Thursday, September 11, 2014

KRIEGSMARINE BATTLESHIPS



Bicara tentang pertempuran laut adalah bicara tentang keberanian, kehormatan dan kebanggaan. Banyak kisah pertempuran laut yang terjadi di dunia menampilkan sisi kepahlawanan para pelaut dalam berjuang mempertahankan kapal perang mereka. Karena sesuai dengan tradisi angkatan laut yang unik, kapal perang bukanlah hanya sekedar senjata peperangan yang digunakan dalam sebuah konfrontasi, seperti halnya tank atau pesawat tempur, tetapi lebih dari itu. Kapal perang adalah representasi atau perwujudan dari tanah air atau wilayah teritorial suatu negara yang harus selalu tetap dipertahankan hingga titik darah penghabisan. Tidaklah mengherankan apabila setiap pelaut merasa bangga dengan kapal perang dimana mereka ditugaskan hingga banyak dari pelaut atau kapten kapal itu sendiri yang lebih memilih untuk tetap tinggal dan mati tenggelam bersama kapal perangnya.

Dalam Perang Dunia II (1939-1945) banyak terjadi kisah pertempuran laut yang menarik, baik itu yang terjadi di front Atlantik maupun Pasifik. Di front Pasifik, pertempuran laut terjadi antara armada AL Amerika dan Jepang, dimana keduanya yang termasuk tiga negara teratas pemilik kekuatan laut terbesar dan terkuat di dunia saling mengerahkan armada kapal-kapal induk mereka. Sementara pertempuran laut yang terjadi di front Atlantik lebih didominasi oleh konflik antara AL Inggris (Royal Navy) dengan AL Jerman (Kriegsmarine), dimana AL Jerman berusaha memblokade daratan Inggris secara ekonomi dengan menghancurkan kapal-kapal dagangnya untuk melemahkan kemampuan berperang Inggris.

Nasib tragis dan ironis dialami oleh kapal tempur Bismarck dan Tirpitz. Bismarck tamat riwayatnya ketika baru menjalani pelayaran perdananya. Setelah sebelumnya menenggelamkan kapal penjelajah tempur Inggris HMS Hood dalam Battle of Denmark Strait, Bismarck pun akhirnya tenggelam setelah dikeroyok kapal-kapal perang AL Inggris, sedangkan Tirpitz jauh lebih ironis lagi, kapal tempur ini tidak pernah terlibat dalam pertempuran. Selain karena pihak AL Jerman belum siap untuk kembali kehilangan kapal tempur besarnya, memasuki tahun 1943, Jerman mulai mengalami krisis bahan bakar. Tirpitz pun akhirnya dibom dan ditenggelamkan oleh serangan udara bomber-bomber Inggris.

Sebagai bangsa bahari, sudah seharusnya masyarakat Indonesia mencintai dan akrab dengan kisah-kisah pelayaran para pelaut dan penjelajahan samudera, termasuk kisah-kisah pertempuran laut yang sarat dengan nilai-nilai kepahlawanan. Untuk itu, buku berjudul “Kriegsmarine Battleships” ini diharapkan dapat menginspirasi para pembaca, terutama generasi muda dan peminat sejarah pertempuran laut, untuk lebih mencintai dunia bahari sebagai salah satu ciri dan kebanggaan dari bangsa Indonesia. Semoga dengan ditulisnya buku ini dapat menambah wawasan pengetahuan kita akan sejarah maritim dunia, dan pada semua pihak yang telah berperan hingga terwujudnya buku ini, penulis mengucapkan banyak terima kasih.