Oleh : Ari Subiakto
Dengan
dikelilingi oleh sejumlah pejuang bersenjata, Abu Omar al-Chechen duduk
bersimpuh di atas karpet menyampaikan pesan kepada seluruh kaum muslimin untuk
mendukung jihad melawan Presiden Suriah, Bashar al-Assad, yang didukung oleh
pemerintah Rusia pimpinan Vladimir Putin. Militan Islam asal Chechnya ini menjadikan berdirinya
sebuah kekhalifahan Islam sebagai tujuan utama perjuangan mereka. Pidato yang
diucapkannya dalam bahasa Rusia dan kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Arab
oleh para pejuang dari Brigade Muhajirin pimpinannya ini dimaksudkan untuk
disebarluaskan ke seluruh dunia Islam.
Kemunculan
pertama kali Abu Omar al Chechen dalam sebuah rekaman video yang di-release oleh pihak Kavkaz Center
pada tanggal 7 Februari 2013 tersebut menjadi bukti kuat adanya orang-orang
Chechen yang terlibat dalam konflik di Suriah yang selama ini selalu disangkal keberadaannya
oleh otoritas pemerintah Rusia. Abu Omar yang berjanggut merah pirang tampak
berbeda sendiri dari para pejuang berwajah Arab di sekitarnya. Ia bersama
sejumlah pejuang Suriah terlihat duduk bersimpuh di depan bendera hitam
bertuliskan kalimat syahadat yang selama ini oleh pihak barat diidentikkan
sebagai bendera kelompok al Qaeda, padahal bendera tersebut adalah bendera
jihad internasional yang dikibarkan oleh semua mujahidin di seluruh dunia.
Abu Omar al-Chechen (duduk kedua dari kiri)
dikelilingi oleh sejumlah Mujahidin Suriah.
Berbeda dengan
pemberitaan media massa sebelumnya mengenai
peran serta para Mujahidin Chechnya dalam berbagai medan
jihad dunia, seperti di Irak dan Afghanistan, yang masih simpang
siur dan tidak memiliki bukti-bukti yang kuat. Dalam jihad di Suriah kali ini,
peran para Mujahidin Chechnya telah jelas terbukti keterlibatannya. “Ini
pertama kalinya sejumlah besar pejuang Chechen ambil bagian dalam aksi militer
langsung di luar wilayah Chechnya,”
ujar Mairbek Vatchagayev, seorang analis konflik di wilayah Kaukasus Utara.
Sebelumnya, indikasi keterlibatan para pejuang Chechnya dalam konflik di Suriah muncul dari
kabar terbunuhnya Rustam Gelayev, putra dari Ruslan Gelayev (komandan legendaris
pejuang Chechen selama berlangsungnya Perang Chechnya), dalam sebuah pertempuran
di wilayah Suriah pada bulan Agustus 2012 lalu. Pada mulanya, pihak otoritas
pemerintah Rusia di Chechnya
yang diwakili oleh Ramzan Kadyrov, membantah keras adanya keterlibatan para
militan Chechen dalam perang menentang rezim Bashar al-Assad. Kadyrov menganggap
laporan-laporan yang menyebutkan adanya para pejuang Chechen bertempur di Syria itu
sebagai kabar bohong. Bantahannya tersebut merupakan wujud loyalitasnya kepada
pemerintah Moskow dan juga untuk mengelak dari ketidakmampuannya dalam
mengendalikan dan mengeliminasi unsur-unsur perlawanan di wilayahnya.
Meskipun pihak
otoritas pemerintah Rusia sebelumnya membantah keras mengenai adanya
keterlibatan para pejuang Chechen yang bertempur bersama para pejuang Suriah,
namun bukti-bukti di lapangan justru menunjukkan hal yang sebaliknya. Sejumlah
laporan video dengan jelas menunjukkan sejumlah kesuksesan operasi militer para
pejuang Chechen di Suriah, dimana para pejuang Chechen ternyata memang terlibat
aktif dalam konflik bersenjata di Suriah untuk menentang rezim Bashar al-Assad
yang merupakan sekutu Rusia di wilayah Timur Tengah. Keberadaan para pejuang
dari wilayah Kaukasia yang turut memerangi rezim Assad ini pun menjadi satu
coreng memalukan tersendiri bagi pemerintahan Presiden Putin.
