Saturday, September 1, 2012

Rontoknya Helikopter Rusia di Chechnya

Oleh : Ari Subiakto



Selama berlangsungnya Perang Chechnya, sebagai salah satu negara dengan angkatan bersenjata terkuat di dunia, pihak pasukan federal Rusia tentunya menguasai sepenuhnya supremasi udara atas wilayah Chechnya. AU Rusia dengan bebas dan leluasa dapat membombardir semaunya desa-desa dan kota-kota di wilayah Chechnya dengan serangan roket, rudal udara-ke-darat, dan bom-bom tandan, yang tidak hanya menghancurleburkan bangunan-bangunan, tetapi juga menewaskan banyak warga sipil yang tak berdosa.

Sementara di pihak lain, para pejuang muslim Chechnya sama sekali tidak memiliki kekuatan udara. Jangankan kekuatan udara, untuk menghadapi pertempuran yang sama sekali tidak imbang melawan pasukan Rusia yang berkekuatan besar, mereka harus menghadapi kendala kekurangan persenjataan dan amunisi. Namun hal itu tidak berarti bahwa para pejuang muslim Chechnya tidak mampu berbuat apa-apa untuk menghadapi dan melawan kekuatan udara Rusia. Fakta di lapangan membuktikan bahwa pasukan pejuang Chechnya yang tidak memiliki kekuatan udara ini mencatat sejumlah kemenangan yang cukup signifikan dalam menghadapi AU Rusia.

Untuk mendukung operasi militer pasukan daratnya di Chechnya, AU Rusia memang mengerahkan jenis pesawat jet dan helikopter tempur yang memang spesifik bagi tugas-tugas dukungan serangan darat (close air support). Jenis pesawat jet tempur yang dikerahkan Rusia di Chechnya adalah tipe pemburu-pembom (fighter-bomber) Sukhoi Su-24 Fencer, dan tipe serang darat (ground-attack) Sukhoi Su-25 Frogfoot. Sementara untuk jenis helikopter tempur, Rusia mengerahkan jenis Mi-24 Gunship, serta helikopter transport jenis Mi-8 dan Mi-26 yang meskipun dipergunakan untuk mengangkut personil pasukan, namun biasanya telah dilengkapi cantelan (pod) untuk menggotong rudal atau tabung peluncur roket.


Helikopter tempur jenis Mi-24 sebagai unit pendukung pasukan darat Rusia di Chechnya.

Dalam Perang Chechnya II yang berlangsung antara tahun 1999 – 2002, para pejuang muslim Chechnya tercatat telah berhasil menembak jatuh sedikitnya 11 pesawat jet tempur dan 45 helikopter Rusia (Wikipedia). Jumlah itu tidak termasuk yang jatuh karena faktor cuaca, human error, mengalami kegagalan fungsi, atau dihancurkan di darat. Jenis helikopter yang paling sering ditembak jatuh adalah jenis Mi-8 yang sebagian besar hingga menewaskan seluruh awak dan penumpangnya yang tak jarang adalah para perwira tinggi militer Rusia di Chechnya.

Seperti yang terjadi pada tanggal 17 September 2001, sebuah rudal permukaan-ke-udara (surface-to-air missile) yang ditembakkan oleh grup khusus pejuang muslim Chechen, berhasil menembak jatuh sebuah helikopter transport Mi-8 jenis VIP tepat di atas pusat ibukota Grozny, yang menyebabkan tewasnya 13 personil militer Rusia yang sebagian besar adalah perwira militer senior, termasuk 2 orang jenderal, yang hendak kembali ke Moskow. Mereka adalah Mayor Jenderal Anatoly Pozdnyakov (anggota Staf Umum AD Rusia), Mayor Jenderal Pavel Varfolomeyev (deputi direktur staf Kementerian Pertahanan Rusia), dan 8 orang kolonel, yaitu; Igor Abramov, Igor Khakhalkin, Yuri Makhov, Vladimir Smolennikov, Sergei Toryanik, Nikolai Lyubimsky, Igor Tribuntsov dan Vladimir Talayev, plus 3 orang awak helikopter itu sendiri.

