mungkin tenggelam ketika level permukaan air laut meningkat di penghujung akhir zaman es, dimana pada saat itu banyak lapisan es di sejumlah benua dan daratan utama mulai mencair. Kedua, wilayah perairan Jepang merupakan kawasan “Cincin Api” atau “Ring of Fire” yang merupakan jalur vulkanik gunung berapi dunia, dimana aktivitas tektonik yang kemungkinan terjadi di wilayah tersebut telah menyebabkan amblesnya daratan di sekitar Yonaguni. Atau yang ketiga adalah akibat bencana katastropik yang merupakan kombinasi dari kedua faktor penyebab tersebut, yaitu amblesnya daratan yang disertai peningkatan level permukaan air laut.

Pendapat Prof. Kimura di atas juga turut diperkuat oleh Teruaki Ishii, seorang profesor geologi dari Universitas Tokyo, yang juga mempercayai bahwa monumen Yonaguni adalah sebuah monolit raksasa yang sebagian dibuat atau dibentuk oleh manusia, dan sebagian lainnya merupakan hasil bentukan alami. Jika diyakini bahwa situs Yonaguni tenggelam ketika level permukaan air laut meningkat di penghujung akhir zaman es, maka dapat diperkirakan bahwa monumen batu bawah air ini dibuat sekitar 10.000 tahun yang lalu atau antara tahun 10.000 – 8000 SM. Ketika itu, lokasi tempat berdirinya monumen batu Yonaguni masih berupa daratan kering yang lebih tinggi dari level permukaan air laut, dimana Laut Jepang masih berupa daratan dan Laut Kuning tidak ada, sehingga manusia dan hewan dapat bermigrasi langsung ke Semenanjung Ryukyu dari daratan Asia, dan Yonaguni sendiri berada di ujung paling selatan dari jembatan daratan yang menghubungkan wilayah Taiwan, Ryukyu, Jepang dan Asia tersebut. Hal ini dibuktikan dengan adanya sebuah gua bawah air di wilayah dekat Yonaguni yang memiliki stalaktit dan stalagmit, yaitu struktur geologis alami yang hanya dapat terbentuk pada gua yang berada di daratan.

Meskipun sebagian peneliti telah menyakini bahwa monumen batu Yonaguni adalah struktur buatan manusia, namun belum diketahui bangunan apa sebenarnya monumen batu Yonaguni dan apa fungsinya. Sebagian berpendapat bahwa monumen batu Yonaguni dahulunya adalah sebuah tempat pemujaan. Hal ini ditunjukkan oleh sejumlah struktur formasinya yang terlihat menyerupai altar persembahan berbentuk lingkaran lengkap dengan anak-anak tangga untuk mencapainya. Struktur menyerupai altar tersebut berada di tempat-tempat khusus yang dapat dilihat dari berbagai sudut pandang, sehingga besar kemungkinan tempat-tempat itu memang digunakan sebagai tempat upacara (ceremonial). Namun ada juga yang beranggapan bahwa monumen batu Yonaguni dahulunya adalah pulau yang menjadi semacam pelabuhan transit di tengah laut bagi penduduk Asia yang ingin bermigrasi ke wilayah Amerika Utara, mengingat jembatan alami berupa daratan yang menghubungkan antara wilayah Asia dan Amerika Utara telah terputus sejak 15.000 tahun yang lalu.

Daftar Pustaka

Faram, Arthur. 2011. Yonaguni Pyramid: A Geoglyphic Study of The Yonaguni
Monolith, Japan. The Faram Research Foundation. http://www.yonaguni.ws/

Wednesday, October 3, 2012

Perjalanan Jihad Komandan Khattab (Part 1)



Oleh : Ari Subiakto

“Jika anda mengatakan kepada saya saat di Afghanistan bahwa suatu hari nanti akan tiba waktunya kita akan berperang dengan Rusia di wilayah Rusia sendiri, saya tidak akan pernah percaya kepada anda.” (Komandan Khattab)


Komandan Khattab (1969 – 2002)

Tanggal 16 April 1996, sebuah konvoi yang terdiri dari sekitar 50 kendaraan militer milik Resimen Rifle Bermotor Ke-245 Rusia, menyusuri sebuah jalan lintas di wilayah pegunungan Argun Gorge, tak begitu jauh dari dusun Yarysh Mardy, selatan Chechnya. Konvoi kendaraan militer tersebut mengangkut pasukan Rusia yang baru saja melakukan operasi militer berupa aksi sweeping dan pembantaian massal yang dikenal dengan istilah zatchistka di sebuah desa yang dihuni kaum muslim Chechnya. Saat konvoi tersebut tengah melintasi sebuah jalan pegunungan yang berkelok-kelok, dimana hutan lebat di satu sisi dan lembah sungai di sisi yang lain, tiba-tiba terdengar suara ledakan keras di depan iring-iringan konvoi tersebut. Sebuah tank yang berada paling depan hancur dan terbakar. Detik berikutnya adalah mimpi buruk bagi konvoi tentara Rusia tersebut.

Dari salah satu sisi jalan yang berupa lereng yang terlindungi oleh lebatnya hutan, sekitar 50 orang pejuang muslim Chechen melancarkan serangan penyergapan secara mendadak dari tempat persembunyiannya. Menyusul ledakan tank yang berada paling depan tadi, ledakan berikutnya berasal dari tembakan peluncur granat RPG yang menghantam kendaraan komunikasi konvoi tersebut, lalu diikuti oleh ledakan kendaraan lapis baja angkut personil (Armoured Personnel Carriers – APC) yang berada paling belakang dan paling depan, sehingga praktis memerangkap unit-unit sisanya ke dalam zona pembantaian (killing field). Pasukan Rusia pun terjebak dan terperangkap di antara kendaraan-kendaraan militer mereka tanpa bisa berkomunikasi untuk meminta bantuan ataupun menyebutkan posisi mereka. Serangan para pejuang muslim Chechnya tersebut secara sistematis menghabisi satu-persatu ranpur lapis baja BMP dan truk transport Kamaz Rusia yang terperangkap dengan tembakan peluncur granat penembus baja hingga ludes tak bersisa.

Setelah sekitar selama dua jam penyerangan, para pejuang muslim Chechnya kemudian keluar dari persembunyiannya, menyerang turun, menghabisi tanpa ampun sisa-sisa tentara Rusia yang terluka atau yang mencoba melarikan diri dari kendaraan-kendaraan militer mereka yang terbakar. Sebanyak 223 personil tentara Rusia tewas, termasuk diantaranya adalah 26 perwira senior, dan hanya menyisakan segelintir kecil tentara Rusia yang berhasil lolos dari penyergapan maut tersebut untuk menceritakan peristiwa yang mengerikan itu kepada rekan-rekannya.

Di antara kobaran api dan asap hitam yang mengepul dari bangkai-bangkai kendaraan militer Rusia yang terbakar, terlihat sesosok figur sentral yang terfilmkan oleh salah seorang anggota pejuang Chechnya yang turut dalam serangan tersebut. Ia berjalan di antara mayat-mayat tentara Rusia yang bergelimpangan di tengah jalan sambil mengangkat sepucuk senapan serbu AK-47 dan meneriakkan takbir “Allahu Akbar!” Ketika asap yang menyelimuti tempat itu perlahan mulai lenyap, tampaklah seraut wajah asing yang menunjukkan bahwa ia bukanlah orang Chechnya atau dari etnis Kaukasia, melainkan wajah seorang Arab. Penampilannya begitu khas. Janggut dan rambut yang gondrong, bertubuh gempal, serta mengenakan topi baret berwarna hitam. Siapakah orang ini?

Para pejuang Chechnya memanggilnya dengan sebutan Ameer Khattab atau Komandan Khattab. Ia adalah seorang keturunan Arab, veteran Perang Afghanistan yang menjadi komandan pasukan Mujahidin asal negara-negara Arab dan wilayah Timur Tengah lainnya yang berjihad di Chechnya. Munculnya para veteran Perang Afghanistan di medan pertempuran Chechnya tentu saja mengguncang pihak militer Rusia. Karena taktik serangan penyergapan yang terjadi di dekat desa Yarysh Mardy ini adalah taktik perang gerilya khas kaum Mujahidin Afghanistan yang sukses dalam membantai tentara-tentara Soviet di wilayah pegunungan sepanjang berkecamuknya Perang Afghanistan di era tahun 1980-an.

Kabar tentang peristiwa penyergapan maut di dekat desa Yarysh Mardy yang dipimpin oleh Khattab ini pun makin menggemparkan publik Rusia, manakala video serangan yang didokumentasikan oleh para pejuang Chechnya tersebut beredar dan ditayangkan secara luas ke seantero wilayah Chechnya. Video kemenangan tersebut disaksikan dan disambut sorak-sorai teriakan takbir warga masyarakat dan seluruh pejuang muslim Chechnya. Mereka terharu dan bangga, akhirnya kini mereka tidak lagi berjuang sendirian.

Serangan penyergapan di dekat desa Yarysh Mardy ini tercatat sebagai salah satu serangan telak paling mengerikan yang dialami oleh pihak militer Rusia selama Perang Chechnya I. Akibat peristiwa ini, Menteri Pertahanan Rusia, Pavel Grachev, mengundurkan diri, dan 3 orang jenderal Rusia di Chechnya dipecat dari jabatannya. Kehadiran Khattab di medan perang Chechnya ini telah menggetarkan nyali dan merupakan ancaman yang serius bagi pemerintah Rusia, sehingga oleh pihak Rusia, Khattab kemudian dijuluki sebagai “Osama bin Laden-nya Chechnya”.

Khattab memiliki nama asli Samir bin Saleh bin Abdullah Al Suwailem. Ia dilahirkan pada tanggal 14 April 1969 di sebuah kota kecil bernama Ar’ar, dekat perbatasan utara Arab Saudi. Ayahnya adalah seorang Arab dan ibunya keturunan Turki. Sejak kecil Khattab memang telah mengidolakan Khalifah Umar bin Khattab r.a. sehingga mengganti nama panggilannya dengan nama ibnul Khattab. Sejak kecil, Khattab dikenal pula sebagai anak yang cerdas dan gemar menolong orang lain yang tengah ditimpa kesusahan. Ia pun dikenal oleh keluarganya sebagai pribadi yang tidak pernah marah. Selalu suka bercanda dan senang bermain dengan anak-anak.

Karir jihadnya dimulai ketika Khattab berusia 17 tahun. Saat itu tahun 1987, Khattab mendengar seruan jihad Dr. Sheikh Abdullah Azzam, dan ia pun langsung memutuskan untuk segera pergi meninggalkan tanah kelahirannya, Arab Saudi, untuk berjihad membantu kaum muslimin Afghanistan melawan invasi tentara komunis Uni Soviet. Salah seorang Mujahidin Afghanistan yang mengenalnya, menceritakan saat pertama kali Khattab muda tiba di kamp pelatihan dekat kota Jalalabad, Afghanistan; "Kamp pelatihan dekat Jalalabad selalu penuh dengan saudara-saudara yang datang dan pergi hampir setiap hari. Kami tengah mempersiapkan untuk sebuah operasi besar menghadapi Rusia, dan ada beberapa saudara kami yang telah menyelesaikan pelatihan mereka tengah mengemasi tas mereka dan bersiap meninggalkan kamp untuk segera pergi ke garis depan. Saat kami tengah bersiap-siap untuk pergi ke garis depan, sekelompok rekrutan baru tiba. Saya melihat seorang anak muda remaja diantara rekrutan baru tersebut, usianya antara 16-17 tahun, dengan rambut gondrong dan jenggot yang baru mulai tumbuh. Ia segera pergi menemui sejumlah komandan kamp pelatihan dan mulai memohon kepada mereka agar mengizinkannya untuk ikut serta pergi ke garis depan. Para komandan tentu saja menolak untuk mengirimkan seorang anak muda yang tak terlatih ke front pertempuran tanpa mendapat pelatihan apa pun sebelumnya. Saya segera pergi mendekatinya, memberi salam dan menanyakan namanya. Ia menjawab, 'Ibn-ul-Khattab'."