Para pejuang
Chechen atau para militan Islam bersenjata yang berasal dari wilayah Kaukasus
dan sejumlah wilayah lainnya di selatan Rusia, selama beberapa bulan sejak
pertengahan tahun 2012 memang telah kerap kali terlihat di medan pertempuran Suriah. Pada bulan Oktober
2012 lalu, satu grup “imigran Chechen” diketahui telah turut bertempur bersama
dengan satu elemen dari unit Tentara Pembebasan Suriah (Free Syrian Army) yang berada di bawah komando Front Al Nusrah,
untuk mengambil alih kendali atas satu posisi kunci sistem pertahanan udara dan
pangkalan misil Scud milik pihak militer Suriah di Aleppo. Pihak The Long war Journal saat
itu berspekulasi bahwa grup tersebut adalah militan Islam dari negara Emirat
Kaukasus pimpinan Doku Umarov.
Menurut pihak Kavkaz Center,
Brigade Muhajirin pimpinan Abu Omar al Chechen "adalah salah satu dari
unit Mujahidin paling aktif yang bertempur di Suriah melawan rezim Alawit Assad
dan tentara bayaran Iran rafidhah."
Para pejuang Chechen yang kemudian tergabung ke dalam
Brigade Muhajirin tersebut diketahui turut berpartisipasi dan memainkan peranan
penting dalam sejumlah serangan terhadap pangkalan dan instalasi militer
pemerintah Suriah pada bulan Oktober 2012 di wilayah Aleppo. Selanjutnya, pada pertengahan
Desember, Brigade Muhajirin bekerja sama dengan Front Al Nusrah melakukan
penyerbuan ke pangkalan Sheikh Suleiman atau yang dikenal pula sebagai “Base
111” yang berada di sebelah barat Aleppo. Para pejuang Arab dan Asia Tengah (Tajikistan)
dilaporkan juga turut berpartisipasi dalam pertempuran ini. Berikutnya, di
pertengahan Februari 2013, Front Al Nusrah bersama Brigade Tauhid dan Brigade
Muhajirin, menyerbu markas militer Resimen Ke-80 Suriah yang berada di dekat
bandara utama kota Aleppo di sebelah timur Suriah.
Tentara
pemerintah Suriah dan para analis memperkirakan jumlah militan Islam asal
wilayah Kaukasus Utara yang bertempur di Suriah adalah antara puluhan hingga
100 orang. Namun menurut laporan Kavkaz Center jumlah mereka adalah sekitar 150 orang dan
tersebar ke dalam empat brigade, salah satu dari brigade tersebut bahkan
berasal dari wilayah Kabrdino-Balkaria (salah satu wilayah tetangga Chechnya).
Tujuan mereka bertempur di Suriah sama seperti saudara-saudara mereka yang
bertempur di wilayah asalnya, yaitu untuk mendirikan satu negara Islam atau
kekhalifahan Islam, dan sama-sama memerangi rezim pemerintahan sekuler yang
didukung oleh Rusia. Selain itu, konflik di Suriah juga merupakan medan pertempuran sesungguhnya
dimana mereka dapat memperoleh pengalaman dan pelatihan, mempraktekkan dan mengasah
kemampuan (skill) bertempur, sekaligus membina hubungan dan menciptakan
jaringan internasional antar para mujahidin dari berbagai negara.
Meskipun para
analis berpendapat bahwa orang-orang Chechen yang bertempur di Suriah merupakan
warga Chechnya yang
mengungsi keluar dari wilayah Chechnya
sejak pecah Perang Chechnya
I (1994-1995) dan kemudian tersebar di sejumlah negara Eropa. Namun fakta di
lapangan menunjukkan bahwa para pejuang Chechen yang bertempur di Suriah ini
ternyata memperlihatkan skill dan kemampuan tempur yang sangat baik. Mereka
sepertinya telah terlatih dan banyak memiliki pengalaman di medan tempur. Orang-orang Chechen itu
terlihat lebih matang, bertubuh lebih tinggi, besar, dan lebih kuat. Mereka
mengenakan seragam tempur bukan pakaian sipil, dan menenteng persenjataan
mereka dengan penuh percaya diri. Mereka juga sepertinya tidak mengenal lelah.