Selanjutnya tanggal 27 Januari 2002, sebuah helikopter milik Kementerian Dalam Negeri Rusia jenis Mi-8 ditembak jatuh dengan misil 9K38 Igla, dan meledak dekat Shelkovskaya di Distrik Nadterechny, Chechnya, sehingga menewaskan 14 orang penumpangnya. Termasuk di antara mereka yang tewas adalah 2 orang perwira senior Rusia, yaitu Letnan Jenderal Mikhail Rudchenko (deputi Menteri Dalam Negeri) dan Mayor Jenderal Nikolai Goridov (deputi komandan Tentara Dalam Negeri), ditambah 3 orang kolonel, yaitu; Kolonel Oriyenko, Stepanenko, dan Trafimov.


Helikopter Rusia jenis Mi-8 tercatat yang paling banyak ditembak jatuh di Chechnya.

Tanggal 19 Agustus 2002, satu tim pejuang muslim Chechen dengan menggunakan sistem senjata MANPAD (man-portable air-defense system), berhasil merontokkan satu helikopter Mi-26 yang kemudian jatuh di atas sebuah ladang ranjau di pangkalan militer Khankala, Chechnya, hingga menewaskan 127 dari 145 orang tentara Rusia di dalamnya. Insiden ini merupakan peristiwa dengan jumlah korban tewas terbesar sepanjang sejarah penerbangan helikopter sekaligus merupakan bencana penerbangan paling mematikan yang pernah diderita oleh pasukan angkatan bersenjata Rusia.

Sistem senjata anti-pesawat buatan Rusia jenis 9K38 Igla yang ditembakkan oleh pejuang Chechnya dari salah satu blok reruntuhan apartemen bertingkat lima di dekat pangkalan Khankala ini merupakan jenis misil permukaan-ke-udara pencari panas (heat-seeking). Senjata ini sukses menghantam helikopter transport kelas berat Rusia jenis Mi-26 yang kelebihan muatan itu, sehingga langsung menyebabkannya jatuh dan terbakar. Saat itu, helikopter ini tengah mengangkut para personil prajurit dan perwira yang berasal dari unit-unit AU Rusia yang berpangkalan di kota Mozdok. Meski sebenarnya didesain hanya untuk mengangkut sebanyak 80 personil tentara, namun pada saat kejadian, helikopter Mi-26 ini ternyata dijejali hingga 145 orang.

Menurut keterangan Pavel Felgenhauer, “Misil tersebut menghantam salah satu mesin dari Mi-26 saat tengah mendekati Khankala, ketika oleng pesawat ini jatuh tepat di atas sebuah ladang ranjau yang menjadi perimeter pertahanan markas besar militer pasukan federal Rusia di Chechnya tersebut. Sebagian mereka yang selamat, berusaha meninggalkan bangkai Mi-26, namun dilaporkan tewas oleh ledakan ranjau anti-personil yang dipasang oleh tentara Rusia sendiri.

Sebelum meledak, bagian dalam helikopter itu dibanjiri oleh bahan bakar yang tumpah, dan pintu utama tidak mau terbuka. Hanya kru yang berjumlah 5 orang dan 29 penumpang yang berhasil lolos keluar melalui lubang keluar kokpit yang sempit. Sedikitnya 4 orang tentara Rusia yang berhasil selamat, menyusul tewas keesokan harinya karena menderita sejumlah luka bakar yang amat parah. Peristiwa ini mengundang kritik dan menyebabkan komandan aviasi AD Rusia, Kolonel Jenderal Vitaly Pavlov, kemudian mundur dari jabatannya pada bulan September 2002.