Khattab kemudian mendapatkan pelatihan kemiliteran di kamp dekat kota Jalalabad tersebut. Salah seorang yang pernah menjadi pelatihnya adalah Hassan As-Sarehi, komandan Operation Lion’s Den di Jaji, Afghanistan. Sebuah operasi militer kaum Mujahidin di tahun 1987 yang sangat terkenal karena merupakan pertempuran besar pertama antara sukarelawan asal Arab melawan tentara Uni Soviet di wilayah Afghanistan. Setelah berhasil menyelesaikan pelatihannya, Khattab mulai dikirim ke garis depan. Selama berada di garis depan, Khattab banyak mendapatkan pengalaman tempur dan terlibat langsung dalam sejumlah kontak senjata skala besar melawan unit-unit pasukan khusus (Spetnaz) maupun unit-unit tentara reguler Uni Soviet. Ia tercatat selalu hadir di semua operasi militer besar sepanjang berlangsungnya Jihad Afghan antara tahun 1988 hingga 1993, termasuk dalam penaklukan Jalalabad, Khost, dan Kabul.

Saat itu, sama sekali tak ada yang mengira bahwa enam tahun kemudian anak muda bernama Khattab ini akan menjadi salah seorang komandan pasukan Mujahidin yang paling berani dan paling hebat yang pernah dikenal dunia di abad ke-20. Selama berjihad di Afghanistan, Khattab juga dikenal sebagai seorang Mujahidin yang tidak pernah duduk diam berlindung saat dihujani tembakan musuh. Ia selalu aktif mencari celah untuk balas menyerang. Khattab juga dikenal sebagai seorang yang tak pernah memperlihatkan rasa sakit akibat luka yang dideritanya di medan pertempuran.

Salah seorang Mujahidin pernah menceritakan bagaimana saat Khattab terluka parah oleh sebutir peluru senapan mesin berat kaliber 12.7 mm yang bersarang dalam perutnya (peluru senapan mesin kaliber 12.7 mm umumnya dipakai untuk menembus lapisan baja atau menghancurkan posisi pertahanan musuh, dan di tangan seorang personil militer yang berpengalaman, peluru senapan mesin ini jika mengenai tubuh manusia akan menjadikannya seperti daging cincang); "Selama berlangsungnya salah satu operasi militer, kami duduk-duduk dalam ruangan sebuah rumah kecil di garis belakang. Saat itu malam hari dan pertempuran di garis depan berlangsung sangat sengit. Beberapa saat kemudian, Khattab memasuki ruangan; wajahnya terlihat pucat, tapi selebihnya ia terlihat berusaha untuk bersikap normal seperti biasa. Ia masuk, berjalan sangat lambat ke arah salah satu sisi ruangan dan kemudian duduk di sebelah kami. Khattab tidak biasanya terlihat pendiam, sehingga saudara-saudara yang lain curiga pasti ada sesuatu yang buruk menimpanya, meski ia tidak sedikit pun mengingkari atau memperlihatkan tanda-tanda rasa sakit apa pun. Kami bertanya padanya apakah ia terluka; ia menjawab bahwa di garis depan, ia mendapatkan satu luka ringan, tidak ada yang serius. Salah seorang saudara kami kemudian menghampirinya untuk melihat lukanya. Khattab menolak untuk memperlihatkannya, sambil mengatakan bahwa lukanya tidak serius. Saudara kami tersebut memaksa Khattab untuk memperlihatkan lukanya dan kemudian meletakkan tangannya ke perut Khattab. Ia melihat pakaian Khattab basah kuyub oleh darah dan Khattab mengalami pendarahan berat. Kami kemudian segera memanggil sebuah mobil dan melarikannya ke rumah sakit lapangan terdekat, sepanjang perjalanan Khattab beberapa kali berusaha menyakinkan kami bahwa lukanya ringan dan tidak ada yang serius."

Tidak hanya luka di perut akibat tembakan senapan mesin berat, selama di Afghanistan, Khattab juga kehilangan jari-jari tangan kanannya saat tengah berusaha melemparkan sebuah granat tangan rakitan. Granat tersebut meledak terlalu dini di tangannya sehingga jari-jarinya pun hancur. Rekan-rekan sesama Mujahidin berusaha membujuknya untuk pergi ke Peshawar guna memperoleh perawatan medis, namun Khattab menolaknya. Ia lebih memilih membalur luka di tangannya dengan madu, seperti yang disunahkan oleh Nabi Muhammad SAW, dan kemudian membalutnya dengan kain. Setelah itu kembali melanjutkan aktivitasnya tanpa sama sekali merasa perlu untuk pergi ke Peshawar.

Usai penarikan mundur pasukan Soviet dari Afghanistan dan kaum komunis pun berhasil dikalahkan oleh kaum Mujahidin, Khattab sempat pulang kembali ke kampung halamannya di Arab Saudi. Tetapi ketika Khattab mendengar kabar tentang adanya perang melawan kaum komunis di Tajikistan, sebuah republik bekas pecahan Uni Soviet di wilayah Asia Tengah, Khattab pun menolak untuk tetap tinggal, meski telah dibujuk oleh kedua orang tuanya. Khattab segera mengemasi barang-barangnya, dan pergi ke Tajikistan pada tahun 1993.

Di Tajikistan, Khattab bertempur di medan bersalju dan pegunungan tanpa senjata dan amunisi yang memadai untuk membantu pasukan Islam yang dipimpin Said Abudullo Nuri melawan pemerintah komunis yang tetap mengendalikan wilayah tersebut pasca runtuhnya Uni Soviet. Setelah selama dua tahun berjihad di Tajikistan, Khattab kembali ke Afghanistan di awal tahun 1995 bersama satu grup kecil rekan-rekannya sesama Mujahidin. Pada saat itu, perang di Chechnya baru saja dimulai, dan banyak orang yang masih bingung dengan latar belakang agama masyarakat Chechen karena nama negeri itu masih terdengar asing di telinga mereka.

Pertama kali Khattab mendengar adanya jihad di Chechnya ketika ia tengah menyaksikan sebuah siaran televisi satelit di Afghanistan tahun 1995. Siaran televisi tersebut menampilkan orang-orang Chechen dengan ikat kepala bertuliskan kalimat syahadat, tengah meneriakkan takbir sambil mengangkat senjata untuk melawan tentara-tentara Rusia. Khattab menceritakan perasaannya saat ia melihat siaran berita tentang adanya jihad di Chechnya tersebut; "Ketika saya melihat sekelompok pejuang Chechen memakai ikat kepala bertuliskan 'La ilaha illalah...' (Tiada tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan-Nya), dan meneriakkan takbir (Allahu-Akbar!), Saya menyadari bahwa ada jihad di Chechnya dan saya harus pergi ke sana."

Saat itu pulalah Khattab menyadari bahwa kaum kafir Rusia tampaknya ingin kembali mengulangi konflik di Afghanistan dengan cara menyerang dan memerangi secara brutal umat Islam Chechnya. Sebagai seorang Mujahidin, pembela umat Islam yang juga merupakan veteran Perang Afghanistan, Khattab merasa perlu untuk turun tangan membantu saudara-saudaranya yang tertindas.

Semangat dan komitmen jihad di dalam dada Khattab memang tak lepas dari pengaruh Sheikh Abdullah Azzam, seorang doktor berkebangsaan Palestina lulusan Universitas Al-Azhar, Kairo. Beliau mengobarkan semangat jihad dan menyerukan kepada para pemuda Arab untuk berjihad di Afghanistan dengan cara mendirikan kamp pelatihan militer di sana. Saat konflik di Afghanistan antara kaum Mujahidin dengan tentara Soviet mulai mereda pada tahun 1988, Sheikh Abdullah Azzam mulai menyerukan pembentukan brigade trans-nasional (brigade tentara Islam lintas negara) untuk melindungi segenap komunitas umat Islam yang ada di berbagai penjuru dunia dari ancaman dan penindasan kaum kafir. Usai runtuhnya Uni Soviet, banyak anggota brigade pasukan bentukan Sheikh Abdullah Azzam ini yang kemudian menyebar ke berbagai penjuru dunia, dari Bosnia hingga Filipina untuk melaksanakan misinya.

Salah satu tempat tujuan para Mujahidin veteran perang Afghanistan ini tentu saja adalah Chechnya, dimana invasi skala besar militer Rusia terhadap wilayah ini di tahun 1994 – 1995 yang memperlihatkan kebrutalan tentara-tentara Rusia terhadap kaum muslimin Chechnya menjadi magnet yang memiliki daya tarik tersendiri bagi para Mujahidin veteran Perang Afghanistan untuk berdatangan. Kondisi ini tentu saja merupakan ancaman tersendiri bagi pemerintah Rusia, karena mereka adalah para pembunuh orang kafir yang profesional (professional infidel-killers) yang tidak perlu diragukan lagi kemampuannya.

Meskipun tekadnya telah bulat, namun ketika itu Khattab belum tahu dimana letak wilayah Chechnya, karena nama negeri itu masih terdengar asing baginya. Ia hanya tahu cerita tentang seorang pejuang Islam dari wilayah Kaukasus bernama Imam Shamil yang berjihad melawan Rusia kemudian meninggal dan dimakamkan di Madinah. Khattab baru mengetahui tentang Chechnya setelah mendapat surat dari Fathi Abu Sayyaf, seorang Mujahidin asal Yordania yang telah lebih dulu berjihad di Chechnya. Ia menjelaskan kepada Khattab tentang negeri Chechnya dan bagaimana caranya untuk dapat masuk ke sana.

Dari informasi tersebut, Khattab kemudian langsung melakukan perjalanan menuju ke wilayah pegunungan selatan Chechnya yang terkenal sangat berat kondisi medannya lewat wilayah Dagestan. Dari Afghanistan, Khattab pergi bersama 8 orang Mujahidin lainnya sekitar bulan Februari 1995, dan tiba di wilayah Chechnya ketika musim semi. Dengan pengalaman tempur yang lebih dari cukup, kesembilan orang itu otomatis langsung membentuk diri mereka menjadi sebuah unit tempur-pengintai (reconnaissance-fighting unit). Kelak unit ini merupakan inti dari pasukan pejuang Islam internasional di Chechnya, seperti halnya Brigade Islam Internasional pimpinan Abu Abdel Aziz “Barbaros” di Bosnia.

Khattab menguasai empat bahasa dengan fasih, yaitu bahasa Arab, Inggris, Rusia, dan Pashtun, sehingga mudah baginya untuk berkomunikasi dan beradaptasi di negeri-negeri bekas pecahan Uni Soviet seperti Chechnya. Sebagai sebuah kelompok pengintai, pada mulanya Khattab bersama rekan-rekannya menyamar sebagai reporter televisi setibanya di Chechnya untuk mempelajari situasi dan kondisi sesungguhnya yang tengah terjadi. Selama bertugas sebagai reporter itu, Khattab banyak bertemu dengan warga masyarakat Chechen dan mewawancarainya untuk dimintai pendapat mereka tentang jihad di Chechnya. Khattab juga membuat sejumlah film dokumentasi tentang penderitaan dan perjuangan umat Islam Chechnya, termasuk juga sejumlah video operasi militer para pejuang Chechen melawan tentara Rusia.

