Oleh: Ari Subiakto
Kajian ini
berawal dari sebuah pertanyaan sederhana yang muncul di dalam benak penulis,
yaitu mengapa pada saat terjadinya gerhana, kita selaku umat Islam sangat
dianjurkan (sunnah muakad), bahkan
sebagian ada yang berpendapat diwajibkan, untuk melaksanakan shalat gerhana?
Ada apa dengan peristiwa gerhana? Bukankah peristiwa itu hanyalah fenomena alam
biasa? Jawabannya ternyata penulis temukan secara tidak sengaja, ketika penulis
“iseng-iseng” membuka dan membaca terjemahan ayat-ayat Al-Qur’an yang
menyebutkan kata “bulan” sambil menunggu pelaksanaan shalat gerhana berjamaah
pada tanggal 9 Maret 2016 di Masjid Al-Hikmah, Bandar Lampung. Penulis
menemukan jawaban tersebut dalam Surat Al-Qiyamah (75) ayat 6-9.
“Dia bertanya, “Kapankah hari kiamat itu?”
Maka apabila mata terbelalak (ketakutan), dan bulan pun telah hilang cahayanya,
lalu matahari dan bulan dikumpulkan.” (QS. Al-Qiyamah (75): 6-9)
Saat membaca ayat-ayat
tersebut di atas, seketika penulis langsung menyadari bahwa ayat-ayat tersebut
bercerita tentang peristiwa gerhana matahari total, dan peristiwa itu ternyata
terjadi pada saat hari kiamat. Perhatikan dua isyarat yang disebutkan dalam
ayat 8 dan 9. Di ayat 8, dikatakan; “bulan
telah hilang cahayanya”. Seperti yang kita ketahui dalam peristiwa gerhana
matahari total, bulan hanya tampak sebagai sebuah lingkaran atau bulatan hitam
yang gelap yang tidak memancarkan atau memantulkan cahaya sama sekali atau
dengan kata lain bulan telah kehilangan cahayanya. Sementara pada ayat 9
disebutkan; “lalu matahari dan bulan
dikumpulkan”, ayat ini tentu saja melukiskan tentang puncak peristiwa
gerhana matahari total, dimana posisi bayangan bulan menyatu persis dengan
matahari, sehingga menutupi secara total cahaya matahari. Inilah yang dimaksud
ayat ini dengan kata wajumia’ atau
“dikumpulkan”. Dan semua itu dikatakan terjadi pada saat hari kiamat, karena
ayat 8 dan 9 tersebut merupakan jawaban dari pertanyaan pada ayat 6, yaitu “Kapankah hari kiamat itu?”
Dalam peristiwa gerhana matahari total terlihat
matahari dan bulan “dikumpulkan”.
Selaras dengan
Surat Al-Qiyamah ayat 8 dan 9 di atas adalah tafsir Surat At-Takwir ayat 1 yang
berbunyi; “Apabila matahari digulung.”
Mengapa dalam ayat pertama Surat At-Takwir tersebut Allah melukiskan peristiwa
gerhana matahari tersebut dengan kata-kata “matahari
digulung”? Seolah-olah matahari itu adalah seperti selembar kertas atau
karpet saja. Ternyata ini adalah sebuah perumpamaan. Sekarang lihatlah pada
peristiwa gerhana matahari, maka kita akan menyaksikan bagaimana cahaya
matahari digulung oleh bayangan bulan dari tepinya sedikit demi sedikit.
Bukankah saat kita menggulung lembaran kertas atau karpet juga dari tepinya
sedikit demi sedikit? Inilah tafsir yang dimaksud dengan “matahari digulung” tersebut, yaitu peristiwa gerhana matahari
total.
Matahari terlihat seperti “digulung” oleh bayangan
bulan.
Jadi, dari
ayat-ayat tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa hari kiamat terjadi
bertepatan dengan saat berlangsungnya peristiwa gerhana matahari total, dan
bukan sebagai tanda-tanda akan terjadinya hari kiamat seperti anggapan kita
selama ini. Subhanallah! Inilah
sebabnya kenapa Rasulullah SAW merasakan bahwa peristiwa gerhana matahari
sebagai sebuah peristiwa yang sangat menakutkan atau mencekam sebagaimana
hadist yang diriwayatkan oleh Abu Musa Al-Asyari r.a. berikut ini; “Tatkala terjadi gerhana matahari pada masa
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Nabi lantas berdiri terkejut, takut
karena khawatir akan terjadi hari kiamat, sehingga beliau pun mendatangi masjid
kemudian beliau mengerjakan shalat dengan berdiri, ruku’ dan sujud yang lama.
Aku belum pernah melihat beliau melakukan shalat sedemikian rupa….” (HR.
Muslim).
Rasa takut Nabi
ini dikarenakan beliau mengetahui bahwa hari kiamat terjadi saat berlangsung
peristiwa gerhana matahari, namun karena beliau tidak mengetahui kapan tepatnya
hari kiamat tersebut (karena hanya Allah yang tahu), maka beliau kemudian
mengajak atau menyuruh umatnya untuk melaksanakan shalat, berdoa, berdzikir,
dan bersedekah (beramal saleh) saat terjadinya peristiwa gerhana matahari,
mengingat tidak ada yang tahu gerhana matahari yang mana yang waktunya
berbarengan dengan hari kiamat.
Rasulullah SAW
bersabda; “Sesungguhnya matahari dan
bulan adalah bukti tanda-tanda kekuasaan Allah. Sesungguhnya keduanya tidak
mengalami gerhana karena kematian seseorang, dan tidak pula karena kelahiran
seseorang. Oleh karena itu, bila kalian melihatnya, maka berdoalah kepada
Allah, bertakbirlah, shalat dan bersedekah….” (HR. Bukhari dan Muslim).
Dengan kita sedang melakukan amal saleh, apakah itu dengan shalat, berdzikir,
atau bersedekah saat terjadinya peristiwa gerhana matahari, maka diharapkan
jika gerhana tersebut memang terjadi bertepatan dengan datangnya hari kiamat,
maka pada saat itu kita sedang berbuat kebajikan atau sedang melakukan
perbuatan amal saleh, sehingga hidup kita akan berakhir secara khusnul
khatimah.
Ternyata inilah
jawaban dari pertanyaan sederhana penulis yang ternyata bukanlah suatu perkara
yang sederhana. Oleh sebab itu, peristiwa gerhana matahari adalah momentum yang
tepat bagi umat manusia, khususnya orang-orang yang beriman (umat Islam) untuk
mengingat kembali tentang bagaimana dahsyat dan mencekamnya detik-detik saat
terjadinya hari kiamat. Maka sangatlah wajar jika Rasulullah SAW dan
orang-orang yang beriman merasa takut dengan terjadinya peristiwa gerhana
matahari karena fenomena alam tersebut mengingatkan mereka akan datangnya hari
kehancuran bumi dan seisinya.
Lalu bagaimana
dengan orang-orang yang menyambut peristiwa datangnya gerhana matahari dengan
tidak berdzikir (mengingat Allah), atau beristighfar (memohon ampunan Allah),
atau bersedekah (beramal saleh)? Malahan mereka menyambutnya dengan suka cita
dan tanpa ada rasa takut sama sekali. Mereka itulah golongan orang-orang yang
tidak tahu (bodoh) dan bisa jadi mereka itulah golongan orang-orang yang
ketakutannya datang belakangan seperti yang disebutkan ciri-cirinya pada ayat
ke-7 Surat Al-Qiyamah di atas, dimana mata mereka terbelalak karena ketakutan,
dan saat itu tentu saja semuanya sudah terlambat. Wallahu’alam.