Bergerak dengan sesamanya seperti sebuah unit pasukan khusus. Seorang jurnalis
Koran Inggris, The Guardian, menulis di bulan September 2012 bahwa
orang-orang Chechen bertempur di Suriah dengan “sangat terorganisasi baik dan
memperlihatkan keberanian yang tinggi”. Kemampuan dan kelebihan ini menjadikan
mereka sangat disegani dan dihormati oleh para pejuang lokal Suriah. Hal ini
tidaklah mengherankan bagi kita mengingat reputasi para pejuang Chechen selama
ini telah begitu dikenal dunia sebagai "the best of the jihadist fighters."
Tidak
disangsikan lagi bahwa para pejuang Chechnya
yang bertempur di Suriah adalah para veteran Perang Chechnya I (1994-1996) atau II
(1999-2000). Mereka kemungkinan berasal dari wilayah Pankisi Gorge, suatu
wilayah di perbatasan Chechnya-Georgia
yang banyak dihuni oleh penduduk beretnis Chechen yang dikenal sebagai kaum Kists. Hal ini terbukti bahwa dua orang komandan pejuang Chechen di Suriah, yaitu Abu Omar
al-Chechen dan Emir Saifullah adalah orang
Chechen yang berasal dari Pankisi Gorge.
Salah seorang
pejuang Chechen lainnya yang berasal dari wilayah Pankisi Gorge adalah Abu
Hamza. Ia mengatakan kepada seorang jurnalis barat bahwa yang memotivasi
dirinya untuk pergi Suriah dan bergabung dengan pasukan pemberontak adalah
sebuah video yang disaksikannya di internet yang memperlihatkan pasukan
pemerintah Suriah membantai wanita dan anak-anak yang tidak bersalah.
Perbatasan Rusia-Georgia yang dikontrol secara ketat membuat jauh lebih mudah
bagi Abu Hamza dan orang-orang Kists
yang tinggal di Pankisi untuk menyeberang ke wilayah Suriah daripada masuk ke
wilayah Chechnya
untuk bergabung dengan para mujahidin di wilayah Kaukasus Utara.
Wilayah
Pankisi Gorge selama ini memang dikenal sebagai wilayah basis bagi para pejuang
Chechnya
yang terdesak mundur oleh pasukan Rusia untuk membangun kembali kekuatan
mereka. Pasca Perang Chechnya
II, dua tokoh utama komandan pejuang Chechnya, yaitu Ruslan Gelayev dan
Dokka Umarov, dilaporkan pernah membangun kembali kekuatan pasukan mereka yang
telah porak-poranda di wilayah ini, sebelum kemudian kembali masuk ke wilayah
Chechnya untuk memerangi tentara-tentara Rusia. Karena itulah wilayah
perbatasan tersebut kini dijaga ketat oleh otoritas pemerintah Rusia.
Namun selain orang-orang Kists
dari wilayah Pankisi Gorge, tidak menutup kemungkinan pula bahwa orang-orang Chechen yang
berjihad di Suriah ini merupakan warga Chechnya
yang mengungsi atau terusir dari negerinya saat berlangsungnya Perang Chechnya
dan kemudian tersebar di sejumlah negara, atau para pemuda pelajar Chechen yang
belajar di sejumlah sekolah agama di luar wilayah Rusia, terutama di
negara-negara Arab. Hal ini sesuai dengan keterangan Abu Hamza sendiri yang
mengatakan bahwa hampir sebagian besar orang-orang Chechen yang ditemuinya
selama beberapa bulan di Suriah berasal dari kategori ini.
Sebagai contoh,
menurut keterangan sejumlah dinas intelejen barat, salah satunya dinas
intelejen Inggris, pada tanggal 23 Desember 2012 lalu dilaporkan bahwa sebanyak
39 orang warga Chechen yang tinggal di Inggris, telah meninggalkan bandara
internasional Heathrow di London untuk terbang menuju ke Istanbul, Turki,
dimana selanjutnya mereka pergi ke Suriah melalui perbatasan Turki dan
bergabung dengan para milisi jihad di sana.