Keputusan untuk langsung segera terjun ke medan jihad Chechnya terjadi saat Khattab bertemu dengan seorang nenek dan mewawancarai apa pendapatnya tentang jihad melawan Rusia yang tengah berlangsung. Nenek itu berkata dengan yakin; "Kami ingin mereka pergi dari tanah kami sehingga kami dapat menjalankan syariat Islam." Ketika nenek itu ditanya oleh Khattab bagaimana ia dapat membantu jihad melawan Rusia, nenek itu menjawab bahwa ia hanya memiliki sebuah jaket dan ia akan menyumbangkannya di jalan Allah. Mendengar jawaban sang nenek, Khattab pun terharu dan menangis hingga "janggutnya basah oleh air matanya". Pertemuan itu akhirnya menjadi salah satu momen penting dalam hidup Khattab untuk mengawali karir jihadnya di Chechnya secara total.

Debut sukses pertama Khattab di medan tempur jihad Chechnya adalah saat ia memimpin operasi penyergapan konvoi kendaraan militer Rusia di dekat desa Yarysh Mardy pada tanggal 16 April 1996 yang kemudian dikenal sebagai “Shatoy Ambush”. Beberapa bulan setelah itu, Khattab kembali memimpin grup Mujahidin bentukannya untuk melancarkan serangan besar terhadap sebuah barak tentara Rusia, dan berhasil menghancurkan sejumlah helikopter tempur Rusia dengan menggunakan peluncur rudal anti-tank jenis AT-3 Sagger. Selama berlangsungnya operasi penyerangan ini, kembali para Mujahidin memfilmkan aksi mereka, termasuk pada saat penghancuran helikopter-helikopter tempur Rusia. Operasi-operasi militer pasukan Mujahidin yang dipimpin Khattab memang terbilang selalu spektakuler, dan tingkat kehancuran yang ditimbulkannya pun selalu tidak tanggung-tanggung.

Unit pasukan pimpinan Khattab semakin tumbuh besar dan bertambah banyak jumlah anggotanya seiring dengan semakin banyak berdatangan para pejuang Islam dari berbagai penjuru wilayah ke Chechnya. Mereka dengan resiko sendiri antara lain datang dari berbagai wilayah di Timur Tengah, seperti Arab Saudi, Turki, Pakistan, bahkan ada yang dari Eropa dan Amerika. Di Chechnya, mereka bergabung dengan unit pimpinan Khattab yang memang terdiri dari orang-orang asing dari luar wilayah Chechnya. Pihak Rusia mengklaim jumlah mereka mencapai 6.000 orang. Namun tampaknya jumlah ini terlalu dibesar-besarkan mengingat efek destruktif mereka yang sangat besar bagi pihak militer Rusia, karena yang sebenarnya jumlah mereka tidak lebih dari 80 – 100 orang saja. Keunggulan mereka bukan terletak pada jumlah, tetapi pada kualitas skill individu mereka yang setara bahkan jauh melebihi kemampuan unit-unit pasukan khusus dunia, dan yang terpenting adalah bukti nyata kontribusi militer mereka di Chechnya.

Motivasi yang tinggi dari para Mujahidin mancanegara ini juga memainkan peranan kunci dalam mengajarkan para pejuang muslim Chechnya bagaimana taktik perang gerilya ala Mujahidin Afghanistan, seperti dalam penggunaan ranjau yang dikendalikan remote-control untuk menghancurkan iring-iringan konvoi kendaraan lapis baja, kemudian strategi-strategi penyergapan (ambush strategies), taktik hit and run, juga muslihat dalam membunuh (assassination stratagems), dan lain sebagainya. Mereka juga bertindak sebagai fasilitator atau mediator dalam penyebaran informasi, rekruitmen, dan menggalang dana perjuangan dari donatur-donatur muslim, terutama dari wilayah Timur Tengah, yang ingin menyalurkan zakat mereka untuk perjuangan kaum muslimin Chechnya. Ilyas Akhmadov, mantan Menteri Luar Negeri Chechnya, mengatakan, “Mereka telah memberi kontribusi yang sangat besar untuk perjuangan kami dengan mengajari kami taktik perang gerilya Afghanistan.”


Khattab diantara para pejuang muslim Chechnya. Tampak di belakangnya seorang
dengan ikat kepala hitam bertuliskan kalimat syahadat adalah Movladi Udogov
salah seorang tokoh pejuang muslim Chechnya yang terkenal cukup radikal.

Atas kontribusi para Mujahidin Arab yang sangat besar, banyak komandan lapangan pejuang muslim Chechnya yang bersimpati dan menaruh hormat kepada Khattab dan anggota unit pasukannya. Bahkan seringkali menggabungkan kekuatan pasukan mereka dalam sejumlah operasi militer bersama. Salah seorang komandan pejuang muslim Chechnya yang dikenal amat dekat dengan Khattab tentu saja adalah Shamil Basayev. Ia adalah sosok paling radikal dan paling sukses diantara komandan pasukan pejuang Chechnya lainnya, dimana ia pernah memimpin satu grup tempur (squad) pejuang Chechen melancarkan serangan invasi ke wilayah Rusia, tepatnya ke kota Budennovsk pada tahun 1995. Di sana, Basayev menyandera sebuah rumah sakit yang membuat shock Presiden Boris Yeltsin, sehingga memaksa pihak Rusia untuk menghentikan operasi militernya di wilayah Chechnya selama beberapa bulan.

Ketika pertama kali Basayev mendengar tentang serangan penyergapan yang dipimpin Khattab di dekat desa Yarysh Mardy, Basayev langsung mendeklarasikan secara luas kepada khalayak ramai bahwa Khattab adalah saudaranya. Sebagai bentuk penghormatan dan untuk didaulat sebagai saudara, Khattab kemudian diundang untuk tinggal menetap di rumah ayahnya Basayev, Salman Basayev, yang terletak di desa Dyshne Vedeno. Di sana, Khattab pun disambut meriah dan dielu-elukan oleh seluruh warga desa yang menyambut kedatangannya sebagai seorang pahlawan besar.

Khattab dan Basayev kemudian menjadi saudara dalam jihad. Kedua unit pasukan mereka selalu bahu-membahu dalam melancarkan berbagai operasi militer gabungan melawan pasukan penjajah kafir Rusia. Ketika akhirnya pasukan pejuang muslim Chechnya berhasil meraih kemenangan gemilang pada bulan Agustus 1996, dengan direbutnya kembali ibukota Grozny dari tangan penjajah Rusia yang berhasil mereka depak keluar dalam sebuah serangan umum mendadak, persaudaraan antara Khattab dan Basayev tetap tidak pernah luntur. Meskipun pasca penarikan mundur tentara-tentara Rusia dari wilayah Chechnya dan ditandatanganinya perjanjian damai Khasav-Yurt yang menandai kemerdekaan Chechnya secara de facto, muncul suara-suara sumbang yang menginginkan agar Khattab segera pergi dari wilayah Chechnya, mengingat paham Islam radikal yang dibawanya dikhawatirkan akan mempengaruhi paham Islam sufi tradisional yang dianut oleh sebagian besar warga Chechnya. Tetapi Basayev tetap mempertahankan dan melindungi keberadaan saudaranya dari suara-suara miring tersebut. Apalagi pada kenyataannya sebagian besar warga masyarakat Chechen tidak melihat adanya masalah dengan keberadaan Khattab di antara mereka. Mereka justru masih merasa memerlukan dan menghendaki Khattab agar tetap berada di wilayah Chechnya sebagai tamu dan bagian dari mereka, mengingat jasa-jasa yang begitu besar yang telah diberikan Khattab kepada umat Islam Chechnya. Usai Perang Chechnya I, Khattab bahkan sempat dianugerahi dua penghargaan militer tertinggi Chechnya oleh Presiden Zelimkhan Yandarbiyev, yaitu medali Ordor of Honor dan Brave Warrior. Khattab kemudian diangkat menjadi seorang jenderal dan dinobatkan sebagai Pahlawan Nasional Chechnya.

Saturday, September 1, 2012

Rontoknya Helikopter Rusia di Chechnya

Oleh : Ari Subiakto



Selama berlangsungnya Perang Chechnya, sebagai salah satu negara dengan angkatan bersenjata terkuat di dunia, pihak pasukan federal Rusia tentunya menguasai sepenuhnya supremasi udara atas wilayah Chechnya. AU Rusia dengan bebas dan leluasa dapat membombardir semaunya desa-desa dan kota-kota di wilayah Chechnya dengan serangan roket, rudal udara-ke-darat, dan bom-bom tandan, yang tidak hanya menghancurleburkan bangunan-bangunan, tetapi juga menewaskan banyak warga sipil yang tak berdosa.

Sementara di pihak lain, para pejuang muslim Chechnya sama sekali tidak memiliki kekuatan udara. Jangankan kekuatan udara, untuk menghadapi pertempuran yang sama sekali tidak imbang melawan pasukan Rusia yang berkekuatan besar, mereka harus menghadapi kendala kekurangan persenjataan dan amunisi. Namun hal itu tidak berarti bahwa para pejuang muslim Chechnya tidak mampu berbuat apa-apa untuk menghadapi dan melawan kekuatan udara Rusia. Fakta di lapangan membuktikan bahwa pasukan pejuang Chechnya yang tidak memiliki kekuatan udara ini mencatat sejumlah kemenangan yang cukup signifikan dalam menghadapi AU Rusia.

Untuk mendukung operasi militer pasukan daratnya di Chechnya, AU Rusia memang mengerahkan jenis pesawat jet dan helikopter tempur yang memang spesifik bagi tugas-tugas dukungan serangan darat (close air support). Jenis pesawat jet tempur yang dikerahkan Rusia di Chechnya adalah tipe pemburu-pembom (fighter-bomber) Sukhoi Su-24 Fencer, dan tipe serang darat (ground-attack) Sukhoi Su-25 Frogfoot. Sementara untuk jenis helikopter tempur, Rusia mengerahkan jenis Mi-24 Gunship, serta helikopter transport jenis Mi-8 dan Mi-26 yang meskipun dipergunakan untuk mengangkut personil pasukan, namun biasanya telah dilengkapi cantelan (pod) untuk menggotong rudal atau tabung peluncur roket.


Helikopter tempur jenis Mi-24 sebagai unit pendukung pasukan darat Rusia di Chechnya.

Dalam Perang Chechnya II yang berlangsung antara tahun 1999 – 2002, para pejuang muslim Chechnya tercatat telah berhasil menembak jatuh sedikitnya 11 pesawat jet tempur dan 45 helikopter Rusia (Wikipedia). Jumlah itu tidak termasuk yang jatuh karena faktor cuaca, human error, mengalami kegagalan fungsi, atau dihancurkan di darat. Jenis helikopter yang paling sering ditembak jatuh adalah jenis Mi-8 yang sebagian besar hingga menewaskan seluruh awak dan penumpangnya yang tak jarang adalah para perwira tinggi militer Rusia di Chechnya.