Pada tanggal 11 September 2006, kembali sebuah helikopter Mi-8 ditembak jatuh. Kali ini jatuh di dekat kota Vladikavkaz, dan menewaskan 12 personil militer Rusia. Di antara yang tewas adalah 3 orang perwira tinggi, yaitu Letnan Jenderal Pavel Yaroslavtsev (deputi kepala logistik AD), Letnan Jenderal Viktor Guliaev (deputi kepala unit medis AD), dan Mayor Jenderal Vladimir Sorokin (kepala logistik Distrik Militer Kaukasus Utara).

Terakhir tanggal 27 April 2007, lagi-lagi sebuah helikopter militer Rusia jenis Mi-8 yang berangkat dari timur kota Gudermes dan tengah mengangkut pasukan khusus, jatuh di pegunungan sebelah selatan Chechnya, hanya karena tembakan senapan otomatis ringan pejuang Chechnya. Seluruh penumpangnya yang berjumlah 20 orang tewas. Mereka terdiri dari 15 personil pasukan komando GRU Spetsnaz dan dua orang perwiranya yang ditugaskan untuk membantu pasukan federal Rusia yang tengah diserang oleh para pejuang di dekat desa Shatoy, ditambah 3 orang kru yang terdiri dari pilot, yaitu Letnan Kolonel Sergei Korolev, navigator, Kapten Vyacheslav Kudryashov, dan perwira mekanik, Letnan Senior Nikolai Sidygalov.

Dari beberapa contoh di atas, senjata yang dipergunakan oleh para pejuang muslim Chechnya untuk merontokkan helikopter-helikopter tempur Rusia ternyata cukup bervariasi. Dari mulai yang tercanggih yang memang diperuntukkan bagi fungsi pertahanan anti-pesawat, yaitu sistem peluncur rudal permukaan-ke-udara (MANPAD) jenis 9K38 Igla buatan Rusia, hingga menggunakan rudal anti-tank (anti-tank guided missiles) atau roket peluncur granat (RPG) yang ditembakkan ke udara, bahkan hanya oleh tembakan senapan otomatis ringan yang dilepaskan oleh para pejuang dari darat.


Komandan Khattab sedang melatih sejumlah pejuang Chechnya menggunakan
senjata peluncur misil anti-pesawat.

Begitu banyaknya pesawat atau helikopter tempur Rusia di Chechnya yang rontok ditembak jatuh, membuktikan bahwa keunggulan supremasi udara dalam kondisi tertentu ternyata masih dapat ditaklukkan oleh unit-unit sekelas prajurit infantri ringan. Karena menurut sebagian analis militer, penggunaan helikopter tempur dan pesawat jet serang darat dalam pertempuran kota yang didominasi oleh gedung-gedung bertingkat atau wilayah pegunungan, sangatlah riskan untuk dilakukan. Berkaca dari pengalaman di medan perkotaan dan pegunungan, sesuai dengan tugas dan fungsinya sebagai pendukung pasukan di darat, dalam melancarkan serangannya, helikopter tempur atau pesawat jet serang darat sesekali pasti akan melakukan manuver terbang rendah di atas gedung-gedung bertingkat atau diantara lembah-lembah pegunungan. Manuver ini tentu saja akan menyebabkannya menjadi mangsa empuk bagi personil infantri ringan bersenjata peluncur rudal anti-pesawat, roket, atau hanya senapan mesin, yang bersembunyi di atas atap-atap gedung bertingkat atau di celah-celah bebatuan pegunungan. Resep ini telah dibuktikan oleh Mujahidin Somalia di kota Mogadishu saat merontokkan helikopter tempur Amerika, atau oleh para Mujahidin Afghanistan di wilayah pegunungan dalam melawan tentara Uni Soviet selama berlangsungnya Perang Afghanistan (1979 – 1989). Dengan begitu, sebenarnya sama sekali tidak ada alasan bagi kekuatan militer negara-negara adidaya untuk memandang remeh kemampuan tempur unit-unit infantri ringan, terlebih bila unit-unit itu dikenal dengan nama “MUJAHIDIN”.