Orang-orang
Chechen yang bertempur di Suriah ini, terutama para pemuda pelajar dari
sejumlah Universitas Islam, bertempur dengan motivasi dan cita-cita yang sama
dengan perjuangan saudara-saudara mereka di Kaukasus Utara, yaitu untuk
menegakkan syariat Islam dan mendirikan satu kekhalifahan Islam. Mereka lebih
memilih bergabung dan bertempur dengan mujahidin di Suriah yang menentang rezim
Assad, bukan karena mereka berseberangan atau berselisih paham dengan para
mujahidin di Kaukasus, tetapi lebih disebabkan karena mereka tidak dapat pulang
kembali ke tanah air mereka. Mengingat pasca Perang Chechnya, para warga Chechen yang
mengungsi ke luar negaranya telah dihalang-halangi oleh pemerintah Rusia
sehingga tidak bisa kembali ke tanah airnya. Pemerintah Rusia khawatir mereka
akan berpotensi memberi tenaga baru bagi perlawanan mujahidin di wilayah Kaukasus.
Meskipun tidak
berjihad di tanah air mereka sendiri, namun orang-orang Chechen ini memiliki tujuan
perjuangan yang jelas. Seperti yang ditegaskan oleh Emir Saifullah bahwa,
"Kami datang kemari untuk menegakkan
hukum Allah… Kami memiliki satu tujuan, yaitu untuk menegakkan syariah, hukum
Allah." Saifullah juga mengatakan bahwa tidak ada perbedaan atau
diskriminasi wilayah dalam berjihad menegakkan hukum Allah. Meskipun dirinya
berasal dari wilayah Kaukasus, tetapi jihad yang dilakukannya tidak harus
dilakukan di wilayah Kaukasus, karena sama saja antara berjihad di wilayah
Kaukasus maupun di Suriah selama tujuannya adalah satu, yaitu untuk menegakkan
syariat Islam dan memerangi musuh-musuh Allah. “Bagi kami, tidak ada perbedaan antara Suriah, Mesir, Irak, Afghanistan,
Chechnya, wilayah Kaukasus, atau tempat lainnya," ujarnya.
Lebih lanjut,
para mujahidin Chechen ini justru malah melebur dan menyatu dengan kekuatan
mujahidin Suriah. Berita terakhir menyebutkan bahwa Abu Omar al Chechen
mengumumkan pembentukan Jaish
al-Muhajireen wal Ansar atau Tentara Muhajirin dan Anshar yang terintegrasi
langsung dengan sejumlah unit tempur pasukan pejuang Suriah. Pembentukan
Tentara Muhajirin dan Anshar ini pertama kali diberitakan pada tanggal 26 Maret
2013 oleh pihak KavkazCenter, pusat
informasi utama para pejuang Kaukasus. Dalam pemberitaan tersebut pihak KavkazCenter menyebutkan bahwa satu unit
Mujahidin bernama
Kataeb al Muhajireen atau Brigade
Muhajirin di bawah pimpinan Abu Omar al Chechen telah bergabung dengan sejumlah
brigade Mujahidin Suriah, antara lain seperti Kataeb Khattab (Brigade Khattab) dan Jaish Muhammad (Tentara Muhammad). Hasil dari penggabungan sejumlah
kelompok Mujahidin ini adalah terbentuknya Jaish
al Muhajireen wal Ansar atau Tentara Muhajirin dan Anshar. Pihak Kavkaz Center menyebutkan bahwa Tentara Muhajirin dan
Anshar ini berkekuatan total lebih dari 1.000 mujahidin dan daerah operasional
utama mereka adalah di Propinsi Aleppo.
Keberadaan mereka kini telah diperhitungkan sebagai salah satu grup tempur yang
paling menonjol dalam jihad di Suriah.
"Kehadiran
mereka (orang-orang Chechen) sangat signifikan, di sejumlah area mereka
memimpin jalannya pertempuran dan sebagian dari mereka bahkan adalah para
komandan brigade. Mereka adalah pejuang yang sangat berpengalaman dan juga
bertempur berdasarkan ideologi yang kuat, sehingga mereka tidak mengenal kata
mundur," ujar salah seorang sumber yang berhubungan dekat dengan para
pejuang Suriah. Menurut sumber Suriah lainnya menyebutkan bahwa orang-orang
Chechen merupakan pasukan asing terbesar kedua yang bergabung dengan para
pejuang Suriah setelah para pejuang asal Libya.