Seperti yang terjadi pada tanggal 17 September 2001, sebuah rudal permukaan-ke-udara (surface-to-air missile) yang ditembakkan oleh grup khusus pejuang muslim Chechen, berhasil menembak jatuh sebuah helikopter transport Mi-8 jenis VIP tepat di atas pusat ibukota Grozny, yang menyebabkan tewasnya 13 personil militer Rusia yang sebagian besar adalah perwira militer senior, termasuk 2 orang jenderal, yang hendak kembali ke Moskow. Mereka adalah Mayor Jenderal Anatoly Pozdnyakov (anggota Staf Umum AD Rusia), Mayor Jenderal Pavel Varfolomeyev (deputi direktur staf Kementerian Pertahanan Rusia), dan 8 orang kolonel, yaitu; Igor Abramov, Igor Khakhalkin, Yuri Makhov, Vladimir Smolennikov, Sergei Toryanik, Nikolai Lyubimsky, Igor Tribuntsov dan Vladimir Talayev, plus 3 orang awak helikopter itu sendiri.

Selanjutnya tanggal 27 Januari 2002, sebuah helikopter milik Kementerian Dalam Negeri Rusia jenis Mi-8 ditembak jatuh dengan misil 9K38 Igla, dan meledak dekat Shelkovskaya di Distrik Nadterechny, Chechnya, sehingga menewaskan 14 orang penumpangnya. Termasuk di antara mereka yang tewas adalah 2 orang perwira senior Rusia, yaitu Letnan Jenderal Mikhail Rudchenko (deputi Menteri Dalam Negeri) dan Mayor Jenderal Nikolai Goridov (deputi komandan Tentara Dalam Negeri), ditambah 3 orang kolonel, yaitu; Kolonel Oriyenko, Stepanenko, dan Trafimov.


Helikopter Rusia jenis Mi-8 tercatat yang paling banyak ditembak jatuh di Chechnya.

Tanggal 19 Agustus 2002, satu tim pejuang muslim Chechen dengan menggunakan sistem senjata MANPAD (man-portable air-defense system), berhasil merontokkan satu helikopter Mi-26 yang kemudian jatuh di atas sebuah ladang ranjau di pangkalan militer Khankala, Chechnya, hingga menewaskan 127 dari 145 orang tentara Rusia di dalamnya. Insiden ini merupakan peristiwa dengan jumlah korban tewas terbesar sepanjang sejarah penerbangan helikopter sekaligus merupakan bencana penerbangan paling mematikan yang pernah diderita oleh pasukan angkatan bersenjata Rusia.

Sistem senjata anti-pesawat buatan Rusia jenis 9K38 Igla yang ditembakkan oleh pejuang Chechnya dari salah satu blok reruntuhan apartemen bertingkat lima di dekat pangkalan Khankala ini merupakan jenis misil permukaan-ke-udara pencari panas (heat-seeking). Senjata ini sukses menghantam helikopter transport kelas berat Rusia jenis Mi-26 yang kelebihan muatan itu, sehingga langsung menyebabkannya jatuh dan terbakar. Saat itu, helikopter ini tengah mengangkut para personil prajurit dan perwira yang berasal dari unit-unit AU Rusia yang berpangkalan di kota Mozdok. Meski sebenarnya didesain hanya untuk mengangkut sebanyak 80 personil tentara, namun pada saat kejadian, helikopter Mi-26 ini ternyata dijejali hingga 145 orang.

Menurut keterangan Pavel Felgenhauer, “Misil tersebut menghantam salah satu mesin dari Mi-26 saat tengah mendekati Khankala, ketika oleng pesawat ini jatuh tepat di atas sebuah ladang ranjau yang menjadi perimeter pertahanan markas besar militer pasukan federal Rusia di Chechnya tersebut. Sebagian mereka yang selamat, berusaha meninggalkan bangkai Mi-26, namun dilaporkan tewas oleh ledakan ranjau anti-personil yang dipasang oleh tentara Rusia sendiri.

Sebelum meledak, bagian dalam helikopter itu dibanjiri oleh bahan bakar yang tumpah, dan pintu utama tidak mau terbuka. Hanya kru yang berjumlah 5 orang dan 29 penumpang yang berhasil lolos keluar melalui lubang keluar kokpit yang sempit. Sedikitnya 4 orang tentara Rusia yang berhasil selamat, menyusul tewas keesokan harinya karena menderita sejumlah luka bakar yang amat parah. Peristiwa ini mengundang kritik dan menyebabkan komandan aviasi AD Rusia, Kolonel Jenderal Vitaly Pavlov, kemudian mundur dari jabatannya pada bulan September 2002.

Pada tanggal 11 September 2006, kembali sebuah helikopter Mi-8 ditembak jatuh. Kali ini jatuh di dekat kota Vladikavkaz, dan menewaskan 12 personil militer Rusia. Di antara yang tewas adalah 3 orang perwira tinggi, yaitu Letnan Jenderal Pavel Yaroslavtsev (deputi kepala logistik AD), Letnan Jenderal Viktor Guliaev (deputi kepala unit medis AD), dan Mayor Jenderal Vladimir Sorokin (kepala logistik Distrik Militer Kaukasus Utara).

Terakhir tanggal 27 April 2007, lagi-lagi sebuah helikopter militer Rusia jenis Mi-8 yang berangkat dari timur kota Gudermes dan tengah mengangkut pasukan khusus, jatuh di pegunungan sebelah selatan Chechnya, hanya karena tembakan senapan otomatis ringan pejuang Chechnya. Seluruh penumpangnya yang berjumlah 20 orang tewas. Mereka terdiri dari 15 personil pasukan komando GRU Spetsnaz dan dua orang perwiranya yang ditugaskan untuk membantu pasukan federal Rusia yang tengah diserang oleh para pejuang di dekat desa Shatoy, ditambah 3 orang kru yang terdiri dari pilot, yaitu Letnan Kolonel Sergei Korolev, navigator, Kapten Vyacheslav Kudryashov, dan perwira mekanik, Letnan Senior Nikolai Sidygalov.

Dari beberapa contoh di atas, senjata yang dipergunakan oleh para pejuang muslim Chechnya untuk merontokkan helikopter-helikopter tempur Rusia ternyata cukup bervariasi. Dari mulai yang tercanggih yang memang diperuntukkan bagi fungsi pertahanan anti-pesawat, yaitu sistem peluncur rudal permukaan-ke-udara (MANPAD) jenis 9K38 Igla buatan Rusia, hingga menggunakan rudal anti-tank (anti-tank guided missiles) atau roket peluncur granat (RPG) yang ditembakkan ke udara, bahkan hanya oleh tembakan senapan otomatis ringan yang dilepaskan oleh para pejuang dari darat.


Komandan Khattab sedang melatih sejumlah pejuang Chechnya menggunakan
senjata peluncur misil anti-pesawat.

Begitu banyaknya pesawat atau helikopter tempur Rusia di Chechnya yang rontok ditembak jatuh, membuktikan bahwa keunggulan supremasi udara dalam kondisi tertentu ternyata masih dapat ditaklukkan oleh unit-unit sekelas prajurit infantri ringan. Karena menurut sebagian analis militer, penggunaan helikopter tempur dan pesawat jet serang darat dalam pertempuran kota yang didominasi oleh gedung-gedung bertingkat atau wilayah pegunungan, sangatlah riskan untuk dilakukan. Berkaca dari pengalaman di medan perkotaan dan pegunungan, sesuai dengan tugas dan fungsinya sebagai pendukung pasukan di darat, dalam melancarkan serangannya, helikopter tempur atau pesawat jet serang darat sesekali pasti akan melakukan manuver terbang rendah di atas gedung-gedung bertingkat atau diantara lembah-lembah pegunungan. Manuver ini tentu saja akan menyebabkannya menjadi mangsa empuk bagi personil infantri ringan bersenjata peluncur rudal anti-pesawat, roket, atau hanya senapan mesin, yang bersembunyi di atas atap-atap gedung bertingkat atau di celah-celah bebatuan pegunungan. Resep ini telah dibuktikan oleh Mujahidin Somalia di kota Mogadishu saat merontokkan helikopter tempur Amerika, atau oleh para Mujahidin Afghanistan di wilayah pegunungan dalam melawan tentara Uni Soviet selama berlangsungnya Perang Afghanistan (1979 – 1989). Dengan begitu, sebenarnya sama sekali tidak ada alasan bagi kekuatan militer negara-negara adidaya untuk memandang remeh kemampuan tempur unit-unit infantri ringan, terlebih bila unit-unit itu dikenal dengan nama “MUJAHIDIN”.

Saturday, July 7, 2012

Catatan Kecil Seorang Peminat UFO


Misteri UFO tak disangsikan lagi adalah merupakan misteri terbesar dan yang paling terkenal di dunia. Karena kemisteriusannya yang hingga kini belum bisa terpecahkan, menyebabkan banyak orang yang begitu tertarik dengan fenomena ini. Saya sendiri telah mulai mengenal dan tertarik dengan misteri UFO sejak kelas tiga SD. Saat itu, sekitar tahun 1986 – 1987, awal ketertarikan saya bermula saat sepulang sekolah diajak mampir ke sebuah kios buku dan majalah bekas di kota kelahiran saya, Bandar Lampung. Saya melihat tumpukan majalah berisi kumpulan cerita bergambar (cergam) bernama “ZINZIN”. Saya pilih salah satu yang judulnya “Kapten Buku Biru”. Sampulnya bergambar seorang pilot pesawat jet tempur tengah menatap kapal angkasa asing dari dalam kokpitnya. Karena uang jajan saya sudah habis, saya pun meminta orang tua saya untuk membelikannya.

Semula, saya mengira cergam tersebut berisi cerita tentang pertempuran udara yang menampilkan gambar pesawat-pesawat jet tempur, tetapi saat saya membacanya di rumah, ternyata isinya adalah tentang kasus-kasus perjumpaan pilot-pilot pesawat yang bertemu dengan benda-benda terbang tak dikenal. Beberapa di antaranya yang masih saya ingat adalah kasus tentang foto piring terbang yang berhasil diabadikan oleh Paul Trent, seorang petani asal kota Oregon, Amerika, kemudian kasus penampakan cahaya-cahaya misterius di atas kota Washington DC pada tahun 1952, dan kisah tentang Project Bluebook-nya Kapten Edward J. Ruppelt. Usai membacanya, saya mulai bertanya-tanya. Siapakah yang mengendalikan dan ada di dalam benda-benda terbang misterius yang memiliki kecepatan dan manuver yang luar biasa itu?

Karena penasaran dengan cerita-cerita yang ada dalam cergam tersebut yang ternyata memang didasari atas kisah nyata, saya mulai menyisihkan uang untuk membeli seri majalah “ZINZIN” lainnya, dan saya pun akhirnya mulai dibanjiri oleh informasi-informasi mengenai mahluk-mahluk luar angkasa dari planet lain yang mengendarai piring-piring terbang yang datang mengunjungi bumi. Saat itu, saya sempat memiliki beberapa koleksi majalah “ZINZIN” bekas, antara lain berjudul “Arsip-arsip Misteri”, “Perjalanan Yang Terputus”, dan “Penyakit dari Langit”, meski kini semuanya telah hilang lenyap entah kemana. Namun begitu, saya masih ingat dan telah begitu akrab dengan sejumlah kasus penampakan UFO dan alien yang dikisahkan dalam cergam tersebut. Beberapa kasus yang cukup menakutkan bagi saya dan sempat menghantui saya pada waktu itu adalah kasus Kelly-Hopkensville, Hantu Flatwoods, dan kasus penculikan Barney dan Betty Hills.



Setelah majalah “ZINZIN” tersebut tidak bisa saya temui lagi di kios buku bekas yang biasa saya beli, saya cukup beruntung karena di salah satu toko buku yang berada tak jauh dari sekolah saya, saya menemukan kumpulan cergam kasus penampakan UFO yang ada di majalah “ZINZIN” tersebut dalam satu terbitan tersendiri yang ternyata merupakan seri dari cergam karya Jacques Lob dan Robert Gigi yang berjudul “Rahasia Pemunculan UFO” yang diterbitkan oleh penerbit Sinar Harapan. Penerbit buku yang sama dengan yang menerbitkan komik Asterix dan Obelix. Saya sempat mengkoleksi tiga seri di antaranya, yaitu; “Piring-piring Terbang”, “Tamu dari Angkasa Luar” dan “UFO Datang di Bumi”.



Di toko buku itu pulalah, saya menemukan buku UFO yang lebih serius lagi kajiannya, yaitu buku yang ditulis oleh ‘Bapak UFOlogi Indonesia’, almarhum Marsekal (Purn) J. Salatun, yang berjudul “UFO Salah Satu Masalah Dunia Masa Kini” (1982) terbitan Yayasan Idayu. Dari buku tersebut, pengetahuan saya mengenai masalah UFO pun semakin luas dan berkembang. Saya mulai berpikir mengenai asal-usul dan tujuan benda-benda terbang tak dikenal tersebut datang ke bumi bersama alien yang mengendarainya. Saat itu, saya mempercayai bahwa UFO adalah fenomena nyata dan bukan karena kesalahan pengamatan seperti yang banyak dikatakan oleh para skeptis masalah UFO. Sementara untuk mempercayai keberadaan para alien, saat itu saya pribadi masih belum begitu yakin 100%, karena meskipun saya percaya akan adanya kehidupan lain di luar planet bumi, namun saya masih bingung dengan adanya fakta bahwa terdapat bermacam-macam jenis mahluk UFO yang dilaporkan oleh saksi mata. Manakah dari alien-alien tersebut yang benar-benar nyata? Jika memang benar semuanya, tidakkah ini suatu hal yang aneh, ada begitu banyak alien yang berasal dari berbagai planet yang berbeda tetapi muncul di bumi pada saat yang hampir bersamaan? Apakah mereka memang saling mengenal dan saling bekerja sama?

Memasuki bangku SMP, pada sekitar awal era tahun 1990-an, ketertarikan saya terhadap misteri UFO mulai berkurang, karena selain minat saya mulai beralih ke musik rock yang tengah melanda para remaja saat itu, saya juga tidak banyak menemukan buku atau literatur lain mengenai masalah UFO di toko-toko buku maupun perpustakaan yang ada di kota tempat tinggal saya. Selain hanya 1-2 judul buku saja yang sempat saya baca, seperti buku “Terbesar di Dunia Misteri UFO” yang ditulis Nigel Blundell dan Roger Boar yang saya pinjam dari seorang teman, dan buku “Dajjal akan Muncul dari Segitiga Bermuda” (1996) yang ditulis oleh Muhammad Isa Dawud.

Kini, dua puluh tahun kemudian, minat dan ketertarikan saya kepada misteri UFO muncul kembali. Di era internet, dimana segala macam informasi dapat kita peroleh dengan mudah, saya mulai mencoba untuk menelusuri kembali kenangan masa lalu saya dalam mencari jawaban tentang berbagai macam pertanyaan yang pernah muncul di benak masa kecil saya saat membaca buku-buku dan kisah-kisah mengenai fenomena penampakan UFO dan alien. Namun kali ini, saya kembali dengan kesimpulan yang berbeda dalam mencoba menjawab berbagai macam pertanyaan seputar misteri fenomena UFO itu, dan sebagai seorang penulis, saya juga merasa tertantang untuk menulis buku bertema tentang UFO, demi menuangkan gagasan yang selama ini terpendam agar dapat dibagi kepada sesama peminat dan pemerhati masalah UFO di tanah air. Alhamdulillah, dua buah buku bertema UFO telah berhasil saya selesaikan, salah satunya berjudul “UFO Senjata Rahasia Nazi”, namun sayangnya saat ini masih tertunda di pihak penerbit untuk bisa segera diterbitkan. Saya berharap dan mohon doa restu, semoga buku saya bisa segera terbit dan sampai ke tangan para pembaca sekalian. Insya Allah. (***)

Saturday, May 5, 2012

Misteri Pemindahan Singgasana Ratu Bilqis

Oleh : Ari Subiakto


“Berkata Sulaiman: “Hai pembesar-pembesar, siapakah di antara kamu sekalian yang sanggup membawa singgasananya kepadaku sebelum mereka datang kepadaku sebagai orang-orang yang berserah diri.” Berkata ‘Ifrit (yang cerdik) dari golongan jin: “Aku akan datang kepadamu dengan membawa singgasana itu kepadamu sebelum kamu berdiri dari tempat dudukmu; sesungguhnya aku benar-benar kuat untuk membawanya lagi dapat dipercaya.” Berkatalah seorang yang mempunyai ilmu dari al-Kitab: “Aku akan membawa singgasana itu kepadamu sebelum matamu berkedip.” Maka tatkala Sulaiman melihat singgasana itu terletak di hadapannya, ia pun berkata: “Ini termasuk kurnia Tuhanku untuk mencoba aku apakah aku bersyukur atau mengingkari (akan ni’mat-Nya).” (QS. An Naml (27): 38-40)

Bagi para pemikir Islam modern, apa yang telah dikisahkan dalam Al-Qur’an surat An Naml ayat 38 – 40 tersebut di atas, adalah merupakan suatu petunjuk nyata akan kecanggihan teknologi yang telah dimiliki oleh Nabi Sulaiman a.s. dan umatnya, dimana dengan menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi tingkat tinggi, umat Nabi Sulaiman mampu menciptakan teknologi teleportasi, yaitu teknologi memindahkan suatu obyek dari jarak jauh hanya dalam waktu sekejap, yang mampu mengalahkan atau mengungguli kemampuan bangsa jin yang hanya mengandalkan pada kekuatan dan kecepatan fisiknya saja.

Teknologi teleportasi ini mungkin masih sulit untuk dipahami oleh sebagian besar umat Islam, terutama bagi mereka yang masih berpikiran awam. Bahkan pada zaman modern sekarang ini, teknologi teleportasi tersebut pun belum ditemukan, dan oleh sebagian orang, teknologi ini masih dianggap sebagai khayalan dunia sains fiksi belaka, sehingga sulit dipercaya apabila pada zaman dulu, di zaman Nabi Sulaiman yang hidup kurang lebih 3.000 tahun yang lalu, teknologi ini telah berhasil dicapai dan dipergunakan secara sempurna.

Namun begitu, sebagian besar umat Islam ternyata masih banyak yang belum menyadari akan kebenaran dari fakta ini, dan sebagian lainnya, terutama mereka yang beraliran konservatif, masih saja menganggap dan berkeyakinan bahwa peristiwa ini terjadi secara ghaib bin ajaib, sehingga mereka tidak kepikiran untuk menggali lebih lanjut isyarat ilmu pengetahuan dan teknologi tingkat tinggi yang tersirat dalam ayat-ayat tersebut di atas.

Seperti yang terdapat dalam tafsir Ibnu Katsir yang menjelaskan bahwa proses pemindahan singgasana Ratu Bilqis tersebut terjadi berkat doa salah seorang pengikut Nabi Sulaiman. Menurut hadist riwayat Ibnu ‘Abbas, orang ini bernama Ashaf bin Barkhiya. Ia adalah sahabat sekaligus sekretaris pribadi Nabi Sulaiman yang sangat terpercaya dan menguasai ilmu pengetahuan yang bersumber dari al-Kitab. Dikatakan di dalam tafsir tersebut, sama sekali tidak ada tindakan apa-apa dari pengikut Nabi Sulaiman bernama Ashaf tersebut, selain berwudhu lalu berdoa kepada Allah, dan kemudian secara ghaib dan tiba-tiba Allah pun mengabulkannya dan memindahkan singgasana Ratu Bilqis tersebut dalam waktu sekejap mata. Ini adalah penafsiran yang sangat ganjil dan mengandung sejumlah kejanggalan jika tidak dapat dibilang keliru dan menyesatkan. Penulis sendiri melihat penafsiran ini begitu sarat dengan muatan tipu daya dan kebohongan khas kaum Yahudi yang menginginkan agar umat Islam tidak mengetahui kejadian yang sebenarnya, dan ini yang mungkin sama sekali tidak disadari oleh Ibnu Katsir di dalam kitab tafsirnya.

Secara logika saja penafsiran ini sudah dapat dibantah dengan telak. Sekarang coba mari kita berpikir, berapa lama waktu yang dibutuhkan antara seorang bernama Ashaf ini mulai berdoa hingga dikabulkan oleh Allah? Apakah bisa ia melakukannya dalam waktu kurang dari sekedipan mata? Jangan-jangan belum lagi Ashaf ini mulai berdoa, jin ’Ifrit sudah membawa singgasana Ratu Bilqis di hadapan Nabi Sulaiman. Dalam penafsiran tersebut, terkesan bahwa Allah SWT telah diposisikan sama seperti jin botol yang selalu siap untuk mengabulkan dan memenuhi apa pun yang diminta oleh manusia. Selain itu, kejanggalan lainnya dalam penafsiran ini adalah:

Pertama, jika yang dikerjakan oleh seorang bernama Ashaf ini hanya berdoa memohon kepada Allah, apakah pantas ia berkata atau memberi jaminan kepada Nabi Sulaiman bahwa; ia akan membawa singgasana itu kepada Nabi Sulaiman sebelum mata Nabi Sulaiman berkedip? Seolah ia dengan begitu yakinnya telah mengetahui bahwa Allah SWT akan mengabulkan doanya persis seperti apa yang ia janjikan atau jaminkan kepada Nabi Sulaiman. Ini tidak masuk akal, mengingat Nabi Muhammad SAW saja tidak pernah sepercaya diri itu dalam menjanjikan sesuatu kepada orang lain, terlebih bila hal tersebut sepenuhnya sangat tergantung kepada kehendak dan kekuasaan Allah SWT.

Kedua, jika memang benar upaya yang dilakukan oleh orang bernama Ashaf ini hanya berdoa memohon kepada Allah untuk memindahkan singgasana Ratu Bilqis dalam waktu sekejap mata, siapakah sebenarnya yang lebih dekat dan lebih mulia di sisi Allah di antara mereka? Bukankah yang paling mulia dan paling dekat dengan Allah SWT di antara mereka tentunya adalah Nabi Sulaiman sendiri? Jika upaya yang dilakukan hanya sekedar berdoa saja, tentunya Nabi Sulaiman bisa melakukannya sendiri, karena justru beliaulah orang yang paling berhak untuk melakukannya dan paling makbul doanya untuk didengar dan dikabulkan oleh Allah. Lalu mengapa Nabi Sulaiman harus menggantungkannya kepada orang lain? Sekali lagi, penafsiran ini tidaklah masuk akal.