Tapi ada satu
hal yang menarik, yaitu meskipun orang-orang
Chechen yang berjihad di Suriah secara resmi berada dalam kesatuan Brigade
Muhajirin yang kemudian melebur menjadi Tentara Muhajirin dan Anshar, namun ada
sejumlah batalyon mujahidin Suriah lainnya yang memberi nama kesatuan mereka
dengan nama “Jokhar Dudaev” (presiden pertama Chechnya). Selain itu ada pula
batalyon mujahidin Suriah yang diberi nama batalyon “Shamil Basaev” dan “Emir
Khattab”. Nama-nama tersebut tidak berarti bahwa anggota kesatuan tersebut
terdiri dari orang-orang Chechen, malahan anggota batalyon-batalyon tersebut
justru terdiri dari warga Suriah asli dan tak ada satu pun orang Chechen yang
tergabung di dalamnya. Hal ini menunjukkan bahwa perjuangan masyarakat Chechen
berjihad melawan penjajah kafir Rusia ternyata sudah begitu terkenal ke
seantero dunia, terutama di kalangan para jihadis, sampai-sampai orang Suriah dengan
bangga memberi nama batalyon pasukan mereka dengan nama para pahlawan Chechnya.
Dalam
pernyataannya tersebut, Umarov memperingatkan kepada para mujahidin Suriah
untuk tidak “mengganti rezim Bashar al-Assad dengan menerima bantuan dari
Turki, atau Arab Saudi, atau Mesir, atau Amerika, atau Inggris, yang hanya akan
menempatkan boneka mereka dengan dalih demokrasi." Umarov menekankan bahwa
ia tidak mendukung mereka yang ingin mengganti rezim Assad dengan tokoh boneka
yang dikendalikan oleh barat.
Menurut Umarov, jihad
di wilayah Kaukasus Utara jauh labih brutal daripada di Suriah. Karena itu,
Umarov menyatakan bahwa para mujahidin Chechen yang bertempur di Suriah tidak
berada di bawah komando atau kendali dirinya. Mereka berjuang secara independen
dan bukan atas nama negara Emirat Kaukasus. Diketahui bahwa orang-orang Chechen
dan sejumlah pejuang dari wilayah Kaukasus Utara lainnya yang bertempur di
Suriah, memilih untuk berjihad di Suriah atas keinginan mereka sendiri dan
bukan karena mereka bertentangan atau berseberangan dengan perjuangan Dokka
Umarov di wilayah Kaukasus Utara. Alasan mereka lebih disebabkan karena mereka
melihat rezim Assad telah membantai kaum muslimin yang tidak mau mengikuti ajaran
Alawit. Doktrin ajaran Alawit sendiri adalah merupakan versi ekstrim dari
ajaran Syiah yang telah jauh menyimpang dari ajaran agama Islam yang
sebenarnya. Alasan ini merupakan hal yang sangat mendasar bagi kaum mujahidin,
terutama bagi para pejuang Chechen, karena perlu diingat bahwa tidak ada
seorang pejuang Chechen pun yang bertempur di Irak untuk melawan Saddam Hussein
atau bertempur melawan Muammar Qaddafi di Libya, karena meskipun judulnya
sama-sama berperang melawan rezim diktator, tetapi berbeda dengan rezim Assad,
Saddam Hussein dan Khadafi adalah Islam Sunni dan keduanya adalah musuh
Amerika-Israel.
Sementara di
Suriah, rezim Assad beraliran Syiah dan sangat memusuhi Islam Sunni yang dianut
oleh sebagian besar kaum Mujahidin. Meskipun rezim Assad didukung oleh negara
Syiah seperti Iran dan juga
Hizbullah yang bermusuhan dengan Amerika-Israel, namun perlu untuk dikritisi
bahwa perseteruan antara Iran
dengan Amerika-Israel ini bisa dibilang hanyalah perseteruan “pura-pura”. Fakta
dan sejarah membuktikan bahwa orang-orang Syiah jauh lebih suka bekerja sama
dengan kaum Yahudi-Israel untuk memerangi orang-orang Islam Sunni, daripada
harus bersatu dan bekerja sama dengan orang-orang Islam Sunni untuk memerangi
Amerika-Israel.