Dalam kajian ini, bukannya penulis tidak mempercayai sesuatu yang bersifat ghaib atau supranatural, seperti mukjizat atau keajaiban, terlebih apabila hal tersebut berasal dari Allah. Juga bukan pula karena mau sok ilmiah, namun perlu untuk kita cermati bahwa peristiwa pemindahan singgasana Ratu Bilqis dalam waktu sekejap mata tersebut bukanlah suatu peristiwa yang sederhana yang bisa dijelaskan begitu saja secara dangkal, dimana dengan doa semuanya selesai atau semuanya beres. Lalu untuk apa orang bernama Ashaf ini dikatakan dalam Al-Qur’an mempunyai ilmu dari al-Kitab kalau yang dilakukannya hanya sekedar berwudhu dan berdoa dimana semua orang bisa melakukannya?

Fakta yang telah disyaratkan Al-Qur’an adalah ’Ifrit dari golongan jin mampu memindahkan singgasana itu karena mengandalkan kekuatannya, sementara manusia yang jauh lebih lemah ternyata mampu memindahkannya dengan cara yang jauh lebih cepat lagi, yaitu hanya dalam waktu sekejap mata. Dengan cara apakah manusia atau seorang bernama Ashaf ini mampu memindahkannya? Jawabannya tentu saja dengan ilmu pengetahuan yang dimilikinya karena bukankah telah diisyaratkan di dalam Al-Qur’an bahwa kemampuan Ashaf ini diperoleh karena ia memiliki ilmu dari al-Kitab. Menurut sebagian penafsir, bahwa al-Kitab yang dimaksud adalah kitab Taurat yang diturunkan kepada Nabi Musa dan kitab Zabur yang diturunkan kepada Nabi Daud. Namun penulis menduga bahwa yang dimaksud al-Kitab tersebut adalah manuskrip ilmu pengetahuan yang diwariskan oleh kedua nabi tersebut. Mengingat Nabi Musa sendiri diketahui adalah orang yang paling cerdas dan berilmu di zamannya. Selama tinggal di istana Fir’aun, dari kecil hingga dewasa, Nabi Musa banyak mempelajari manuskrip-manuskrip kuno milik bangsa Mesir kuno yang berisi catatan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi tingkat tinggi yang telah berhasil dicapai oleh umat manusia di masa lampau, seperti mungkin teknologi pembangunan piramid dan juga teknologi kelistrikan yang konon kabarnya telah berhasil dicapai oleh bangsa Mesir kuno. Begitu pula dengan Nabi Daud. Ia juga adalah seorang yang sangat cerdas dan mengusai ilmu pengetahuan dan teknologi tinggi, terutama dalam bidang metalurgi atau pengolahan logam.

Kita memang tidak tahu dengan pasti al-Kitab macam apakah yang dikuasai oleh pengikut Nabi Sulaiman bernama Ashaf bin Barkhiya ini, yang jelas Al-Qur’an telah mengisyaratkan bahwa kelebihan orang ini dibandingkan yang lainnya adalah ia menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi yang telah dapat langsung diaplikasikan atau dibuktikan, dimana sebelum Ashaf menjanjikan kepada Nabi Sulaiman, tentunya ia telah menguji coba atau melakukan serangkaian eksperimen terlebih dahulu dan berlangsung sukses, sehingga dengan yakinnya ia kemudian bisa menjanjikan kepada Nabi Sulaiman, pemindahan singgasana Ratu Bilqis tersebut dapat berlangsung hanya dalam waktu sekejap mata. Peristiwa pemindahan singgasana dengan teknologi yang sangat fantastis ini membuktikan bahwa peradaban bangsa Bani Israel di zaman Nabi Sulaiman telah demikian sangat maju dan canggihnya, sekaligus bukti bahwa Allah melebihkan derajat orang-orang yang mengusai ilmu pengetahuan dan teknologi.

Mengapa penulis cenderung lebih beranggapan bahwa peristiwa pemindahan singgasana Ratu Bilqis dalam waktu sekejap mata adalah masalah ilmu pengetahuan dan teknologi? Karena secara konsep ilmu fisika, pemindahan materi dari jarak jauh dalam waktu sekejap adalah sesuatu yang sangat mungkin terjadi. Hal tersebut adalah sesuatu yang masuk akal dan memang bisa direalisasikan jika kita memang benar-benar mengetahui dan menguasai ilmunya atau rahasianya. Sejumlah penelitian dan eksperimen ke arah sana telah mulai dilakukan oleh para ilmuwan di sejumlah negara maju, dan mereka telah memperoleh sedikit kemajuan, meskipun kemajuan tersebut baru dalam tahap awal yang masih sangat mendasar sifatnya.

Pada prinsipnya, teleportasi sendiri adalah mentransfer materi dari satu titik ke titik lainnya. Selama ini istilah teleportasi hanya dikenal dalam cerita sains fiksi, sementara dalam ilmu fisika kemungkinan itu masih dalam sebatas teori. Ide umum dari teleportasi ini adalah obyek yang akan dipindahkan lebih dulu di-scanning untuk mengekstrak seluruh informasi atom-atom penyusunnya sebelum dilakukan proses dematerialisasi atau penguraian, dan kemudian informasi detil dari konfigurasi atom yang telah diekstrak ini ditransmisikan atau dikirimkan ke lokasi yang berbeda dalam bentuk gelombang untuk direkonstruksi kembali. Dengan cara seperti ini, maka jarak dan waktu tidak lagi mempengaruhi perjalanan atau perpindahan obyek tersebut, atau dengan kata lain proses ini tidak membutuhkan waktu tempuh dan tidak dipengaruhi oleh berapa pun jauhnya jarak antara kedua tempat tersebut. Karena pada saat proses dematerialisasi terjadi di suatu titik, maka secara bersamaan di titik tujuannya tengah terjadi proses rekonstruksi kembali. Jadi proses dematerialisasi dan rekonstruksi itu terjadi secara bersamaan. Tapi saat disusun kembali, materi yang digunakan mungkin bukan berasal dari yang aslinya, melainkan replikanya yang berasal dari atom-atom yang memiliki sifat serupa, yang secara sama persis menyusun kembali sesuai dengan bentuk aslinya.

Sebelumnya, para ilmuwan fisika masih menganggap teleportasi adalah suatu hal yang mustahil, namun pada tahun 1993, ide teleportasi mulai berpindah dari dunia sains fiksi ke dalam dunia fisika teoritis dan eksperimen. Pada tahun itu, seorang ahli fisika bernama Charles H. Bennet bersama sebuah tim peneliti yang berasal dari IBM, mengkonfirmasikan bahwa quantum teleportation secara prinsip dapat dilakukan, tapi dengan konsekuensi hanya jika obyek aslinya yang akan diteleportasikan musnah. Pernyataan ini pertama kali diungkapkan oleh Bennet dalam sebuah pertemuan di American Physical Society pada bulan Maret 1993, yang lalu diikuti oleh sebuah laporan hasil eksperimen pada tanggal 29 Maret 1993 dalam Physical Review Letters, yang membuktikan eksperimen teleportasi terhadap photon berhasil dilakukan. Sejak saat itu, sejumlah eksperimen dengan menggunakan photon pun makin membuktikan bahwa quantum teleportation adalah sebuah fakta yang mungkin terjadi.

Di tahun 1998, sekelompok fisikawan dari California Institute of Technology (Caltech), bersama dua kelompok ilmuwan Eropa, mencoba kembali mewujudkan ide pihak IBM dengan kembali sukses menteleportasikan sebuah photon (photon adalah sebuah partikel energi cahaya). Para ilmuwan Caltech ini berhasil membaca struktur “atomik” dari sebuah photon, lalu mengirimkan informasi tersebut melintasi kabel koaksial sepanjang 1 meter dan membuat replika dari photon tersebut di tempat yang baru. Seperti yang diprediksi, photon aslinya lenyap tepat pada saat replikanya dibuat. Dengan kata lain, teleportasi adalah sebuah paket analisis struktur atom dari sebuah obyek yang akan dipindahkan dari ruang transporter awal ke lokasi lain atau ke ruang transporter lain, dimana replikanya akan disusun kembali. Pada saat mesin teleportasi menyusun kembali kopian atau replika obyek aslinya di tempat yang baru, maka pada saat yang sama mesin tersebut juga akan melakukan scanning terhadap obyek aslinya sambil mengurai dan memusnahkannya.

Eksperimen teleportasi berikutnya terjadi di tahun 2002, ketika para peneliti di Australian National University berhasil menteleportasikan seberkas sinar laser. Tetapi eksperimen teleportasi terbaru yang paling sukses terjadi pada tanggal 4 Oktober 2006 di Niels Bohr Institute, Copenhagen, Denmark. Dr. Eugene Polzik dan timnya telah berhasil menteleportasikan paket informasi dalam seberkas sinar laser ke dalam sebuah awan atom. Menurut Polzik, eksperimen ini adalah satu langkah maju karena untuk pertama kalinya eksperimen teleportasi melibatkan antara cahaya dan materi, dua obyek yang berbeda. Satu membawa informasi dan satunya lagi sebagai medium perantara. Informasi ini berhasil diteleportasikan sejauh sekitar setengah meter.

Apa yang telah dicapai oleh para ilmuwan tersebut memang masih sangat jauh dari pengembangan teknologi teleportasi yang telah berhasil dicapai oleh umat Nabi Sulaiman sekitar 3.000 tahun yang lalu. Namun setidaknya, eksperimen-eksperimen tersebut menunjukkan kepada kita bahwa peristiwa teleportasi adalah suatu hal yang sangat mungkin terjadi dari segi ilmiah dan bukan hanya merupakan khayalan belaka. Eksperimen-eksperimen tersebut juga secara tidak langsung merupakan langkah awal untuk membuktikan kebenaran ilmiah Al-Qur’an dan untuk menyadarkan kita agar membuang jauh-jauh penafsiran yang cenderung bersifat tahayul atau khurafat yang hanya membuat pemahaman dan pemikiran umat Islam menjadi dangkal sehingga “tumpul” dan tidak lagi peka dalam membaca isyarat-isyarat ilmu pengetahuan dan teknologi tingkat tinggi yang terkandung dalam Al-Qur’an.

Saat ini memang eksperimen-eksperimen teleportasi baru bisa dilakukan atau diujicobakan terhadap photon, dan belum bisa dilakukan terhadap materi atau obyek yang lebih tinggi atau lebih komplek tingkatannya dari photon, sehingga kemampuan untuk memindahkan suatu obyek dari satu tempat ke tampat yang lain dengan cara teleportasi belum bisa dilakukan. Sebabnya adalah karena para ilmuwan masih belum mampu atau belum mengetahui cara untuk mengidentifikasi secara tepat posisi atom-atom yang menyusun suatu obyek pada saat berlangsungnya proses scanning. Padahal mengetahui secara tepat posisi atom-atom penyusun suatu obyek adalah syarat utama dalam proses scanning agar tidak terjadi kesalahan penempatan dalam penyusunan atau proses rekonstruksi kembali di tempat tujuan.

Pemetaan posisi atom-atom secara tepat memang belum bisa dilakukan karena bertentangan dengan Hukum Ketidakpastian Heisenberg (Heisenberg Uncertainty Principle) dalam mekanika quantum, yang menghalangi segala bentuk pengukuran atau proses scanning terhadap semua informasi yang diekstraksi dari sebuah atom atau obyek. Berdasarkan prinsip-prinsip yang diformulasikan pada tahun 1927 oleh fisikawan Jerman bernama Werner Heisenberg tersebut adalah tidak mungkin untuk menetapkan secara bersamaan posisi dan momentum sebuah partikel, seperti sebuah elektron misalnya, secara persis. Sehingga semakin akurat penentuan sebuah partikel maka akan semakin menghasilkan suatu ketidakpersisan dalam pengukurannya. Jadi makin akurat sebuah obyek di-scanning, semakin ia “terganggu” oleh proses scanning tersebut. Jadi makin kita ingin mengetahui secara persis posisi yang sebenarnya dari lokasi sebuah atom, maka semakin “terganggu” dan tidak pasti dimana atom tersebut berada, sehingga akhirnya kita tidak dapat mengekstrak cukup informasi penyusun dari suatu obyek untuk dibuat replikanya. Berdasarkan prinsip tersebut maka untuk membuat replika yang sama persis dari suatu obyek yang pertikel terkecilnya telah diuraikan tak akan pernah bisa disusun kembali.

Namun begitu, kita harus optimis bahwa suatu saat nanti kendala teknologi tersebut dapat ditemukan solusinya, sehingga teknologi teleportasi akan dapat dicapai dan diwujudkan oleh umat manusia, terlebih bila pencapaian itu berhasil dilakukan oleh umat Islam sendiri. Teknologi teleportasi bukanlah khayalan atau suatu hal yang mustahil bagi manusia karena teknologi tersebut telah jelas-jelas diisyaratkan dalam kitab suci Al-Qur’an lewat peristiwa pemindahan singgasana Ratu Bilqis di zaman Nabi Sulaiman yang dilakukan oleh seorang manusia yang mempunyai ilmu dari al-Kitab alias menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi. Hal ini secara tidak langsung menunjukkan bahwa teknologi teleportasi sesungguhnya dapat dicapai dan dikuasai oleh umat manusia, dimana teknologi ini jauh lebih baik dari kemampuan yang dimiliki oleh bangsa jin. Pencapaian teknologi teleportasi juga merupakan salah satu bukti keunggulan manusia yang berilmu dibandingkan dengan bangsa jin, meskipun itu dari golongan jin yang paling cerdik sekalipun.

Misteri Eksperimen Philadelphia

Kisah Eksperimen Philadelphia sebenarnya masuk ke dalam ranah topik teori konspirasi. Subyek ini telah lama menjadi kontroversi dan bahan perdebatan. Fakta sebenarnya di balik eksperimen ini memang tidak pernah diketahui publik. Banyak informasi aneh yang beredar sehubungan dengan eksperimen misterius ini. Sebagian orang ada yang menganggap kisah eksperimen ini adalah hoax alias kebohongan atau rumor yang memang sengaja dihembuskan oleh pihak-pihak tertentu. Ada pula yang menganggapnya sebagai mitos dari kebudayaan modern, seperti halnya mitos tentang “Area 51”. Namun bagi penganut teori konspirasi, eksperimen ini adalah suatu fakta sejarah yang menunjukkan bahwa semasa Perang Dunia II, pihak Amerika diam-diam telah berhasil melakukan eksperimen rahasia mengenai invisibility atau teleportasi.

Terlepas dari benar-tidaknya, saya sendiri menganggap bahwa eksperimen ini memang tidak dapat dijadikan sebagai fakta pendukung ataupun bukti kuat bahwa teknologi teleportasi telah berhasil dicapai atau ditemukan kembali oleh pemerintah Amerika, karena terlalu banyak versi dan juga narasumber yang mengisahkan tentang peristiwa Eksperimen Philadelphia ini, dimana masing-masing versi tersebut saling bertentangan satu sama lain dan tak didukung oleh bukti-bukti yang kuat selain hanya berdasarkan cerita-cerita atau kesaksian yang mungkin bisa dikarang-karang sendiri. Namun apabila benar, kisah ini setidaknya bisa menjadi bahan pertimbangan bagi kita atau memperkaya kesimpulan kita seputar masalah teleportasi, mengingat pencapaian ini bukanlah suatu hal yang mustahil.

Secara umum dikisahkan bahwa Eksperimen Philadelphia yang dipimpin dan dikerjakan oleh Dr. Franklin Reno alias “Dr. Rinehart” ini didasari atas salah satu aspek dari Teori Penyatuan Medan atau Unified Field Theory yang dicetuskan oleh Albert Einstein pada era tahun 1920-an. Teori Penyatuan Medan dalam ilmu fisika adalah suatu konsep teoritis atau theoretical framework yang memungkinkan untuk menggabungkan atau menghubungkan semua interaksi gaya atau kekuatan yang ada di alam ke dalam satu bentuk rumus persamaan.

Penggabungan semua gaya atau kekuatan yang berjumlah empat itu disebut sebagai interaksi-interaksi (interactions) yang menghubungkan antara gaya gravitasi, elektromagnet, gaya nuklir kuat (strong nuclear force) yang mengikat inti atom agar tetap menyatu, dan gaya nuklir lemah (weak nuclear force) yang bertanggung jawab dalam proses peluruhan radioaktif, yang kesemuanya dideskripsikan ke dalam bentuk satu rumus persamaan. Keempat gaya atau kekuatan ini adalah yang menentukan atau menguasai interaksi semua materi di alam semesta. Rumus persamaan dari teori ini, jika berhasil ditemukan, akan memungkinkan untuk menjelaskan semua hubungan atau seluruh interaksi antar hukum-hukum fisika yang ada di alam semesta.

Namun begitu, selama puluhan tahun para ilmuwan berusaha keras, belum ada seorang pun, termasuk Einstein sendiri, yang berhasil merumuskan rumus persamaan bagi Teori Penyatuan Medan ini. Einstein sendiri selama 30 tahun terakhir hidupnya yang hanya berusaha untuk menemukan dan merumuskan hubungan antara dua gaya saja, yaitu gaya gravitasi dan elektromagnetik, tak pernah berhasil. Rumus persamaan yang baru berhasil ditemukan saat ini adalah interaksi antara gaya elektromagnetik dengan gaya nuklir lemah (weak nuclear force) yang kemudian disebut electroweak theory. Rumus ini ditemukan antara tahun 1967-68 oleh fisikawan Amerika, Steven Weinberg, dan fisikawan Pakistan, Abdus Salam, dengan menggunakan suatu teknik matematika yang disebut dengan gauge symmetry.

Padahal jika kita berhasil menemukan rumus persamaan bagi Teori Penyatuan Medan ini, maka akan diperoleh banyak aplikasi atau pencapaian ilmu pengetahuan dan teknologi tingkat tinggi yang dapat diwujudkan oleh umat manusia. Aplikasi dari teori ini akan memungkinkan kita untuk bisa melakukan banyak hal yang mustahil, antara lain seperti menolak gaya gravitasi (anti-gravity), menjadi tidak terlihat oleh mata (invisibility), berpindah tempat dalam waktu sekejap (teleportation), mengubah logam biasa menjadi emas (transmutation), berjalan menembus dinding seperti hantu, atau bahkan mungkin pergi ke masa depan atau pergi ke masa lalu (time travel), dan banyak lagi hal mustahil lainnya.

Sementara salah satu aspek dari Teori Penyatuan Medan yang diujicobakan oleh pihak AL Amerika dalam Eksperimen Philadelphia ini adalah aplikasi hubungan antara gaya elektromagnetik dan gravitasi untuk menciptakan efek invisibility pada kapal perang mereka agar tidak terlihat oleh musuh. Jika benar, hal ini menunjukkan bahwa pihak AL Amerika tampaknya secara diam-diam telah berhasil menemukan hubungan antara interaksi gaya elektromagnetik dengan gravitasi. Dalam eksperimen tersebut, pihak AL Amerika menggunakan generator listrik yang memiliki daya yang sangat besar yang dialirkan lewat kabel-kabel yang dililitkan ke seluruh badan kapal agar kapal tersebut mendapatkan efek medan elektromagnet yang akan membuatnya menjadi tidak terlihat alias menghilang dari pandangan (invisible).

Fakta yang telah diketahui, pihak AL Amerika memang pernah melakukan sejumlah eksperimen semasa Perang Dunia II. Banyak dari eksperimen tersebut yang dirahasiakan. Sebagian dari eksperimen tersebut bertujuan untuk aplikasi di bidang militer yang didasari atas penemuan-penemuan atau teori-teori terbaru dalam bidang ilmu fisika, termasuk di antaranya adalah Teori Penyatuan Medan dimana Einstein sendiri pernah terlibat di dalamnya. Fakta inilah yang tampaknya menjadi asal-mula dugaan dan kecurigaan bahwa AL Amerika telah melakukan eksperimen invisibility pada tahun 1943. Versi berbeda dari aplikasi hubungan antara gaya elektromagnetik dan gravitasi konon juga pernah dilakukan oleh pihak Nazi Jerman pada akhir Perang Dunia II, dengan melakukan eksperimen rahasia untuk menciptakan mesin terbang anti-gravitasi.

Dalam Eksperimen Philadelphia ini, AL Amerika menggunakan sebuah kapal perusak (destroyer) bernama USS Eldridge (DE-173) sebagai obyek eksperimennya. Eksperimen ini dilakukan di galangan kapal AL Amerika yang berada di Philadelphia (Philadelphia Naval Shipyard). Persiapan hingga uji coba telah dimulai sejak awal musim panas tahun 1943. Pada uji coba yang pertama, kapal USS Eldridge berhasil dibuat menghilang dalam arti sebenarnya, bukan hilang dalam arti tidak terdeteksi oleh radar. Sejumlah saksi mata melaporkan adanya “kabut kehijauan” yang muncul di sekitar lokasi kejadian menyelimuti kapal perusak tersebut. Pada saat kapal USS Eldridge menghilang dari pandangan, permukaan air tempat kapal tersebut berlabuh terlihat ada legokan yang berbentuk dan seukuran lambung kapal USS Eldridge yang menandakan bahwa kapal perusak tersebut sebenarnya masih berada di tempatnya, namun tidak terlihat. Persis seperti dalam film sains fiksi “Predator” (1987).

Setelah melakukan sejumlah evaluasi dan penyetelan ulang terhadap peralatan yang digunakan, AL Amerika kembali mengulangi eksperimen tersebut. Namun kali ini dengan melibatkan awak kapal USS Eldridge sendiri, meskipun para awak kapal tersebut tidak ada yang tahu apa yang akan terjadi terhadap diri mereka. Dalam uji coba kali ini, saat generator dinyalakan dan tombol dihidupkan, kapal USS Eldridge tidak hanya kembali berhasil dibuat tidak terlihat, namun secara fisik berhasil dibuat menghilang dari tempatnya semula dalam sebuah kilatan cahaya berwarna biru, dan diteleportasikan ke pelabuhan Norfolk, di Virginia, yang berjarak lebih dari 200 mil jauhnya. Kemunculan kapal USS Eldridge di tempatnya yang baru itu konon sempat disaksikan oleh sejumlah kapal dagang Inggris yang saat itu tengah berlabuh. Setelah menghilang dan berpindah tempat selama sekitar 10 detik, kapal perusak ini pun lalu muncul kembali di tempatnya semula, di pelabuhan Philadelphia.

Kapal USS Eldridge tak hanya berhasil dibuat menghilang dari pandangan,
tetapi juga berhasil diteleportasikan ke pelabuhan Norfolk, di Virginia.