Itulah sebabnya kenapa konflik di Suriah cenderung dibiarkan berlarut-larut
oleh pihak barat (Amerika-Israel). Tidak seperti kaum oposisi penentang rezim
Khadafi di Libya yang dibantu oleh tentara Amerika, di Suriah kaum mujahidin
penentang rezim Assad tidak dibantu oleh pihak barat (Amerika-Israel), karena
baik kaum oposisi Suriah (para mujahidin) dan rezim Assad (Syiah Iran) adalah
sama-sama musuh bagi Amerika-Israel. Jadi keduanya dibiarkan saja terus-menerus
saling berperang hingga berlarut-larut untuk melemahkan kekuatan keduanya, sehingga
pada saat keduanya telah lemah, Amerika-Israel dapat mendatangkan pasukan PBB
untuk memasang boneka mereka di Suriah. Jika sudah begitu, ancaman dari kaum
mujahidin pun lenyap, dan rezim Syiah Assad yang merupakan pion terdepan Iran
untuk menghadapi Isreal pun hilang dari peta. Dengan begitu, keuntungan gratis
dapat diperoleh Amerika-Israel tanpa harus bersusah-payah memihak salah satu
dari mereka.
Sementara itu,
untuk lebih melemahkan kaum mujahidin agar mereka terlibat peperangan dengan
sesama umat Islam Sunni, pihak Amerika-Israel cukup dengan menghembuskan isu
bahwa kaum Mujahidin telah mereka bantu selama memerangi rezim Assad seperti halnya
mereka telah membantu kaum oposisi Libya. Tujuannya adalah untuk mengadu domba
agar umat Islam Palestina (Sunni) membenci dan memerangi kaum mujahidin karena
mereka telah memerangi sekutu Iran
yang selama ini telah berkoar-koar menentang keberadaan Israel di Timur Tengah.
Namun terlepas
dari semua itu, keterlibatan para pejuang Chechen dalam konflik di Suriah pada
akhirnya kembali memberikan gambaran nyata kepada kita mengenai persaudaraan
dalam Islam yang tidak mengenal batas suku, bangsa, etnis, bahasa, maupun
wilayah teritorial. Jika dahulu ada Sheikh Abdullah Azzam, warga Palestina yang
berjihad bersama Mujahidin Afghanistan, lalu ada Sheikh Abdul Aziz Barbaros
warga Arab yang berjihad di Bosnia, juga Komandan Khattab yang berjihad di
Chechnya, dan Osama bin Laden yang berjihad bersama Taliban, maka kini ada Abu
Omar al-Chechen, mujahidin asal Chechnya yang membantu saudara-saudara sesama
muslim di Suriah. Mereka semua telah dipersatukan oleh satu keimanan dan satu
keyakinan Islam yang merupakan unsur pemersatu umat manusia yang paling hakiki,
sehingga tidak ada lagi penghalang yang membatasi mereka. Kerja sama antar para
mujahidin dari berbagai penjuru dunia, terutama dalam membantu dan menolong
sesama kaum muslimin yang tertindas dan teraniaya dalam berjihad di jalan
Allah, demi tegaknya hukum syariat Islam di muka bumi, menjadi contoh
keteladanan yang tidak akan pernah mati dan usai, meski musuh-musuh Islam dan
kaum kafir berusaha keras untuk memadamkannya. (***)
Sumber:
Roggio, Bill. 2013. Chechen commander
forms 'Army of Emigrants,' integrates Syrian groups. http://www.longwarjournal.org
Roggio, Bill. 2013. Chechen
commander leads Muhajireen Brigade in Syria. http://www.longwarjournal.org
Vatchagaev, Mairbek.
Chechens Are Among Foreigners Fighting to
Overthrow Bashar al-Assad. Eurasia
Daily Monitor Volume: 9 Issue: 219, November 30, 2012. http://www.jamestown.org
Vatchagaev, Mairbek.
Russian
Muslim Militants Are Joining the Ranks of Rebel Fighters in Syria. Eurasia Daily Monitor Volume: 10 Issue: 117,
June 20, 2013. The Jamestown Foundation