Banyak versi yang kemudian menceritakan tentang efek yang dialami oleh awak kapal perusak USS Eldridge pasca eksperimen misterius itu. Sejumlah awaknya ditemukan tengah terbakar. Sebagian lainnya terlihat berubah menjadi orang gila dan menderita kelainan mental atau kelainan saraf. Semuanya tampak sakit. Sebagian ada yang terkena serangan jantung. Sebagian lainnya tergeletak mati atau pingsan. Tetapi yang paling aneh, sebagian dari mereka yang tengah berada di dalam kapal ditemukan tubuhnya telah menyatu secara fisik dengan struktur badan kapal, seperti terbenam separuh badan di atas lantai dek atau menyatu sebagian tubuhnya dengan dinding besi kapal. Sejumlah laporan bahkan mengatakan bahwa ada beberapa awak kapal yang tidak kelihatan atau benar-benar menghilang dan tidak pernah terlihat lagi.

Mereka semua, para awak kapal USS Eldridge, kemudian dibawa ke rumah sakit AL Bethesda, tanpa boleh diketahui ataupun berkomunikasi dengan siapa pun. Sebagian dari mereka kemudian didakwa sakit mental dan diberhentikan dari dinas AL. Sebagian yang lainnya meninggal dunia secara misterius. Mereka yang bertahan hidup menderita sejumlah kelainan yang tidak pernah dapat disembuhkan kembali. Menurut keterangan sejumlah saksi mata yang melihat kondisi awak kapal perusak USS Eldridge pasca eksperimen, diketahui ada awak yang menjadi kembar. Ada yang tidak terlihat tapi keberadaannya bisa dirasakan, seperti dalam film “Hollow Man”. Ada yang terlihat seperti orang mabuk karena berdiri dan berjalan sempoyongan. Ada yang tubuhnya terbakar oleh api aneh selama beberapa hari. Ada yang bisa melayang di udara. Ada yang mampu berjalan menembus tembok, bahkan ada yang menghilang atau tidak terlihat secara temporary atau permanen. Tetapi ada pula yang menganggap bahwa seluruh awak kapal USS Eldridge sebenarnya telah dicuciotaknya oleh pihak pemerintah Amerika dengan tujuan untuk merahasiakan atau menutup-nutupi kisah sebenarnya di balik eksperimen misterius tersebut.

Sedikitnya ada tiga kesimpulan yang dapat kita ambil dan pelajari dari kisah tentang Eksperimen Philadelphia ini bila seandainya kisah tersebut memang benar-benar pernah terjadi dan merupakan sebuah fakta sejarah. Pertama adalah teknologi teleportasi hanya dapat digunakan untuk memindahkan obyek benda mati dan tidak dapat digunakan untuk memindahkan obyek mahluk hidup, baik berupa manusia atau hewan. Tidak dapat digunakan bukan karena tidak bisa dilakukan, melainkan karena efek yang diakibatkannya, seperti yang dialami oleh para awak kapal USS Eldridge pasca eksperimen. Hal ini mungkin disebabkan karena molekul-molekul dari tubuh manusia atau mahluk hidup senantiasa bergerak, seperti misalnya darah yang selalu beredar dan jantung yang selalu berdetak tanpa bisa dihentikan, sehingga menyulitkan dalam proses scanning dan penyusunan kembali atom-atomnya. Adanya awak kapal yang ditemukan dalam keadaan tubuhnya menyatu secara fisik dengan dinding atau lantai dek kapal mungkin disebabkan karena pada saat tengah berlangsungnya proses teleportasi, awak kapal tersebut sedang bergerak dan bukannya dalam keadaan diam, sehingga pada saat proses scanning, pemecahan dan penyusunan kembali atom-atom kapal beserta isinya, informasi dari atom penyusun tubuh kapal dan awaknya menjadi saling tumpang-tindih. Hal ini berbeda dengan benda mati yang selalu berada dalam keadaan relatif diam atau tetap pada tempatnya.

Ini pula sebabnya mengapa kemungkinan untuk menteleportasikan manusia atau hewan tidak dicontohkan atau tidak diisyaratkan dalam Al-Qur’an. Sementara peristiwa teleportasi yang terjadi di zaman Nabi Sulaiman adalah merupakan kejadian pemindahan obyek yang berupa benda mati, yaitu singgasana Ratu Bilqis, dan tidak ada mahluk hidup yang turut dipindahkan dalam peristiwa tersebut. Selain itu, dapat dibayangkan sendiri betapa sulit dan rumitnya proses teleportasi terhadap manusia, mengingat mesin teleportasi tersebut harus mampu menyusun kembali secara persis dan tepat dengan menganalisis seluruh atom (1028 atom) penyusun tubuh manusia. Selain organ-organ dan molekul-molekul yang ada di dalam tubuh manusia itu selalu bergerak aktif, saat mereplikasi setiap molekul penyusun tubuh manusia tidak boleh ada yang meleset 1 milimeter pun, karena jika tidak, maka resikonya manusia yang diteleportasikan, setelah disusun kembali akan mengalami sejumlah kelainan sistem saraf (neurologik) atau masalah psikologis seperti yang dialami oleh para awak kapal USS Eldridge.

Apabila kita mau mencermati secara lebih teliti kisah pemindahan singgasana Ratu Bilqis yang terdapat dalam Al-Qur’an, proses teleportasi yang dilakukan oleh Ashaf bin Barkhiya sendiri ternyata juga tidak berlangsung secara sempurna pada saat penyusunan atau rekonstruksi kembali atom-atom singgasana Ratu Bilqis. Isyarat ini terbaca dari perkataan Nabi Sulaiman dalam surat An Naml ayat 41 - 42.

“Dia berkata: “Robahlah baginya singgasananya, maka kita akan melihat apakah dia mengenal ataukah dia termasuk orang-orang yang tidak mengenal(nya). Dan ketika Balqis datang, ditanyakanlah kepadanya: “Serupa inikah singgasanamu?” Dia menjawab: “Seakan-akan singgasana ini singgasanaku....” (QS. An Naml (27): 41-42).

Nabi Sulaiman ternyata memerintahkan untuk mengubah atau sedikit memodifikasi singgasana Ratu Bilqis setelah beliau menyaksikan sendiri bagaimana singgasana itu berhasil dipindahkan dalam waktu hanya sekejap mata lewat proses teleportasi. Saya katakan “sedikit” dimodifikasi dan bukannya dirubah total adalah karena pada ayat berikutnya, Ratu Bilqis ternyata masih “sedikit” mengenali singgasananya.

Jika Nabi Sulaiman memang bertujuan ingin memberikan semacam “surprise” kepada Ratu Bilqis, seharusnya ia tidak memodifikasi singgasana Ratu Bilqis, karena dengan begitu Ratu Bilqis akan langsung mengenalinya dan semakin takjub dengan kemampuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang dikuasai oleh Nabi Sulaiman dan umatnya yang mampu memindahkan suatu benda dari jarak jauh dalam waktu sekejap mata. Tetapi ternyata Nabi Sulaiman memerintahkan untuk sedikit mengubahnya, kenapa? Jawabannya karena proses teleportasi yang dilakukan oleh Ashaf meskipun berhasil memindahkan singgasana Ratu Bilqis dalam waktu sekejap mata, namun teknologi tersebut ternyata tidak berhasil secara sempurna menyusun kembali atom-atom singgasana Ratu Bilqis secara persis pada tempatnya semula, sehingga perlu adanya sedikit modifikasi untuk menutupi ketidaksempurnaan proses tersebut. Dari kejadian ini dapat kita ketahui bahwa tampaknya Prinsip Ketidakpastian Heisenberg masih belum bisa diatasi secara sempurna oleh Ashaf bin Barkhiya.

Kedua, ini semacam alternatif teori yang agak sedikit berbeda dari penjelasan mengenai proses teleportasi yang sudah dijelaskan sebelumnya, dan sepertinya tidak bertentangan dengan Hukum Ketidakpastian Heisenberg. Jadi, proses teleportasi itu mungkin sebenarnya bukanlah dengan cara di-scan untuk memetakan posisi atom-atom suatu obyek, lalu dipecah (dematerialisasi), ditransfer ke lokasi berbeda dalam bentuk gelombang, dan kemudian disusun kembali replikanya di tempat yang baru, melainkan adalah dengan cara mengkondisikan suatu obyek yang akan dipindahkan sehingga terbebas dari pengaruh efek ruang (dimensi) – ini mungkin bisa dijelaskan lewat Teori Penyatuan Medan atau Teori Relativitas – misalnya dengan melingkupi obyek tersebut dengan medan elektromagnetik yang sangat kuat sehingga obyek tersebut dapat menembus ruang antar dimensi, lalu dengan menentukan semacam titik perpotongan atau menyatukan antara koordinat lokasi obyek semula dengan lokasi yang baru menjadi satu titik – hal ini bisa dilakukan dengan cara “melengkungkan” dimensi ruang, maka obyek tersebut pun bisa dipindahkan tanpa harus memecah dan menyusun kembali atom-atomnya. Prinsip kerjanya sama seperti mesin waktu, hanya saja jika mesin waktu bekerja dengan mempengaruhi ruang-waktu, maka teleportasi hanya ruang saja. Namun ini hanyalah baru sebatas pemikiran atau dugaan yang perlu dikaji lebih lanjut kemungkinannya.

Ketiga, fakta tentang peristiwa pemindahan singgasana Ratu Bilqis lewat cara teleportasi secara tidak langsung menunjukkan bahwa umat di zaman Nabi Sulaiman telah mengenal atau bahkan mungkin telah berhasil memecahkan rumus persamaan Teori Penyatuan Medan, dan berhasil mengaplikasikan teori tersebut ke dalam bentuk teknologi tepat guna. Tidak heran apabila kejayaan kerajaan Nabi Sulaiman tidak ada yang bisa mengalahkan atau menandinginya hingga akhir zaman nanti, salah satunya adalah karena Nabi Sulaiman dan umatnya telah menguasai Teori Penyatuan Medan. Penguasaan akan pengetahuan mengenai Teori Penyatuan Medan ini akan membuat seseorang yang memilikinya tidak hanya mampu menaklukkan alam semesta dengan memanipulasi hukum-hukum fisika, tetapi juga mampu menguasai dan memperbudak bangsa jin yang berada di alam dimensi lain.

Wajar bila di tengah puncak kejayaannya, Nabi Sulaiman berdoa memohon kepada Allah agar kemampuan atau penguasaan ilmu pengetahuan yang dimilikinya itu tidak diberikan kepada siapa pun juga sepeninggalnya.

“Ia berkata: “Ya Tuhanku, ampunilah aku dan anugerahkanlah kepadaku kerajaan yang tidak dimiliki oleh seorang jua pun sesudahku, sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Pemberi.” (QS. Shaad (38): 35)

Tentu bisa dibayangkan apa yang akan terjadi bila teknologi dan pengetahuan tingkat tinggi tersebut sampai jatuh ke tangan seseorang yang berwatak jahat, seperti misalnya Dajjal al-Masih di akhir zaman nanti. Saya sendiri berkeyakinan bahwa saat ini orang-orang Zionis Yahudi bersama Dajjal al-Masih di tempat persembunyiannya tengah berupaya untuk dapat menemukan dan menguasai kembali ilmu pengetahuan dan teknologi tingkat tinggi yang pernah dimiliki oleh Nabi Sulaiman tersebut untuk mewujudkan cita-cita besar mereka, yaitu menguasai dunia. Wallahua’lam.

***

Daftar Pustaka

Roach, John. 2003. Physicists Teleport Quantum Bits Over Long Distance. National
Geographic News. http://news.nationalgeographic.com

Ventura, Tim. 2005. Einstein’s Antigravity. http://www.americanantigravity.com